NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batu Kedua

Wulan memandangi Prita yang masih nampak ragu untuk meneruskan latihannya.

“Prita.” Kata Wulan.

“Iya,” jawab Prita sambil memandangi batu Zato yang berwarna biru itu.

“Sebelum batu ini aku berikan kepadamu, “ kata Wulan terhenti sejenak, “aku minta kamu harus menangkan dirimu dulu ya, coba ambil nafas pelan, rileks saja, dan tolong ulangi beberapa kali.” Kata Wulan meminta Prita untuk mengikuti instruksinya.

Prita memejamkan matanya, mengambil nafas dalam-dalam, mencoba berkonsentrasi dan menenangkan dirinya. Ia melakukannya beberapa kali sesuai arahan Wulan.

Setelah dilihatnya Prita tekun melakukan semua intruksinya, Wulan perlahan menepuk pundak Prita.

“Sekarang, aku akan memberikan batu ini kepadamu, dan ... “ Wulan berhenti sejenak, “jika nanti kamu merasakan hawa panas yang dikeluarkan oleh batu ini, tolong jangan panik, panasnya tidak akan membakar tangan kamu kok.” Canda Wulan untuk memberikan keyakinan kepada Prita.

Prita mengangguk tanda mengerti.

“Dan, jika setelahnya kamu merasakan getaran yang ditimbulkan dari reaksi batu ini, “ kata Wulan, “kamu harus tenang, cobalah untuk menahannya agar tidak terlepas, iya?” kata Wulan selanjutnya. Kemudian ia dengan mantap memberikan batu itu kepada Prita.

Dengan segenap semangat yang telah diberikan oleh Wulan, diberanikan dirinya untuk memegang batu itu. Prita mencoba menenangkan dirinya. Sesaat reaksi batu itu mulai terlihat, perlahan warna biru yang ada di batu itu memancar menjadi cahaya yang berkilalauan, Wulan terus menatap Prita dengan seksama, diperhatikannya semua gerak gerik gadis itu.

Batu itu terus memancarkan cahaya birunya, dan benar kata Wulan, batu di tangan Prita mulai bergetar, Prita mencoba mempertahankan posisinya agar batu itu tidak terlepas dari genggamannya. Setelah beberapa saat getaran itu mulai mereda, dan cahaya biru itu perlahan berubah menjadi sebuah citra gambar seperti hologram. Melihat pekembangan itu, Wulan nampak lega, namun tatapannya masih waspada untuk memastikan semuanya berjalan sesuai harapan.

Citra gambar hologram yang dipegang Prita itu semakin jelas terlihat, mata Prita terbelalak ketika melihat sebuah pemandangan yang ajaib menurutnya, sebuah tayangan yang memperlihatkan sebuah peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dilihatnya di depan Gubuk Manah, nampak beberapa orang dikejutkan dengan sebuah bungkusan besar yang diletakkan begitu saja di depan pendopo Gubuk Manah. Citra Gambar itu berlanjut, sesaat kemudian muncullah Nyi Lirah di sana, diambilnya bungkusan besar itu dan dibukanya, dada Prita berdegub kencang manakala dalam tayangan itu diperlihatkan bahwa bungkusan besar itu berisi seorang bayi manusia, begitu mungil dan lucu. Nyi Lirah mengangkat bayi itu, kemudian dengan penuh kelembutan, dipeluk dan diciumnya bayi mungil itu, membawanya masuk ke dalam Gubuk Manah. Citra gambar dalam cahaya itu kemudian perlahan memudar, batu yang dipegang Prita itu bergetar sebentar kemudian kembali tenang, cahaya biru itupun perlahan menghilang, dan kembali diam seperti sedia kala.

Setelah batu itu benar-benar sudah diam, Prita menghela nafasnya dalam-dalam. Digenggamnya dengan erat batu itu, dan menatap penuh tanya ke arah Wulan, sambil mengembalikan batu itu.

Wulan yag menyaksikan peristiwa itu tak dapat membendung air matanya, kedua matanya berkaca-kaca, ia menangis.

“Ada apa Wulan?.. siapa bayi mungil yang baru saja kulihat tadi?” tanya Prita penuh rasa ingin tahu.

Wulan belum menjawab pertanyaan Prita, nampaknya gambaran yang dipancarkan oleh batu Zato itu begitu berbekas dalam ingatannya. Setelah merasa tenang, Wulan mencoba menjawab pertanyaan Prita, dipaksakannya bibirnya untuk tersenyum, walaupun Prita melihat bahwa senyum itu agak tidak biasa.

“Itu peristiwa yang terjadi dua puluh lima tahun silam, Prita.” Jawab Wulan.

Prita nampak memberikan waktu untuk Wulan melanjutkan ceritanya.

“Dan Bayi yang kamu lihat tadi adalah aku.” Kata Wulan. Prita tersentak mendengar jawaban Wulan, matanya terbelalak seakan tak percaya. Seakan takut salah dengar, diulanginya lagi pertanyaan itu kepada Wulan.

“Hah.... bayi itu,.... bayi itu, adalah kamu? Wulan?” tanya Prita lagi.

“Iya itu aku,... “ Wulan menjawab pertanyaan Prita sembari menundukkan kepalanya, nampaknya ia masih terngiang betul peristiwa itu, dan membuat dadanya terasa sesak.

“Aku yatim piatu, Prita.” Kata Wulan dengan nada lirih. “Nyi Lirah lah yang telah begitu baik merawat dan membesarkanku, aku sudah menganggapnya sebagai orang tua kandungku sendiri.” Ucap Wulan sambil menyeka air matanya yang tak disadarinya menetes di pipinya.

Prita memeluk Wulan dengan pelukan hangat, ia sangat mengerti perasaan Wulan, karena sekarangpun perasaan itu tengah dialaminya, ia tak tahu siapa dirinya, orang tuanya, dari mana ia berasal... dan itu sangat menyesakkan dadanya.

Tapi Wulan berusaha menutupi perasaannya itu, dan ia kembali teringat tujuannya mengajak Prita ke tempat itu, dibasuhnya air mata itu dari pipinya dengan jari-jarinya.

“Hmm,.. maafkan aku, Prita,” kata Wulan, “aku terbawa suasana.” Dengan tersenyum Wulan memasukkan batu zato itu kembali ke dalam bungkusan.

“Sekarang, mari kita coba dengan batu Zato yang satunya lagi.” Kata Wulan sambil mengeluarkan sebuah batu Zato yang berwarna kuning kemerahan.

“Coba yang ini, Prita.” Kata Wulan. Tapi ia kembali mengingatkan Prita untuk menenangkan pikirannya dulu. Sama seperti sebelumnya.

“Iya, iya aku ingat pesan kamu.” Jawab Prita singkat, sejurus kemudian ia nampak berkonsentrasi, dan menarik nafasnya dalam-dalam berusaha bersikap tenang.

Batu kedua yang dipegang Prita kembali menunjukkan reaksi yang sama dengan batu yang pertama, hawa panas dan getaran kembali dirasakan oleh Prita, ia tetap tenang menunggu reaksi selanjutnya yang akan muncul dari batu itu. Sesaat kemudian muncullah hologram yang membentuk sebuah peristiwa terpancar dari batu itu. Dilihatnya sebuah halaman yang luas, nampaknya itu ada di pekarangan samping Gubuk Manah, nampak beberapa anak perempuan, dan anak laki-laki sedang berlari dan bermain riang, suasanya begitu ramai, beberapa orang dewasa juga terlihat di situ. Nampaknya ada acara penting yang sedang terjadi, tak lama kemudian dilihatnyalah anak-anak itu berlarian di sekitar objek yang besar, yang lama kelamaan terlihat jelas bahwa objek itu adalah sebuah kapal besar. Peristiwa itu mengalir dengan jelas dilihat oleh Prita, ia tertegun melihat kejadian itu, hingga bayangan itu kembali pudar dan menghilang.

Wulan tersenyum melihat perkembangan yang ditunjukkan oleh Prita, kemampuannya mengolah energinya sudah lumayan bagus, dan gambar yang dihasilkan dari batu zato itu terlihat jelas, ini menunjukkan penguasaan energinya sudah bagus. Setelah gambaran itu hilang, Prita kembali menyerahkan batu itu kepada Wulan.

“Tadi itu apa, Wulan?” tanya Prita.

“Hmm, tadi itu acara pembuatan Lesung Agung, kendaraan besar kami.” Jawab Wulan.

“Lesung Agung?” tanya Prita penasaran.

“Iya, itu kendaraan besar itu Lesung Agung, kapal besar yang bisa terbang,” jawab Wulan, “dan anak-anak yang kamu lihat berlarian itu adalah kami, Prita.” Kata Wulan.

“Kami?,.. maksudmu kamu dan teman-temanmu?” tanya Prita

“Iya, gadis kecil itu kami, aku, Carla, dan Vyn sedangkan anak laki-laki itu adalah Arka, Banu dan Bani.” Jawab Wulan.

“Oh... jadi kalian sudah berteman sejak kecil ya?” tanya Prita.

“Iya,” jawab Wulan, “Carla adalah putri dari Bei Tantra, sedangkan Arka adalah anak dari Bei Rangga, sementara Banu dan Bani adalah anak kembar dari Bei Tama.” Jawab Wulan.

“Hmmm,.. kalau Vyn?” tanya Prita kembali, sebab Wulan belum menyebutnya.

“Vyn,... ,” Wulan terhenti sejenak, “Vyn yatim piatu, sama seperti aku, Prita.” Jawab Wulan.

Prita tak ingin melanjutkan pertanyaannya lebih jauh, ia khawatir akan menyakiti perasaan Wulan dan menambah kesedihannya jika terus dipaksa untuk mengingat masa kecilnya itu. Dan nampaknya Wulan juga sudah menangkap hal itu, ia mencoba tersenyum kembali. Dan dengan pelan ia kembali memasukkan batu zato yang berwarna kuning kemerahan itu ke dalam bungkusan itu.

1
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!