Bagaimana jadinya jika seorang gadis manja harus menjadi pengasuh 3 anak CEO nakal yang tiba-tiba sangat lengket padanya?
Rosetta, seorang gadis cantik yang berusia 19 tahun, adalah putri seorang bupati yang memiliki keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri. Namun ayahnya telah membuat keputusan sepihak untuk menjodohkan Rosetta dengan seorang pria tuatua bernama tuan Bramasta, yang memiliki usia dan penampilan yang tidak menarik. Rosetta sangat enggan dengan keputusan ini dan merasa bahwa ayahnya hanya menggunakan dia sebagai alat untuk meningkatkan karir politiknya.
Hingga puncaknya Rosetta memutuskan untuk kabur dari rumah. Di sisi lain ada Zein arga Mahatma, seorang bussiness man dan single parents yang memiliki tiga anak dengan kenakalan di atas rata-rata. Karena kebadungan anak- anaknya juga tak ada yang sanggup untuk menjadi pelayan di rumah nya.
Dalam pelarian nya, takdir mempertemukan Rosetta dan ketiga anak Zein yang nakal, bagaimana kah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter : 15
Rosetta menghela napas lega, seolah beban berat di pundaknya mendadak hilang. Namun, senyum kecil di wajah Zein membuat jantungnya berdegup semakin kencang. Dalam keadaan seperti ini, seharusnya dia bisa merasa nyaman, tetapi justru sebaliknya, rasa gugupnya semakin menjadi-jadi.
"Ekhem, baiklah kalau begitu tuan... " Rosetta dengan tangannya perlahan menjauhkan tubuh pria itu membuat Zein akhirnya menegakkan badannya kembali.
"Cie!cie! ' Tiba-tiba saja dari arah samping, seruan itu terdengar, ketika mereka menoleh Alvaro dan Alaska sudah ada di sana, menatap keduanya sambil menahan senyum.
" Papa dan kak sissy, abis ngapain? " tanya Alaska, yang tentu saja terdengar ambigu bagi mereka. Rosetta dan Zein jelas langsung di sergap rasa canggung, mereka mengalihkan nya dengan membuang pandangan ke arah lain.
"Papa dan kak sissy tidak melakukan apa-apa hanya mengobrol, " ujar Zein, jujur.
"Oh ngobrol, " Alvaro malah menimpali dengan nada sedikit mengejek seraya menatap adiknya lalu mereka kompak cekikikan.
Rosetta mengerjap. "B- benar kok. "
Zein menggeleng pelan. "Alvaro, Alaska. Kapan kalian kembali? "
"Baru saja pah. " sahut Alvaro.
Zein mengangguk- angguk, melirik sekilas ke arah Rosetta. Sebenarnya ia bertanya tadi karena mengalihkan topik, sebab tahu gadis di sampingnya itu sudah gugup setengah mati.
"Ya sudah, kalian ke kamar dan ganti baju. " perintah Zein pada mereka.
Alvaro dan Alaska meletakkan di samping kening seperti gaya hormat seorang kapten. "Siap pah! " seru keduanya lalu langsung berlari menuju kamar sambil dorong- dorongan dan tertawa.
Zein menghela napas seraya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anak kembar nya itu, lalu fokus nya kembali ia alihkan kepada gadis di samping nya.
Rosetta dengan cepat menundukkan wajahnya kembali tapi mendadak saja dia mencium bau gosong, mata bulat nya melebar. "Astaga, spaghetti nya! "
Dia buru- buru saja berlari ke arah kompor, dan ketika di periksa dia melihat air di dalam panci sudah mengering, bersamaan dengan mie spaghetti yang dia rebus sudah berubah menghitam dengan asap yang mengepul ke udara.
Dengan cepat Rosetta mematikan kompor. Dengan sedikit terbatuk dia memindahkan panci ke wastafel. Di lihatnya tak ada yang bisa di selamat kan, mie yang dia rebus sudah menghitam tak tertolong. Wajahnya lesu, menunjukkan kesedihan.
Zein yang sejak tadi hanya memperhatikan lantas mulai mendekat ke arahnya.
"Sebenarnya apa yang ingin kau masak? " tanya Zein, melihat mie yang sudah menghitam dia yakin gadis itu lupa jika sedang memasak mie di atas kompor.
"Awalnya aku bingung ingin memasak apa. Tapi tadi Chiara menyarankan untuk memasak spaghetti saja, " jawab Rosetta. "Tapi sekarang sudah gosong, " lanjut nya dengan menghela napas, sendu.
Zein mengangguk sekilas, ia lantas tiba- tiba saja membuka jas dan melemparkan nya asal ke atas kursi. Lalu pria itu melipat lengan bajunya hingga ke siku.
"Baiklah, persiapkan bahan- bahan. Aku akan membantu mu memasak. "
Netra Rosetta berpendar. "Benarkah? "
"Ya, bukankah tadi kau bilang ingin belajar memasak? jadi sekalian saja, aku yang mengajarkan mu. "
Wajah Rosetta sumringah, lantas dia menganggukkan kepala dengan cepat. "Baiklah kalau begitu tuan. "
Diam-diam Zein tersenyum kecil melihat semangat gadis itu. Ia mulai dengan menyiapkan bahan dan bumbu yang di perlukan.
"Pertama-tama, kau bisa coba untuk merebus pasta lagi. Ayo, ambil air dan panaskan di atas kompor," Zein menginstruksikan sambil menunjukkan langkah-langkah yang tepat. Rosetta mengikuti perintah dengan hati-hati. Matanya memperhatikan setiap gerakan Zein, mengamati bagaimana lelaki itu bergerak dengan luwes di dapur, seolah-olah memasak adalah bagian dari dirinya.
"Sementara itu, kita bisa menyiapkan sausnya," lanjut Zein. "Apa kau suka saus tomat atau saus krim?"
"Saus tomat, tentu saja! Itu yang paling aku suka," jawab Rosetta antusias.
"Bagus. Sementara air mendidih, kita akan memotong bawang, tomat, dan bumbu lainnya." Zein mengambil pisau dan mulai memotong sayuran dengan cekatan, mengajarkan Rosetta cara yang benar untuk memegang pisau dan cara memotong hingga ukuran yang cocok.
Rosetta memperhatikan dengan seksama. Tangan Zein bergerak cepat, dan dalam sekejap, bawang dan tomat sudah siap. Rasanya, setiap gerakan itu membuat hatinya berdebar lebih kencang. Dengan rasa percaya diri yang baru, Rosetta mencoba meniru cara Zein.
"Jangan terburu-buru, santai saja," kata Zein sambil membantu mengatur tangannya. "Kualitas lebih penting daripada kecepatan."
Ketika potongan pertama berhasil, wajah Rosetta berkilau dengan kebanggaan. "Aku berhasil!" serunya gembira.
Zein tersenyum kecil melihat ekspresi gadis itu. "Bagus, kau belajar cepat. Sekarang kita lanjutkan."
Setelah air mendidih, mereka memasukkan spaghetti ke dalam panci sambil terus mengaduk saus di wajan terpisah. Rosetta terus memperhatikan Zein sambil mempelajari apa yang pria itu ajarkan, mata Rosetta berbinar terang memperhatikan setiap gerakan Zein dan cara pria itu mengajarkan nya. Hatinya kembali berdebar. Dia bukan anak kecil lagi yang tidak tahu perasaan ini.
Rosetta menyukai Zein. Sepertinya dia harus mulai mengakui fakta ini.
Udara di dapur semakin hangat, bukan hanya karena panas kompor, tetapi juga karena kedekatan yang mulai terjalin antara mereka.
"Kalau sudah matang, kita tinggal campur semuanya, " kata zein lantas menoleh pada Rosetta yang lagi- lagi sedang memperhatikan dirinya dengan lekat.
"Apa kau mengerti? " tanya Zein.
"Y- ya. Aku mengerti! " sahut Rosetta dengan sedikit tergagap karena lagi- lagi merasa tertangkap basah karena tak mengalihkan pandangannya dari pria itu.
"Bagus. Ku harap setelah ini kau bisa menguasai resep- resep yang lain. "
Rosetta mengangguk dengan mantap. "Aku pasti akan terus belajar."
Zein mendengkus kecil, harus dia akui, dia menyukai semangat gadis itu.
Tak lama kemudian, spaghetti mereka sudah siap disajikan. Rosetta mengatur piring dengan hati-hati sambil Zein menuangkan saus di atas pasta.
Begitu semuanya siap, mereka duduk di meja makan. Zein mengambil sendok dan mencobanya terlebih dahulu. Dengan ekspresi serius, ia menggigit spaghetti yang telah disiapkan.
“Bagaimana?” tanya Rosetta, jantungnya berdegup penuh harap.
Zein terdiam sesaat. "Hmmm, ini enak! " ujarnya dengan jujur. "Tapi kau bisa meningkatkan nya lagi. "
Rosetta tersenyum lebar. Meski harus banyak belajar lagi dia senang dengan pujian itu. "Baik tuan. "
Rosetta berdiri. "Aku akan panggilkan Alvaro, Alaska dan Chiara! "
Zein mengangguk. Tapi sebelum Rosetta berbalik tawa riang dari anak-anak itu sudah terdengar. Ternyata ketiganya sudah lebih dulu menghampiri.
"Atee, sissy. Di mana spaghetti ku? " si riang Chiara duduk dengan tertib di kursi nya.
Rosetta tertawa. "Sudah siap sayang. "
"Aku juga mau! "
"Aku juga! "
Alvaro dan Alaska berucap hampir serempak. Rosetta mengangguk lalu membagikan spaghetti di atas piring mereka.
Sementara Zein duduk dengan tenang sambil memperhatikan semuanya, senyum kecil terbit di wajahnya yang selalu keras itu. Rasanya sudah lama dia tidak merasakan kehangatan seperti ini.
Tapi tiba-tiba saja ponselnya berdering. Saat di lihat, ternyata pesan dari Victoria.
(Ingat Zein, jangan lupa untuk makan malam. Persiapkan dirimu dengan tampan. Aku mencintaimu😘😘
Victoria).
******