NovelToon NovelToon
Alice Celestia Dalian

Alice Celestia Dalian

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Beda Usia / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Identitas Tersembunyi / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:216
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.

Jalanan licin membuat mobil tergelincir.

"Kyaaa!!!"

Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.

"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.

Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.

"Selamat datang, gadis berambut hitam."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deal!

Malam itu, rumah Dalian dipenuhi suara berisik yang berasal dari balkon lantai dua. Lampu-lampu kecil di sepanjang pagar balkon berkedip-kedip, seolah ikut meramaikan pertengkaran kecil yang terjadi di sana.

“Kio! Balikin bando gue!” teriak Dalian, wajahnya memerah kesal.

Kio berlari mengitari balkon sambil menggenggam bando berbentuk kuping kucing milik kakaknya. “Enggak mau! Kan tadi gue yang nemu di ruang tamu!” jawabnya dengan nada penuh kemenangan.

“Itu punya gue, dasar bocah!” Dalian mencoba meraih bando itu, tetapi Kio dengan lincah menghindar.

“Kalau kakak mau, ambil aja kalau bisa!” tantang Kio sambil menjulurkan lidah.

Dalian menggeram. “Kio, gue serius nih! Balikin sebelum gue—”

“Lapor Mama?” potong Kio dengan nada mengejek. “Ih, cemen banget sih, Kak Dalian.”

“Lo nih ya, Kio...” Dalian memutar strategi. Dia pura-pura berhenti mengejar dan duduk bersandar di pagar balkon, berpura-pura tidak peduli.

Melihat kakaknya menyerah, Kio mendekat dengan ekspresi penasaran. “Kok diem? Udah capek, ya?”

Saat Kio mendekat cukup dekat, Dalian dengan sigap melompat dan merebut bando itu dari tangannya. “Gotcha!” seru Dalian penuh kemenangan.

“Eh, curang! Kakak nggak bilang mau nangkep gue!” protes Kio sambil melompat mencoba merebut kembali bando itu.

“Gue nggak perlu izin buat ngambil barang milik sendiri,” balas Dalian sambil mengacungkan bando itu tinggi-tinggi.

Kio, yang kesal karena kalah, malah tertawa kecil. “Ya udah deh, Kak. Lagian, bando itu jelek banget. Cuma cocok buat anak kecil!”

“Eh, apa lo bilang?” Dalian menyipitkan mata. “Lo mau dihukum, ya?”

Kio menyeringai lebar, lalu berlari lagi. “Ayo kejar gue kalau berani!”

Dalian menghela napas panjang, akhirnya menyerah. “Capek gue ngeladenin lo, Kio.”

Mereka berdua akhirnya duduk bersisian di lantai balkon, napas terengah-engah setelah aksi kejar-kejaran tadi. Langit malam dipenuhi bintang, dan suasana mulai tenang.

“Kak,” Kio membuka obrolan, nadanya lebih lembut, “kenapa sih kakak masih pakai bando kayak gitu? Kakak kan udah gede.”

Dalian menoleh, tersenyum tipis. “Karena kadang, gue pengen inget masa kecil. Lo tau nggak, waktu kecil, gue pernah minta dibeliin bando ini sama Mama, terus Mama beliin pas ulang tahun gue. Jadi... ini penting buat gue.”

Kio terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Maaf, Kak... Kio nggak tau.”

Dalian mengacak rambut adiknya. “Nggak apa-apa. Tapi, lain kali jangan ngusilin barang orang, ya.”

“Oke, deh!” jawab Kio sambil tersenyum lebar.

Malam itu, balkon menjadi tempat mereka berdamai, dengan bintang-bintang menjadi saksi kehangatan sederhana antara kakak dan adik yang selalu saling mengusili, tetapi tak pernah berhenti peduli.

"Hahaha, kalian berdua kayak Tom and Jerry!"

Tawa seseorang yang terdengar jelas dari arah rumah sebelah langsung memecahkan suasana. Suara itu terdengar begitu riang dan tak asing di telinga Dalian.

Dia menoleh cepat ke arah sumber suara, dan benar saja, di balkon rumah tetangganya berdiri Karel dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia melambaikan tangan santai, seolah menyapa teman lama.

“Karel?!” seru Dalian dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung. “Ngapain lo di situ?!”

Karel mengangkat bahu sambil tertawa kecil. “Rumah gue di sini. Gue baru pindah minggu lalu. Jadi tetangga lo, Dalian!”

Dalian terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu. Dia melirik Kio yang juga tampak heran.

“Lo serius?” tanya Dalian, setengah tak percaya.

Karel mengangguk sambil menunjuk ke arah balkon rumahnya. “Lihat tuh! Gue bahkan bisa liat balkon lo tiap hari. Hebat, kan?”

Dalian merasakan wajahnya memanas. “Hah? Ngapain juga lo liatin balkon gue!” ucapnya cepat dengan nada kesal.

“Eh, gue nggak maksud gitu!” Karel buru-buru mengangkat tangan, memberi isyarat menyerah. “Tadi gue cuma nggak sengaja ngeliat pas kalian ribut. Kocak banget, sumpah!”

Dalian mendengus, sementara Kio yang duduk di sampingnya justru terlihat semakin tertarik.

“Kak Karel, jadi sekarang tetangga kita?” tanya Kio polos, matanya berbinar.

Karel mengangguk. “Iya, adik kecil. Nama kamu siapa?”

“Kio!” jawabnya dengan penuh semangat. “Kak Karel suka main game? Kio punya koleksi banyak di kamar.”

“Oh, gue suka banget main game!” balas Karel sambil tersenyum lebar. “Mungkin kapan-kapan gue mampir ke rumah lo, ya.”

Dalian langsung menyela, matanya memicing curiga. “Lo nggak bakal mampir ke rumah gue tanpa izin dulu, kan?”

Karel tertawa lagi. “Tenang aja, gue nggak seberani itu, kok. Tapi... kayaknya menarik juga sih kalau bisa ngobrol sama lo tiap hari.”

“Lo nih ya...” Dalian menutupi wajah dengan tangannya, merasa geli sekaligus jengkel.

“Dalian, lo lucu banget kalau lagi kesal,” celetuk Karel, membuat Dalian makin sebal.

Sementara itu, Kio malah tampak antusias. “Kak, kalau Kak Karel jadi tetangga, gue jadi punya teman baru dong! Seru banget!”

“Gue nggak yakin itu seru,” gumam Dalian pelan, matanya tetap mengawasi Karel yang berdiri santai di balkon sebelah.

Dalian kesal, hingga dia bermaksud masuk ke dalam rumah. Karel hanya menghela nafas, mencoba terbiasa akan sikap dalian yang mudah kesal.

Tapi, tak lama kemudian. Dalian dan Kio keluar rumah. Ingin beli sesuatu ke supermarket seberang.

Ketika Dalian dan Kio keluar dari rumah, suasana malam terasa sejuk. Angin lembut menggoyangkan dedaunan, dan cahaya lampu jalan memberikan kehangatan pada pemandangan.

Kio melompat-lompat kecil, seolah mencoba mengusik keseriusan kakaknya. "Jadi, kita beli apa aja, Kak?" tanya Kio, nada suaranya riang.

"Snack buat kamu, kebutuhan dapur buat Ibu, sama mie instan buat Kakak. Jangan lupa, jangan bikin malu," jawab Dalian sambil berjalan cepat, berusaha menyeberang jalan dengan aman.

Namun, begitu sampai di trotoar seberang, Kio tiba-tiba berteriak, "Loh, itu kan Kak Karel!"

Dalian spontan menoleh. Dan benar saja, di depan pintu masuk supermarket, Karel sedang berdiri dengan gaya yang sok casual.

"Oh Tuhan, dia lagi!" gerutu Dalian, sambil memijat pelipisnya.

Kio malah tertawa. "Kak, jangan-jangan dia ngikutin kita?"

"Ngapain juga dia ngikutin kita, dasar bocah." Dalian mencoba menjelaskan, meski nada suaranya penuh kekesalan.

Ketika mereka mendekat, Karel menyapa dengan senyum lebar, "Wah, nggak nyangka ketemu kalian lagi. Dunia ini sempit banget, ya?"

Dalian hanya melirik malas. "Supermarket di sini cuma satu. Wajar aja ketemu, Karel."

Karel tertawa kecil. "Iya sih, tapi kayaknya takdir suka bikin kita ketemu terus."

"Takdir kepala lo," gumam Dalian pelan sambil menarik tangan Kio menuju pintu masuk supermarket, mengabaikan Karel yang masih berdiri di sana.

Namun, bukannya menjauh, Karel malah ikut masuk ke dalam supermarket, membuat Dalian mendesis kesal. "Karel, lo mau beli apa sih?" tanya Dalian akhirnya, menatap tajam ke arahnya.

Karel mengangkat bahu santai. "Oh, gue cuma mau liat-liat. Siapa tau butuh sesuatu."

"Kalau nggak butuh, pulang aja," balas Dalian dengan nada dingin.

Kio menyikut Dalian pelan sambil berbisik, "Kak, jangan galak-galak. Nanti dia baper."

Karel yang mendengar itu tertawa lagi. "Tenang aja, gue udah kebal sama Kak Dalian yang jutek. Ini bagian dari pesonanya, kan?"

Dalian menatapnya dengan sorot mata tajam. "Gue serius, Karel."

"Tapi gue juga serius, Dalian," jawab Karel dengan senyum yang sulit diartikan.

Akhirnya, Dalian memutuskan untuk mengabaikan Karel dan fokus mencari barang belanjaan.

Tapi Karel tetap mengikutinya seperti bayangan. Bahkan, Karel menawarkan untuk membawa keranjang belanjaan mereka, membuat Kio semakin terhibur.

"Kak Karel baik banget ya," kata Kio sambil tersenyum lebar.

"Dia baik karena nyebelin," balas Dalian cepat, membuat Kio tertawa lagi.

Di tengah suasana yang aneh itu, Karel dengan santainya bertanya, "Eh, gue traktir es krim, mau nggak?"

Dalian berhenti, menatapnya. "Lo bercanda?"

"Nggak. Beneran. Gue traktir. Anggap aja hadiah karena gue suka bikin lo kesal."

Kio langsung melompat kegirangan. "Mauuu! Kak Dalian, kita ambil es krim ya!"

Dalian mendesah panjang, merasa kalah. "Ya udah, tapi sekali ini aja, Karel. Dan abis ini, jangan ngikut-ngikut lagi!"

Karel tersenyum lebar. "Deal!"

1
Bu Kus
wah serem dan menegangkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!