Sekuel SEKRETARIS KESAYANGAN
~
Meira pikir, setelah direktur marketing di perusahaan tempat dia bekerja digantikan oleh orang lain, hidupnya bisa aman. Meira tak lagi harus berhadapan dengan lelaki tua yang cerewet dan suka berbicara dengan nada tinggi.
Kabar baik datang, ketika bos baru ternyata masih sangat muda, dan tampan. Tapi kenyataannya, lelaki bernama Darel Arsenio itu lebih menyebalkan, ditambah pelit kata-kata. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan. Entah punya masalah hidup apa direktur baru mereka saat ini. Hingga Meira harus melebarkan rasa sabarnya seluas mungkin ketika menghadapinya.
Semakin hari, Meira semakin kewalahan menghadapi sikap El yang cukup aneh dan arogan. Saat mengetahui ternyata El adalah pria single, terlintas ide gila di kepala gadis itu untuk mencoba menggoda bos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Kanaya
Cara membahagiakan istri
Cara meminta maaf kepada istri
Cara bersikap manis kepada istri
Darel menepikan mobilnya di salah satu pinggiran kota, sudah lebih dari satu jam dia mengendarai mobilnya, hanya berputar-putar mengelilingi kota tanpa tujuan. Saat ini, dia sedang menatap layar ponselnya, melakukan sebuah pencarian di google untuk beberapa hal yang dia butuhkan. Darel merasa bersalah pada Meira dan tak tahu harus berbuat apa. Rasanya, dia ingin merutuki dirinya, sebab dia merasa menjadi lelaki kaku yang tak pandai berbaur dan menyenangkan hati orang lain, termasuk istri sendiri. Meski Darel masih belum terlalu yakin dengan perasaannya, tak mungkin dia sudah menyanyangi Meira, apalagi cinta dalam waktu yang sangat singkat.
Darel yakin, wanita itu pasti sedang bersedih karena hentakan suaranya. Meski hanya bingkai foto yang pecah, Darel tetap menyesali, karena itu adalah pemberian Kanaya sebelum dia berangkat ke luar negeri. Tak akan bisa terganti. Namun, dia juga tak bisa berbuat apapun.
\~
“Bunda jawab, tapi, kamu jangan salah paham, ya?” pinta Inayah sebelum menjawab sederatan pertnyaan Meira. “Itu hanya masa lalu,” sambungnya.
Meira mengangguk mengerti, rasa ingin tahu yang sangat besar menjalar di pikirannya. Jika wanita bernama Kanaya itu hanya bagian dari masa lalu Darel dan sudah tiada, bisakah Meira hidup berdampingan dengan kenangan yang belum bisa Darel lupakan? Mampukah Meira menjadi masa depan Darel agar lelaki itu bisa move on, banyak pertanyaan terlintas di benaknya.
“Kanaya itu, sahabatnya El dari SMP. Mereka dekat banget, tapi nggak pacaran karena mereka sama-sama menjaga persahabatan…” Inayah menjeda kalimatnya. “Tapi, bunda yakin El punya perasaan lebih padanya. Sampai akhirnya El harus kecewa karena Kanaya harus melanjutkan sekolah ke luar negeri, sekaligus pindah ikut orang tuanya.” Inayah menjelaskan secara perlahan.
Meira masih mendengarkan secara saksama, bukan Meira bermaksud mengungkit masa lalu suaminya, dia hanya sekedar ingin tahu, agar tak salah dalam mengambil sikap dan menanggapi sikap Darel terhadapnya.
“Satu minggu setelah Kanaya pindah ke Eropa, dia dinyatakan meninggal, karena kecelakaan. Waktu itu bunda ikut nangis karena El sedih berkepanjangan. Bahkan dia belum bisa terima karena Kanaya pindah ke luar negeri, malah dapat kabar duka. Sejak itu, hidup El seakan hancur, dia jadi egois, dia juga seperti trauma dekat sama perempuan. Jadi, dia selalu cuek dan jutek tiap ada perempuan yang dekatin. Makanya, Mei… waktu bunda tau El dekat sama kamu, sampai nginap di kos kamu, itu layaknya anugerah yang bunda tunggu-tunggu. Karena bunda anggap El bisa buka hati lagi sama cewek. Sejak kehilangan Kanaya, dia nggak pernah mau berurusan dengan perempuan, apalagi sampai datangin rumahnya. Berarti, sama kamu kan ada apa-apanya…” Inayah menyentuh dagu Meira, bermaksud menggoda, hingga menantunya itu salah tingkah.
“Nggak ada apa-apa kok Bunda, dia cuma nyasar aja datang ke kosnya Mei, kebetulan lagi mabuk, di suruh pergi malah tidur,” jelas Meira, sambil tertawa kecil.
“Orang mabuk, kesadarannya nggak penuh, dia datangin kamu, berarti waktu itu pikirannya lagi tertuju ke kamu. Benar nggak?”
Meira menggeleng, “ Itu karena Mei sempat ngancam mau resign, bund. Mungkin Mas Darel takut Ayah marah.”
“Apapun alasannya, yang jelas, itu udah menjadi takdir kalian untuk bisa dekat sampai menikah, walaupun waktunya cukup singkat. Karena kita nggak akan pernah tau, jodoh kapan datangnya. Bunda bersyukur banget kamu mau terima lamaran kami. Bunda harap kamu bisa merubah El yang dingin dan cuek, jadi ramah dan hangat.” Inayah menggenggam tangan Meira, penuh harap dia berucap.
“Semoga… semoga Mei bisa melawan masa lalunya Mas Darel, bukan maksudnya… Mei mau—“
“Bunda ngerti, bunda juga berharap El bisa lepas dari masa lalunya.”
Meira mengangguk, hatinya penuh tanya. Bisakah dia memenuhi harapan mertuanya.
“Ya udah Mei, udah maghrib, sana kamu siap-siap mandi, salat,terus kita makan malam bareng, ya?” ajak Inayah.
“Mei lagi libur salat, bunda,” ucapnya jujur.
“Kamu, lagi haid?”
Meira mengangguk, “Oh iya, bunda ngerti. Bunda tunggu di bawah ya, satu jam lagi, kita makan malam, oke sayang. Tapi, kalau kamu nggak bisa turun, nanti bunda bawakan aja makanannya—“
“Nggak apa-apa, Bunda, Mei bisa kok pelan-pelan. Nanti Mei aja yang turun.”
Meira menutup pintu setelah Inayah pergi, dia kembali duduk di sofa, pikirannya melayang-layang entah ke mana. Darel belum juga kembali. Meira merasa punya tugas khusus setelah ini, yaitu meluluhkan hati Darel, dia juga yakin kalau lelaki itu belum punya perasaan apapun terhadapnya. Bisakah Meira merubah sikap Darel yang dingin dan cuek, menjadi sebaliknya?
😁