Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.
Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15 : menggapai mimpi
Putri mulai merasakan kebimbangan yang semakin mengganggu pikirannya. Setiap kali dia berada di angkringan, pikirannya terus menerawang, teringat akan audisi menyanyi yang dilihatnya di televisi. Hari-harinya diisi dengan rasa gelisah dan tidak fokus. Bahkan saat melayani pelanggan, senyum yang biasa ia berikan terasa dipaksakan. Tiara, yang selalu peka terhadap sahabatnya, melihat ada yang tidak beres pada Putri. Wajah Putri yang biasanya ceria kini sering kali terlihat bingung dan tidak tenang.
Suatu sore, ketika angkringan mulai sepi dari pelanggan, Tiara mengajak Putri duduk di belakang warung untuk berbicara empat mata. Putri tahu, saatnya telah tiba untuk menceritakan apa yang selama ini ia rasakan. Dengan hati yang berat, Putri mulai bercerita tentang mimpinya yang kembali bangkit setelah melihat pengumuman audisi menyanyi di televisi.
“Tiara… aku tidak bisa berhenti memikirkan audisi itu,” ucap Putri dengan suara pelan. “Aku ingin ikut, tapi aku takut mengecewakanmu. Kita sudah membangun angkringan ini dengan susah payah. Aku tidak ingin lari dari tanggung jawab dan meninggalkanmu sendirian.”
Tiara tersenyum mendengar curahan hati Putri. Namun, senyum itu penuh dengan ketenangan, seolah Tiara sudah mengetahui apa yang akan dikatakan Putri.
“Oh jadi ini soal audisi. Sebenernya aku udah tahu kok, Put,” jawab Tiara dengan lembut. “Itu sebabnya aku berinisiatif buat mendaftarkan kita berdua untuk ikut audisi.”
Putri terkejut mendengar pengakuan Tiara. “Apa? Kamu udah daftarin aku?” Putri hampir tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Tiara mengangguk. “Aku sengaja gak kasih tau kamu soalnya pengen kasih kejutan. Aku tahu gimana perasaanmu tentang menyanyi, aku tahu itu adalah impian terbesarmu. Jadi aku gak akan membiarkanmu mengorbankan mimpi itu.”
“Tapi... Gimana dengan angkringan?” tanya Putri, suaranya terdengar cemas.
Tiara tersenyum lagi, kali ini dengan lebih ceria. “Aku udah bicara dengan Raka dan ibu. Mereka bersedia membantu mengelola angkringan selama kita fokus pada audisi. Jangan khawatir soal itu, semuanya sudah diatur.”
Putri merasa campuran kebahagiaan dan kelegaan setelah mendengar penjelasan Tiara. Beban yang selama ini menghimpit hatinya seakan hilang seketika. Ia tidak lagi merasa takut atau bimbang. Sahabat terbaiknya, Tiara, sudah memikirkan semuanya untuknya.
Putri merasakan air mata bahagia menetes di pipinya. Ia tersenyum lebar dan memeluk Tiara erat-erat. “Makasih, Ra… kamu sahabat terbaik yang pernah kumiliki.”
Tiara hanya tertawa kecil dan membalas pelukan Putri. “Kamu juga, Put. Kita akan melakukan ini bersama-sama.”
Putri merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Kini, dengan dukungan penuh dari Tiara, ia siap menghadapi audisi yang akan datang dan mengejar impiannya menjadi seorang penyanyi.
Semoga judul dan cerita ini sesuai dengan yang kamu bayangkan. Jika ada yang ingin kamu tambahkan atau ubah, jangan ragu untuk memberitahuku!
Hari yang dinantikan akhirnya tiba, hari audisi yang telah membuat Putri dan Tiara cemas sekaligus bersemangat. Pagi itu, suasana di rumah begitu tenang, namun di dalam hati Putri, debaran jantungnya tidak pernah berhenti. Bahkan sarapan pagi terasa hambar karena pikirannya terus melayang pada audisi yang akan mereka hadapi.
“Sudah siap, Put?” Tiara bertanya sambil tersenyum, berusaha memberi semangat pada sahabatnya.
Putri mengangguk meski rasa gugup tetap tidak bisa ia sembunyikan. “Iya, tapi aku takut kalau nanti suaraku tidak keluar,” ucap Putri sambil menatap ke bawah, memegang erat-erat botol air mineral di tangannya.
Tiara tertawa kecil dan merangkul bahu Putri. “Hei, kamu harus percaya diri. Aku yakin kita bisa melakukan ini. Toh, kita sudah latihan dengan baik, kan? Ingat, yang penting adalah menjadi diri sendiri di atas panggung.”
Putri hanya bisa mengangguk, mencoba meredakan kegelisahannya. Mereka berdua segera berangkat ke tempat audisi yang berada di gedung besar di tengah kota. Sepanjang perjalanan, Putri dan Tiara saling menyemangati satu sama lain, meski rasa tegang masih menyelimuti mereka.
Sesampainya di tempat audisi, suasana begitu ramai. Ratusan peserta audisi dari berbagai daerah datang dengan harapan yang sama, mengejar mimpi mereka menjadi seorang penyanyi. Mereka menunggu dengan sabar, duduk di deretan kursi panjang yang disediakan, mengisi waktu dengan berlatih lagu-lagu yang akan mereka bawakan.
Waktu terus berjalan, dan siang berubah menjadi sore. Putri dan Tiara mulai merasa lelah setelah menunggu begitu lama. Mereka berdua hampir kehabisan tenaga karena panggilan untuk audisi tak kunjung tiba. Matahari pun mulai tenggelam, dan ruangan audisi semakin sepi seiring peserta-peserta lain yang gugur satu per satu.
Akhirnya, sekitar pukul 10 malam, nama mereka berdua dipanggil. Perasaan gugup dan lelah seketika menghilang, digantikan dengan gelombang semangat baru. Putri diminta untuk tampil lebih dulu.
Putri berdiri di panggung, lampu sorot yang terang menyinari tubuhnya, membuatnya merasa sedikit bergetar. Di hadapannya, tiga juri duduk dengan tatapan tajam, siap menilai setiap gerakannya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Lagu yang akan ia bawakan adalah “Pudar” dari Rossa, lagu yang selalu berhasil membuatnya merasa emosional setiap kali menyanyikannya.
Saat intro musik mulai mengalun, Putri menutup mata sejenak, membiarkan lirik-liriknya mengalir dari hatinya. Suaranya yang lembut dan penuh perasaan membungkus setiap kata yang ia nyanyikan. Meski ada rasa gugup yang sempat mengganggu, ia berhasil menyalurkan emosinya ke dalam lagu dengan begitu baik. Ketika lagu berakhir, ruangan hening sejenak sebelum tepuk tangan dari para juri terdengar. Putri lolos ke tahap berikutnya.
Air mata bahagia mengalir di pipinya saat ia turun dari panggung. Tiara menyambutnya dengan pelukan hangat. “Kamu luar biasa, Putri! Lihat, aku bilang kan kau pasti bisa!”
Sekarang giliran Tiara. Meski terlihat lebih tenang dari Putri, jantung Tiara berdegup kencang saat dia melangkah ke panggung. Lagu pilihannya adalah “Grenade” dari Bruno Mars, lagu yang penuh tenaga dan emosi. Suara Tiara yang kuat dan penuh percaya diri langsung menggema di ruangan, membuat para juri terpukau sejak nada pertama. Penampilannya yang energik dengan sedikit rasa gugup di awal berhasil mendapatkan tepukan tangan yang meriah dari para juri. Sama seperti Putri, Tiara juga lolos ke tahap berikutnya.
Saat mereka berdua menerima tiket audisi untuk ke Jakarta, perasaan tidak percaya meliputi hati mereka. Mereka berhasil! Setelah berjam-jam menunggu, melewati rasa gugup dan cemas, akhirnya mereka bisa melangkah ke tahap berikutnya, audisi di Jakarta.
“Ini benar-benar nyata, Tiara,” kata Putri dengan suara bergetar. “Kita benar-benar lolos!”
Tiara hanya tertawa sambil menatap tiket audisi di tangannya. “Iya, Put. Ini mimpi yang jadi kenyataan!”
Mereka pulang bersama dengan perasaan yang campur aduk antara bahagia, tidak percaya, dan sedikit lelah. Di rumah, Raka dan ibu Tiara sudah menunggu dengan penuh harap. Begitu mereka menceritakan hasil audisinya, suasana rumah langsung berubah menjadi penuh keharuan. Ibu Tiara menangis bahagia dan memeluk keduanya erat-erat. Raka pun ikut tersenyum lebar, bangga melihat kakaknya dan Putri berhasil mencapai tahap yang lebih tinggi.
“Aku tahu kalian pasti bisa,” ujar Ibu Tiara dengan mata berkaca-kaca. “Kalian berdua memang berbakat sejak dulu.”
Tangis haru memecah keheningan malam di rumah itu. Rasa bangga dan bahagia begitu kuat terasa, seolah-olah mimpi besar mereka yang dahulu hanya sebatas angan, kini mulai terwujud sedikit demi sedikit.
Malam itu, Putri dan Tiara tidur dengan perasaan penuh kebahagiaan. Di ranjang mereka, dua tiket audisi untuk Jakarta tersimpan rapi di meja. Meskipun lelah, hati mereka begitu hangat. Mereka tidak sabar untuk menghadapi babak baru dalam hidup mereka, audisi di Jakarta yang menanti di depan mata.