Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
"Jamu... Jamu..." Ayang berteriak sambil memikul bakul jamu dagangannya.
Sudah setahun ini, Ayang memang setiap hari berkeliling menjajakan jamu buatan ibunya. Lantaran, sang bunda yang setahun belakangan ini sering sakit-sakitan dan mudah lelah. Hingga akhirnya, Ayang berinisiatif menggantikan pekerjaan yang sudah lama digeluti bundanya itu.
"Lilis, sini!" panggil seorang ibu-ibu sembari melambaikan tangan memanggil Ayang.
Lilis Asma Juwita, adalah nama lengkap gadis itu. Ayang adalah panggilan yang di berikan sang bunda padanya. Akan tetapi, sebagian orang ada juga yang memanggilnya dengan nama Lilis atau pun Asma.
Halimah--ibunda Ayang mempunyai sepasang anak, namun anak sulungnya terpengaruh pergaulan bebas, hingga jarang pulang kerumah. Sekali pulang, anak sulungnya itu hanya akan meminta uang pada Ibu atau pun pada Ayang--adiknya. Setelah itu ia akan pergi lagi. Meski demikian Halimah begitu menyayangi putra pertamanya itu.
Sedangkan suami Halimah, sudah meninggal semenjak Ayang masih berada dalam kandungan.
"Alhamdulillah." Ayang bergegas mendekati wanita yang memanggilnya.
Bakul jamu yang di gendongnya di turunkan, lalu duduk di lantai teras rumah yang beralaskan keramik.
"Buk Indun mau jamu apa?"
"Jamu rapet keset satu, Lis."
"Biar di sayang suami ya Bu?" Ayang melontarkan candaan sambil meracik jamu yang di minta wanita tersebut.
"Tau aja kamu, Lis. Sudah seperti orang yang punya suami aja," balas wanita itu sambil tertawa kecil.
Ayang memang di kenal gadis periang, banyak ibu-ibu di sekitar menyukai sifat dan perangai sopan-santun serta paras cantik gadis berlesung pipi itu.
"Ayang..... Ayang...."
Ayang menoleh kesumber suara. Disana teman baiknya--Reni sedang berlari kearahnya.
"Ada apa, Ren? Kamu mau beli jamu rapet keset juga?" Gadis berlesung pipi itu menyunggingkan senyum khasnya.
"Bukan itu. Tapi Bundamu, Ayang..."
Mendengar nama sang bunda di sebut, Ayang sedikit tersentak, lalu berdiri dan mendekati teman baiknya itu.
"Katakan yang jelas Reni? Maksud kamu apa? Apa yang terjadi dengan Bundaku?" desak Ayang sambil menggoncangkan bahu Reni.
"Bu-Bundamu, pingsan!"
Dada Ayang seketika bergemuruh. Tanpa bertanya lagi, ia segera berlari melewati gang sempit menuju rumahnya. Tak dipedulikannya bakul jamu di teras rumah ibu tadi.
Lima menit berselang. Ayang sudah tiba di rumahnya. Segera ia membelah kerumunan orang-orang yang berkumpul di depan rumah. Diatas tempat tidur, Ayang melihat wanita berhijab panjang yang begitu di sayanginya terbaring di sana.
"Bunda...Bunda kenapa?" Seketika Ayang memeluk tubuh wanita itu. Wajahnya telah basah oleh air mata.
Puas memeluk tubuh sang bunda yang diam saja, Ayang mengalihkan pandangan. Di sudut kamar itu, ia melihat Dani-abang kandungnya berdiri santai.
Ayang lansung mendekat dan mencengkram kerah baju abangnya. "Abang apa kan Bunda? Kenapa Bunda jadi seperti ini?" Ayang meminta penjelasan pada pemuda itu, pasalnya setiap kedatangan abangnya itu, pasti penyakit Bundanya akan kambuh. Dikarenakan abangnya terkadang meminta uang secara paksa pada Bu Halimah.
"Mana gue tahu! Lu aja yang gak becus menjaga Bunda," kilah Dani membela diri.
"Tadi waktu Ayang tinggal bunda baik-baik saja. Pasti Abang yang membuat Bunda seperti ini!"
"Bacod lu."
"Ayang, Dani, sudah lah. Sebaiknya bunda kalian kita bawa kerumah sakit," ucap seorang wanita yang berada di sana. Coba menengahi kedua kakak beradik yang sedang bersitegang.
Ayang melepaskan cengkraman tangannya, kemudian beralih mendekati Bundanya yang terbaring.
"Bapak-bapak, tolong bantu angkat Bu Halimah ke mobil saya," pinta wanita tadi. Namanya hajjah Rodiah--istri pak Bambang, mantan aparat negara yang di pecat secara tidak hormat.
Beberapa orang pria di sana segera membantu mengangkat tubuh Halimah dengan hati-hati ke dalam mobil Hajjah Rodiah.
"Ayang, Dani, masuk lah," kata Hajjah Rodiah.
"Iya, Bu Hajjah." Tanpa pikir panjang, Ayang bergegas masuk kedalam mobil tersebut. Begitu pun Dani, meski malas, pemuda yang usianya terpaut 5 tahun dari Ayang turut masuk kedalam mobil.
Tiga puluh menit berselang, mobil yang membawa Ayang beserta ibu dan Abangnya telah sampai di rumah sakit umum yang ada di kota tersebut.
Halimah di naikkan ke atas brangkar lalu di dorong memasuki ruang UGD.
Di luar ruangan, Ayang semakin gelisah. Bukan hanya memikirkan kesehatan bundanya, tapi ia juga memikirkan biaya rumah sakit. Sudah pasti biaya rumah sakit sangat mahal, sedangkan saat ini ia sama sekali tidak mempunyai uang simpanan.
"Ayang, tenanglah. Bunda kamu pasti akan baik-baik saja." Hajjah Rodiah mengusap lembut bahu Ayang, mencoba meredakan kecemasan.gadia berlesung pipi itu.
Ayang menghela nafas dalam-dalam. "Terimakasih Bu Hajjah," ucapnya lirih.
"Kalau begitu Ibu pamit dulu ya. Soalnya Ibu ada urusan lain. Hubungi Ibu jika butuh sesuatu," kata Hajjah Rodiah berpamitan.
"Terimakasih banyak, Bu Hajjah." Ayang meraih tangan wanita itu dan menciumnya.
"Tidak usah sungkan." Hajjah Rodiah tersenyum sambil mengusap Kapala Ayang. "Kalau begitu, Ibu pergi dulu ya. Ini peganglah, buat jaga-jaga nanti. Jangan lupa hubungi Ibu kalau ada apa-apa yang terjadi." Pesan wanita paruh baya itu sebelum pergi, ia juga menyelipkan amplop ke tangan Ayang.
"Terimakasih Bu Hajjah."
Baru saja hajjah Rodiah menghilang dari pandangan Ayang, Dani datang menghampiri dan merebut paksa amplop yang di berikan hajjah Rodiah dari tangan Ayang.
"Abang! Kembalikan! Itu buat membayar uang rumah sakit Bunda." Ayang berusaha merebut amplop tersebut dari tangan Dani.
"Ckk! Gue minta dikit, buat beli rokok." Dani membuka amplop tersebut dan mengambil selembar uang merah sebelum memberikan lagi pada Ayang.
"Abang!"
"Keluarga Ibu Halimah."
Ayang yang hendak merebut kembali uang yang diambil Dani, segera berjalan mendekati petugas medis yang memanggilnya di depan pintu UGD.
"Saya anaknya, Dokter," sahut Ayang, ia yang tidak pernah berobat kerumah sakit, tidaklah dapat membedakan mana perawat dan dokter.
"Silahkan masuk, ada yang ingin dokter bicarakan terkait penyakit yang di alami pasien," ujar perawat mengajak Ayang masuk ke dalam ruang UGD.
Ayang mengikuti perawat tersebut masuk ke dalam ruang UGD. D dalam ruangan itu, ia melihat jelas bundanya yang terbaring di atas brangkar dengan slang-slang peralatan medis melekat di tubuh.
"Dokter, ini keluarga pasien," ujar perawat yang membawa Ayang.
Dokter menoleh pada Ayang sembari membuka kacamatanya. "Maaf, kalau boleh tau anda siapanya pasien?" tanya dokter ramah.
"Saya anaknya, Dok. Bagaimana keadaan bunda saya, dok?" Ayang balik melontarkan pertanyaan.
"Pasien mengalami penyumbatan pembuluh darah yang di sebabkan pembuluh darah yang ada di jantung tidak bisa bekerja normal. Sekarang ini, satu-satunya tindakan yang bisa kita ambil hanya dengan memasang keteterisasi agar bisa menjaga pembuluh darah pasien kembali berfungsi."
"Pak dokter, apa pun itu. Saya mohon, tolong sembuhkan Bunda saya." Tangis Ayang seketika pecah meminta pertolongan pada dokter.
"Untuk memasang keteterisasi itu, pasien harus menjalankan serangkaian operasi.Jika adik bersedia, segeralah urus administrasi agar kami tim dokter bisa secepatnya melakukan operasi. Jangan sampai terlambat karna ini sangat berbahaya bagi keselamatan pasien."
Mendengar penjelasan dokter itu, tangis Ayang semakin menjadi. "Pak dokter,.apa gak ada cara lain untuk menyembuhkan Bunda saya?"
"Saat ini saya belum menemukan cara lain. Hanya operasi jalan satu-satunya yang bisa kita ambil,"
"Kira-kira berapa biaya untuk operasinya?" Ayang kembali bertanya.
Beberapa jenak dokter terdiam, mengira-ngira biaya yang di tanyakan gadis di depannya. "Sekitar 150 sampai 200 jutaan."
Seketika Ayang menutup mulut dengan kedua tangan, isak tangis semakin menjadi membayangkan dari mana akan mendapatkan uang sebanyak itu.
"Ya sudah, saya permisi dulu," ucap dokter itu dan berlalu pergi.
Ayang melangkah gontai mendekati bundanya yang tengah terbaring di berangkar.
Di raihnya satu tangan wanita yang paling disayangnya itu. "Bunda, bertahan dulu ya? Ayang akan usahakan mencari uang untuk biaya operasi Bunda."
Tangan wanita paruh baya yang terpasang slang impus itu di cium, setelahnya Ayang pergi meninggalkan ruangan tersebut.
.
.
.
Diluar, Ayang mencari keberadaan Dani, ia ingin memberitahukan apa yang di sampaikan dokter.
Puas berkeliling mencari keberadaan saudaranya, akhirnya Ayang menemukan pemuda yang mentato hampir seluruh pergelangan tangannya itu sedang menikmati lentingan tembakau di koridor rumah sakit.
Ayang lansung menyambar rokok yang ada di tangan Dani, lalu menginjaknya.
"Lu apa-apaan sih, Ay?" Dani membelalakkan mata. Marah dengan perbuatan sang adik.
"Abang, Bunda harus di operasi. Dari mana kita mendapatkan uang?"
"Lah, ngapain Lu nanya ke gue? Lu kira gue banyak duit,"
Plak!
Ringan saja Ayang mendaratkan tangan di pipi Dani.
"Taik Lu!" umpat Dani sambil mengusap bekas tamparan adiknya.
"Abang bantu jugalah memikrkannya, itu juga Bunda Abang. Selama ini Ayang sudah sabar melihat kelakuan Abang! Bunda sakit juga karna mikirin Abang! Selama ini hanya Abang yang ada di pikiran Bunda, tapi apa balasan Abang selama ini? Taunya hanya menyusahkan pikiran Bunda saja!" Ayang meluapkan kekesalan yang selama ini di terpendam.
"Eh, bego! Ngapain lu nyalahin gue. Tugas orang tua memang ngasih duit buat anak. Kalau lu ingin Bunda sembuh, sana jual diri aja, biar cepat dapat duit."
Plak!
Sekali lagi tangan Ayang menampar pipi Dani.
"Ah, taik Lu! Dari tadi mancing emosi gue mulu Lu." Dani berbalik badan hendak pergi. Namun, Ayang manarik baju pemuda itu dari belakang.
"Abang mau kemana?"
"Cabut lah. Ngapain juga gue disini?"
"Abang! Bunda lagi sakit! Itu karna Abang!" Ayang menekan ucapannya agar saudaranya itu bisa sadar.
"Ya, guna gue di sini buat apa? Tadi lu bilang bunda mau di operasi kan? Ya udah, sana lu duit. Biar gue di sini yang jagain Bunda."
"Tapi Ayang gak tau harus cari uang kemana?"
"Makanya Lu dengar kata-kata gue. Jual diri! Biar bisa dapat duit cepat. Kalau lu mau, gue ada kenalan yang bakal nyalurin lu ke Bos Bos tajir."
Beberapa saat Ayang tertegun. Ia teringat kata-kata dokter yang menyarankan agar bundanya segera di operasi.
"Jangan sampai lu menyesal, Ay!" Dani pun melenggang pergi.
"Abang, tunggu."
"Apa lagi?"
"Iya, Ayang mau."
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor