Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Kepala Tejo makin pusing,setelah Rangga berhasil ia usir, kini datang pula adik iparnya, Masitha, ibunya Rangga.
Kepada istrinya saja, Tejo belum berterus terang mengatakan alasannya mengusir Rangga.
Sekarang, Masitha datang, mungkin ingin melabraknya karena telah mengusir Rangga.
Jika pantas, ingin sekali Tejo mengusir Masitha juga, tapi hal itu tidak mungkin ia lakukan, selain telah menjadi kakak ipar, umur Masitha juga dua tahun lebih tua dari Tejo.
"Ada keperluan apa kakak ke sini? Apakah untuk menjemput Rangga? Bukankah Rangga sudah pulang?"
Pertanyaan beruntun meluncur dari mulut Tejo.
"Hei, mengapa pula kau tanyakan itu? Kalian keluargaku, wajar saja aku datang, atau kau tak suka. Aku datang? Biar tahu saja aku!"
Dengan gaya khas Medan, Masitha membalas omongan Tejo, mimik mukanya pun bersungut sungut menunjukkan jika kesal dengan respon yang ditunjuk oleh adik iparnya tersebut.
"Bukan gitu kak, aku cuma heran saja dengan kedatangan kakak, pada hal Rangga baru dari sini".
"Baiklah, aku akan terus terang, apa yang telah terjadi dengan Rangga?", tanya Masitha to the point.
" Burungnya Rangga bengkak, karena ditusuk oleh seorang gadis, Nadira namanya.
Gadis itu cuma membela diri karena sudah diperkosa oleh. Rangga!"
Tak mau lagi berbasa basi,Tejo akhirnya memilih berterus terang.
"Apa!?", teriak Mira kencang. Ia begitu syok mendengar ucapan suaminya itu.
Berbeda dengan Masitha, ia justru terlihat sangat tenang.
" Biar dirasakan Rangga, dia pikir bisa seenak udelnya berbuat semaunya pada perempuan?"
Tak ada raut kecemasan di wajah Masitha, perempuan keras itu begitu tenang, seolah nuraninya sebagai ibu tak tersentuh dengan kemalangan yang sedang menimpa anaknya.
"Kak, bagaimana jika itunya Rangga rusak, ia bakal tidak bisa punya keturunan", ucap Mira cemas. Ia memegangi lengan Masitha kuat.
" Biarkan saja! Lagi pula, Rangga sudah punya anak dengan janda sebelah!
Seorang anak laki laki, mirip sekali dengan Rangga kecil.
Namun karena itu hasil perbuatan zinah dan janda itu juga sudah menikah lagi, kami tidak bisa berbuat apa apa! Tak ada hak kami sama sekali, karena anak itu di bawah kekuasaan hukum oleh ibunya".
Datar tanpa emosi, Masitha berkata.
"Kak?! Tapi setelah ini, Rangga tidak bisa lagi memiliki keturunan?", pekik Mira tak terima, kakaknya begitu tak peduli dengan nasib malang putra satu satunya itu.
" Lalu, aku harus bilang apa ?", hardik Masitha.
"Datangi keluarganya, Lilis dan Bardi! Minta pertanggung jawaban pada mereka!"
"Kami gila atau bodoh hah?! Tidak ada urusan mereka dengan masalah ini! Mau tidak mau, suka tidak suka, kau harus mengakui jika keponakanmu itu memang bandit kelamin.
Sejak sekolah dulu dia sudah berhubungan dengan Rosna, bahkan sampai punya anak! Lalu aku menuntut orang lain yang tak bersalah karena kesalahan anakku?
Tidak! Biarkan saja Rangga menanggung akibatnya! Biarkan seumur hidupnya dia tidak bisa meniduri perempuan!"
Sorot Masitha begitu tajam, hatinya benar benar membatu, keras tak tersentuh.
Namun hangan tanya apa yang dia rasakan dalam hatinya, sebenarnya jiwanya hancur berderak tak tentu.
Putra yang ia didik dengan cinta dan doa, bisa berlaku liar dan ganas setiao kali ia berhasrat.
"Kasih aku minum! Masa tamu datang tidak disuguhi apa apa!", cetus Masitha.
Sebenarnya ia paham, mengapa adik tersayangnya itu lupa untuk menyuguhinya minum. Ia tahu, Mira juga sangat syok begitu mendengar berita ini.
" Maaf kak! Sebentar!"
Mira begegas ke dapur, lantas menuang air putih ke gelas besar dan membawanya ke ruang tamu.
"Ini kak!"
Segera Masitha menyambar gelas dari tangan Mira. Dann langsung meneguk hingga air tinggal segelas.
"Antar aku ke rumah keluarga gadis itu!", ajak Masitha pada Tejo.
" Tapi untuk apa kak?"", tanya Mira cemas.
"Mau ku lamar jadi menantu!", jawab Masitha lugas..
" Tapi kak..!", ucap Mira menggantung.
Begitu juga dengan Tejo, ia ingin melarang kakak iparnya karena ia sudah tahu jika Nadira sudah pergi.
Namun Tejo tidak memlikii nyali untuk melarang, maka ia biarkan saja keinggginan kakak iparnya itu.
"Paling tidak aku sudah punya cucu jika gadis itu hamil! Ayo Tejo!"
Tanpa mengatakan apa apa, Masitha lantas berjalan keluar.
Beberapa menit berada di boncengan Tejo, akhirnya di sinilah Masitha berada, di ruang tamu pasangan Lilis dan Bardi.
"Apa kita pernah bertemu? Dan maaf, ada kepentingan apa ibu datang ke rumah saya?", tanya Lilis sopan.
Ia bingung mengapa ada wanita asing yang tidak dia kenal datang ke menemuinya bareng Tejo, suami Mira, teman karibnya.
" Ini tentang Nadira! Bisa saya bertemu dengannya?"
Seperti biasa, perempuan bergaris wajah keras itu berkata tegas.
Tentu saja Lilis dan Bardi terkejut, perempuan asing itu mencari Nadira? Untuk apa? Keduanya saling berpandangan dalam kebingungan yang sama.
"Tapi Nadira tidak ada di sini! Ia tinggal di asrama dekat kampusnya".
Kali ini Bardi yang menjawab dengan suara datar. Firasatnya mengatakan, tamunya ini sedang membawa berita tidak bagus.
" Tolong beri tahu alamatnya, biar saya sendiri yang akan menemuinya!"
Raut muka Tejo menegang, ia gemetar mendengar kekerasan niat kakak iparnya itu untuk bertemu dengan Nadira.
Ia tahu Nadira sudah tidak melanjutkan kuliah lagi dan kabur entah kemana membawa luka yang sebabkan oleh kelakuan bejat keponakannya itu.
"Untuk apa anda mencari Nadira? Apakah Nadira memiliki hutang dengan anda?"
Kali ini suara bi Lilis terdengar tegas saat ia bertanya pada Masitha.
"Tidak! Tapi ia telah membawa calon cucuku!"
"Wah, mengapa bisa begitu? Tolong bicara yang jelas, agar kami yang bodoh ini paham, apa maksud omongan anda!"
Kedua perempuan itu sepertinya sudah sama sama berusaha saling mengintimidasi.
"Maafkan saya sebelumnya, anak saya sudah melecehkan keponakan kalian, dan saya datang untuk melamar Nadira! Kami akan bertanggung jawab!"
Bardi mendongak, lalu menatap Masitha dan istrinya, Lilis dengan mulut terbuka.
"Apa? Nadira diperkosa?"
Tubuh Bardi merosot ke bawah, ia tidak menyangka sang keponakannya itu mengalami nasib setragis itu.
Perasaan bersalah menghantam dadanya yang kian menyesak. Tak tahan menanggung sedih, laki laki itu tanpa malu tergugu dalam tangisnya.
"Maafkan aku bang! Aku gagal menjaga anakmu!"
Kembali ia merasa bersalah yang sangat kepada almarhum abang sepupunya itu karena tidak berhasil membujuk Nadira untuk tinggal bersamanya.
"Sekali lagi maafkan saya! Sebagai orang tua Rangga, kami ingin bertanggung jawab pada Nadira dengan menikahkan Rangga dan Nadira!"
Tejo makin belingsatan, ia paling tidak setuju Nadira menikah dengan Rangga.
Ia tahu betul, betapa berbudinya Nadira dan betapa bajingannya sang keponakan.
Nadira masih muda, cantik, cerdas dan masih panjang perjalanan hidupnya ke depan.
Gadis itu berhak berbahagia, tapi tidak bersama dengan Rangga.
"Tidak!", ucap Lilis tegas.
" Lagi pula belum tentu, Nadira mau dengan usul anda itu! Pak, tolong hubungi Nadira!", Lanjut Lilis lalu menoleh pada Bardi dan memintanya untuk menghubungi Nadira.
"Ponselnya tidak aktif bu!", ucap Bardi lesu.
"Whush..!"
Hembusan udara lega keluar dari mulut Tejo.Doanya terkabul, Bardi dan Lilis menolak keinginan Masitha.
"Jika begitu, kita tunggu saja bagaimana keputusan Nadira nanti, karena biasanya, jika ia tidak menjawab panggilan kami, dia akan menghubungi balik", kata Lilis.
" Kalau begitu saya pamit! Ingat niat saya baik, saya ingin bertanggung jawab pada Nadira, jika kalian berubah pikiran, tolong hubungi saya, nomor saya ada pada Tejo".