NovelToon NovelToon
Vanadium

Vanadium

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama / Epik Petualangan / Keluarga / Anak Lelaki/Pria Miskin / Pulau Terpencil
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: ahyaa

Ada begitu banyak pertanyaan dalam hidupku, dan pertanyaan terbesarnya adalah tentang cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ahyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode lima belas

Aku mandi hampir lima belas menit lamanya, setelah selesai mandi aku mengenakan pakaian dari buntalan kain yang ku bawa. Aku duduk melamun sebentar, melupakan kebiasaan ku yang selalu mencoret sesuatu sebelum tidur. Lima menit kemudian dengan rasa kantukku yang sudah tidak dapat di tahan lagi, akhirnya aku tertidur. Sepertinya ini adalah rekorku tidur paling awal, biasanya aku baru bisa tertidur jam sebelas malam ke atas, tapi ini baru jam tujuh malam.

Aku terbangun pagi pagi sekali, ketika ranjang ranjang di sebelahku masih terisi oleh orangnya masing masing yang sedang mimpi entah sampai ke mana. Aku bisa melihat lebih jelas saat ini, ternyata kamar kami adalah satu kamar besar yang memanjang, kasur tingkat terlihat berjejer hampir lima puluh meter panjangnya, jarak antar kasur hanya di pisahkan oleh lemari pakaian, satu lemari di bagi untuk dua orang anak.

Aku mulai berdiri, meregangkan tubuhku yang pegal, aku tidak melihat Beta di tempat tidurnya, semalam Beta sempat memberitahu kalau ia tidur di kasur atasku.

Aku mulai berjalan mencari Beta, menelusuri kamar mandi siapa tau dia sedang di sana, ternyata tidak ada. Aku memutuskan untuk keluar dari kamar sambil menghirup udara pagi yang segar. Di ujung mataku di sebelah kanan, seperti sebuah balkon, aku melihat Beta yang sedang berdiri menatap ke arah lautan.

" Kau sudah bangun sejak kapan bet?" tanyaku kepadanya.

Beta terkejut, dia mengelus elus dadanya, jarang sekali ada yang menegurnya sepagi ini.

" Aku bagun sejak satu jam yang lalu, kau sendiri kenapa bangun awal?" tanya Beta

" Aku sudah tidur terlalu lama sejak semalam, makanya aku bisa bangun sepagi ini." Jawabku.

" Apakah kau selalu berdiri di sini setiap pagi?" tanyaku

Beta balas mengangguk pelan.

" Untuk apa?" Tanyaku lagi.

Beta terlihat menghela nafas pelan, lalu menatapku, mengalihkan pandanganya yang sejak tadi menatap lautan.

" Aku lahir di tengah lautan Dium, ayahku sudah meninggal ketika aku masih di kandungan, kapal yang ia naiki tenggelam di lautan. Ibu dengan keterbatasan ekonomi bersusah payah untuk merawat ku yang sedang dalam kandungan. ketika aku sudah harus di lahir kan, ibu memutuskan untuk membawaku ke pulau seberang yang memiliki akses kesehatan gratis bagi orang susah. Ibu mendayung sendiri perahunya malam itu, di tengah badai dan hujan lebat. namun naas, karena ibu yang bergerak terlalu sering, perutnya menjadi kontraksi, ibu melahirkan sendiri di atas perahu. Aku selamat malam itu, tapi tidak dengan ibu yang kehabisan darah. Keesokan harinya salah satu nelayan menemukan perahu kami, nelayan itu tinggal sendirian di rumah, ia mengangkat ku menjadi anak angkatnya.

Aku tinggal bersama ayah angkatku kurang lebih hampir selama tujuh tahun, ia menjagaku dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ayah angkatku mengajar kan ku banyak hal, terutama ilmu tentang melaut dan cara mengendalikan perahu. Semuda itu aku sudah bisa pergi melaut sendiri. Malam itu aku tidak tau bagaimana mungkin alam tega mengambil ayahku, malam itu langit sedang tidak baik baik saja, aku sudah memohon kepada ayah untuk tidak pergi melaut. Ayah memeluk ku malam itu, ia mengatakan bahwa sebuah kebanggaan bagi seorang pelaut jika ia mati bersama perahu nya. Ayah juga berpesan jika dalam waktu tiga hari ia tidak pulang maka jangan lagi menunggu nya, ayah lalu menyerahkan secarik kertas berisi alamat rumah ini. Dan ternyata benar, ayah meninggal makan itu bersama perahunya. Setelah hampir tiga hari aku menunggu dan ayah tidak kunjung kembali, maka dengan suasana hati yang sedih aku meninggalkan rumah, mulai menuju tempat yang tertera di kertas pemberian ayah. Satu Minggu lamanya hingga akhirnya aku bisa mencapai pintu rumah ini, kau bisa bayangkan Dium bagaimana seorang anak kecil mendayung perahunya sendirian." ucap Beta pelan.

Aku menelan ludah mendengar cerita Beta.

" Aku minta maaf bet, aku tidak tau kalau ternyata kisah mu amat menyedihkan, aku minta maaf sudah membuatmu menceritakan nya. " ucapku merasa bersalah.

Beta menggelengkan kepalanya, ia tersenyum.

" Tidak apa apa, aku tidak lagi sedih ketika memikirkan nya, ayah serta orang tuaku pasti akan senang melihat aku yang sekarang sudah memiliki keluarga yang baru, kau juga menjadi keluarga ku sekarang. Aku merasa senang di sini, semua kesibukan yang ada membuatku terlupakan dengan rasa sakit. Ah ternyata pepatah lama itu benar ' kesibukan bisa membuatmu melupakan banyak hal, termasuk rasa sakit ' aku menyukai tempat ini, dan semoga kau juga menyukainya." ucap Beta sambil tersenyum.

Aku balas tersenyum, Beta benar, kita harus menyibukkan diri untuk berusaha menghilangkan rasa sakit.

" kalau begitu kenapa kau harus berdiri di sini setiap pagi? " tanyaku penasaran.

" Aku sedang berbicara dengan mereka Dium, aku akan menjelaskan apa saja yang telah terjadi dalam hari hari ku, aku akan menceritakannya, ibu dere lah yang dulu mengajariku, ia mengatakan bahwa bercerita merupakan cara yang paling efektif untuk menyampaikan apa yang ada di hati kita." ucap Beta menjelaskan.

Aku mengangguk, sepertinya nanti aku akan bertanya kepada ibu dere bagaimana cara aku bercerita dengan ibu.

" Kira kira sampai kapan kau akan menyelesaikan ritualmu bet?" tanyaku.

Beta tertawa mendengar pertanyaan ku.

" biasanya baru akan selesai kalau ibu dere sudah berteriak memanggil namaku, atau ada anak anak yang bangun lalu menganggu ku." ucap Beta.

Aku mengangguk, lalu mulai mengikuti Beta menatap lautan, melipat tangan ku pada pembatas balkon, lalu mulai menikmati pemandangan pagi. Terlihat para nelayan yang baru saja pulang dari melaut membawa hasil tangkapan mereka, beberapa istri serta anak mereka terlihat menunggu menyambut di kayu kayu pohon kelapa yang melintang di pinggir pantai. Matahari pagi belum menunjukkan tampaknya, sekarang masih sekitar jam lima pagi, tidak ada sunrise yang bisa kami saksikan karena balkon ini persis mengarah ke arah barat.

" Ibu dere semalam menyuruh mu untuk menemuinya bukan?" tanya Beta memecah lenggang.

" iya, semalam jam tujuh pagi katanya." jawabku.

" pastikan kau tidak terlambat, atau kau bisa kena hukuman di awal perkenalannya." ucap Beta mengingatkan.

Aku mengangguk, aku tidak akan terlambat ke sana. Itu artinya aku akan pergi sebelum makan pagi di mulai, karena semalam Beta menjelaskan jam makan pagi yaitu kurang lebih jam setengah delapan.

Angin angin pagi nakal memainkan ujung rambutku yang panjang, luka di pelipis ku sepertinya sudah mulai mengering, tinggal sedikit nyeri nya saja. Aku tidak tau bagaimana kabar om Rizal, apakah dia akan terus melajang setelah ini atau malah mulai membuka hati, entah lah aku juga tidak tau.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!