Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Pengusa wanita Vin?" Felix sontak kaget. Ia berharap bukan wanita rambut pirang seperti yang diselidiki ajudan.
"Benar Bang, dalam berdatang sebaiknya kita tidak usah melihat siapa pembelinya bukan? Yang penting, ia berani membeli saham sesuai harga yang ditentukan pasar" Alvin berkata panjang lebar, menceritakan jika sahabatnya beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa akan investasi saham saat harga sedang turun seperti sekarang.
"Baiklah... sebenarnya saya juga sayang menjual saham saat harga sedang turun begini Vin" Felix sebenarnya rugi menjual saham saat ini, tetapi biaya rumah sakit Dania lebih penting.
Deerrtt... Deerrtt... Deerrtt...
Hingga beberapa saat investor belum juga tiba, handphone Felix bergetar. "Sebentar ya Vin, saya angkat telepon dulu"
"Silakan Bang"
Felix pun keluar ruangan mengangkat telepon dari orang tua Dania. Felix kaget, mendengar mertuanya marah karena meninggalkan Dania seorang diri.
"Saya sedang ada urusan penting Ma, baiklah saya segera kembali" Felix menutup handphone ketika si penelpon menyudahi, kemudian kembali ke ruangan Alvin.
"Vin, masalah saham saya serahkan kepada kamu" Felix berpesan kepada Alvin jika investor sudah mau membeli sesuai harga, agar transfer setengahnya hari ini juga.
"Baik Bang"
Felix menitipkan berkas kepada Alvin agar ditandatangani investor, dan juga nomor rekening sebelum akhirnya pergi.
***************
Di salah satu kampus tiga orang wanita baru keluar dari kelas. "Siti, kamu duluan ya, aku ada urusan di luar" seru Sifa berjalan setengah berlari menuju parkiran kampus. Dia starter motor setelah memasang helm kemudian berangkat.
Ya, saat ini Sifa sudah mulai kuliah ambil jurusan farmasi untuk memperdalam ilmu pengetahuan tentang usaha yang saat ini dia geluti. Untuk memperluas area penjualan, Sifa juga merekrut para mahasiswi yang membutuhkan pekerjaan sambil kuliah.
15 menit kemudian, wanita cantik itu tiba di perusahaan Alvin. Setelah parkir, ia berjalan tergesa-gesa karena sudah ditunggu oleh pengusaha yang akan menjual sahamnya.
"Itu kan Felix" ucapnya ketik tiba di lobby. Sifa mundur kembali, lalu bersembunyi. Ia tidak mau berpapasan dengan Felix yang akan merusak mood nya untuk saat ini. Hanya dalam hitungan menit, Felix pun lewat di depan Sifa tanpa Felix tahu.
Aroma parfum mahal yang dulu selalu membuat wanita merasa betah ketika berada di samping Felix, kini hanya terendus aroma loundry ketika pria itu melintas. Sifa menatap Felix yang tengah berjalan ke arah parkiran mobil. Setelah aman, kemudian masuk lobby.
Tiba di depan ruangan Alvin yang baru pertama dia datangi, Sifa diantar sekretaris masuk ke ruangan. "Maaf Al, aku terlambat" Sifa menceritakan ketika berebut jalan dengan anak-anak yang baru pulang sekolah hingga datang terlambat.
"Hais, kamu nyasar kemana Sifa, janji 10 menit tapi sampai 15 menit" Alvin berkelakar, lalu menanyakan tentang kuliah Sifa.
"Lancar Al, di kampus itu asik loh, banyak berondong, hihihi..." Sifa mentertawakan candaan sendiri.
"Terus kenapa berondong di depan kamu ini kamu angguri Sifa..." seloroh Alvin.
"Shory... mana pengusaha yang ingin bertemu aku Al?" Sifa mulai serius ke tujuan awal, ia menyapu ruangan Alvin tetapi tidak menemukan siapapun.
"Orangnya sudah pergi, tetapi dia menitipkan berkas. Sebaiknya kamu baca dulu kalau sudah cocok lalu tanda tangan" Alvin menyerahkan berkas kepada Sifa.
"PT Felix grup?" Sifa menjatuhkan bolpoin yang ia pegang, karena terkejut.
"Kenapa Sifa?" Alvin mengerutkan kening.
"Tidak-tidak, kamu sudah gila Al" Sifa mengatakan mana mungkin mampu membeli setengah saham perusahaan Felix yang besar itu.
"Makanya kamu baca dulu Sifa..." Alvin mengatakan bahwa saham perusahaan Felix bukan milik sendiri karena sebagian besar sudah dia jual ke investor lain.
"Masa sih..." Sifa menggangguk kemudian membaca berkas sampai selesai. "Jadi saham lelaki brengsek itu hanya tinggal segini Al? Nah, nah. Bangkrut juga itu manusia!" Sifa tiba-tiba marah.
"Sifa... kenapa kamu selalu marah apapun yang ada sangkut pautnya dengan Felix? Apa kamu pernah punya masalah sama Dia?" Cecar Alvin, ia lama-lama merasa curiga dengan Sifa.
"Aku dulu pernah bekerja di perusahaan itu Al" jujur Sifa, tetapi belum mau menceritakan masalalu nya dengan Felix. Terlalu aib karena Sifa wanita pendosa yang sudah menyerahkan kehormatannya untuk pria yang belum sah menjadi suami.
"Ooh..." Alvin tidak mau banyak tanya, ia lantas menyimpulkan bahwa Felix bos galak hingga membekas di hati Sifa hingga sekarang.
"Felix juga menitipkan nomor rekening Sifa" Alvin mengetik nomor rekening lalu mengirimkan ke handphone Sifa.
"Baik, Al" Sifa segera transfer saat itu juga, bibirnya tersenyum menatap nomor rekening bank milik Felix. Rupanya begitu mudahnya Sifa mendapat jalan untuk melanjutkan dendamnya. Felix nyata-nyata memberi umpan, membuat Sifa tidak harus susah-susah mencari celah. "Cepat atau lambat kamu akan merasakan bagaimana menjadi orang rendahan Felix, dan kamu akan selalu diinjak-injak orang seperti keset. Seperti kamu dulu memperlakukan aku" senyum Sifa mendadak hilang wajahnya berubah merah padam.
Tuk!
Bolpoin mengetuk hidung mancung Sifa. "Malah bengong" Alvin geleng-geleng.
"Al, tolong rahasiakan kepada Felix, jika yang membeli saham ini aku ya"
"Beres" Alvin mengacungkan jempol.
"Kalau gitu... Aku pamit dulu, Al" Sifa akan mengunjungi apotek, mengecek parfum rempah-rempah yang ia titipkan di sana.
"Kamu sudah makan siang belum?"
"Belum sih..."
"Kalau gitu kita makan siang dulu" Alvin menumpuk berkas sebelum beranjak. Ia akan ambil kesempatan ini sebelum Sifa menolak.
"Okay..." Sifa kali ini tidak mau membantah.
Keduanya berjalan bersebelahan saling melirik, hingga senyum manis muncul di bibir Sifa karena Alvin sudah mulai menggombal.
"Kamu kalau tersenyum gitu rupanya cantik juga" Alvin terkekeh.
"Mulai deh" Sifa tersipu malu lalu menoleh para wanita yang ngobrol di kubikel tiba-tiba berhenti ketika mereka lewat.
"Eh, eh. Wanita rambut pirang yang lewat tadi ternyata calon istri bos" beberapa karyawan yang sedang santai memandangi keduanya dengan perasaan kagum.
"Iya, mereka cocok sekali" masing-masing berkomentar.
Sementara Alvin dengan Sifa makan di restoran yang tidak jauh dari kantor. Tidak bosan-bosannya Alvin selalu menggoda Sifa, bahkan bermaksud menyuapi. Mau tak mau Sifa menerima suapan Alvin karena sendok sudah nempel di bibir.
"Iihh... sendok itu bekas aku Al" wajah Sifa memerah, karena Alvin tidak jijik gantian sendok dari mulut Sifa.
"Nggak apa-apa lah, rasanya manis" Alvin mengulum senyum.
Hingga beberapa saat mereka di restoran, kemudian keduanya berpisah kembali ke aktivitas masing-masing. Jika Alvin kembali ke ruangan, Sifa ke tujuan selanjutnya. Yakni menuju apotek yang tidak jauh dari tempat itu.
Siang itu apotek tidak begitu ramai, Sifa langsung saja menemui customer. Tidak ada bedanya dengan minggu yang lalu, parfum kesehatan yang Sifa titipkan pun habis.
"Mbak, saya mau menebus obat" seorang pria menyerahkan resep di sebelah Sifa.
"Baik Tuan"
Sifa yang tidak asing dengan suara si pria lalu menoleh ke samping.
"Kau?"
"Kau?"
Keduanya saling tunjuk.
...~Bersambung~...