Maya Elina Putri dan Mila Evana Putri adalah sepasang anak kembar yang meski lahir dari rahim yang sama, memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Maya dengan kecerdasannya dan Mila dengan kenakalanya. Kedua orang tua mereka seringkali membedakan Mereka Berdua. Maya selalu mendapatkan pujian, sementara Mila lebih selalu mendapatkan teguran. Namun ikatan mereka sebagai saudara kembar tetap kuat. Mereka saling menyayangi dan selalu mendukung satu sama lain.
Arga, kapten tim basket di sekolah mereka, adalah sahabat dekat Mila. Mila secara diam-diam menyimpan perasaan lebih kepada Arga, tetapi ia tak pernah berani mengungkapkannya. Ketika Arga mulai menunjukkan ketertarikan pada Maya, hati Mila hancur. Arga memilih Maya, meyakini bahwa hubungannya dengan Mila hanyalah sebatas persahabatan. Hal ini membuat Mila merasa dikhianati oleh takdir, apalagi ketika Maya dan Arga resmi berpacaran. Luka di hati Mila semakin dalam, dan dia mulai menaik diri dari Maya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasar Malam
Malam itu, langit Bandung tampak cerah tanpa awan sedikit pun. Setelah hari-hari yang berat dan penuh dengan berbagai perasaan campur aduk, Mila akhirnya memutuskan untuk menerima ajakan Farhan yang sudah sejak lama ingin mengajak dirinya ke pasar malam. Farhan, dengan gaya santainya yang selalu berhasil membuat Mila tersenyum, muncul di depan rumah Mila tepat waktu.
"Siap, Nona Mila?" Farhan bertanya sambil tersenyum lebar, mengenakan jaket hitam dan celana jeans yang membuatnya terlihat semakin kasual.
Mila mengangguk, tersenyum balik. "Siap, Tuan Farhan."
Mereka berdua naik ke motor Farhan, dan selama perjalanan menuju pasar malam, Mila merasa sedikit lega. Suara mesin motor yang bergemuruh seolah membawa pergi semua beban di pundaknya, meski hanya sementara.
Sesampainya di pasar malam, suasana langsung berubah menjadi penuh warna. Lampu-lampu neon yang berkelap-kelip, suara tawa anak-anak, dan aroma makanan yang menggugah selera membuat Mila merasa lebih hidup. Di sini, di tempat yang ramai ini, dia merasa bisa melupakan sejenak semua masalah yang ada di rumah dan di sekolah.
"Kayaknya lo di butuh senyum lebih banyak, Mil," kata Farhan sambil mengedipkan mata, menggodanya.
Mila tertawa kecil. "Gimana caranya?"
Farhan menunjuk sebuah stan permainan menembak balon yang berada tak jauh dari mereka. "Kita mulai dari sini dulu, gimana? Kalau lo menangin permainan ini, gua bakal traktir lo bakso bakar! Dan begitupula sebaliknya klo gua yang menang maka lo harus traktir gua bakso bakar"
Mila menyipitkan mata, menantang. "Wah! Nantangin lo, lo pikir gua takut "
Mereka berdua mendekati stan tersebut. Farhan memberikan beberapa lembar uang ke penjaga stan, lalu dengan penuh percaya diri, Mila mengambil senapan mainan dan membidik balon-balon yang tergantung di hadapannya.
Setelah beberapa kali mencoba, Mila akhirnya berhasil menembak balon-balon itu hingga pecah, dan mereka berdua bersorak kegirangan. Penjaga stan menyerahkan boneka beruang kecil sebagai hadiahnya, dan Farhan dengan senyum nakal menyodorkan boneka itu ke Mila.
"Ini, sebagai tanda keberhasilanmu, Nona."
Mila menerima boneka itu dan menatapnya dengan gembira. "Terima kasih, Tuan."
Setelah itu, mereka berkeliling pasar malam, mencoba berbagai permainan dan makanan yang tersedia. Mila merasa benar-benar bebas malam itu. Ketika mereka berjalan melewati berbagai stan, Mila merasa seperti kembali ke masa kecilnya—bebas, tanpa beban, dan bahagia.
Di satu stan, Farhan membelikan Mila sebuah gelang sederhana yang terbuat dari anyaman tali warna-warni. "Ini buat kenang-kenangan," katanya sambil mengikatkan gelang itu di pergelangan tangan Mila.
Mila melihat gelang itu dan tersenyum lebar. "Terima kasih, Han. Tau banget lo bikin gua bahagia."
Setelah mengelilingi hampir seluruh area pasar malam, Farhan mengajak Mila naik bianglala yang terletak di tengah pasar malam. Mila sempat ragu, tapi akhirnya setuju. Mereka berdua naik ke salah satu gondola bianglala, dan perlahan, gondola itu mulai naik ke atas, memberikan pemandangan indah dar kota Bandung yang berkilauan di bawah mereka.
Farhan, yang duduk di sebelah Mila, menatap ke bawah sambil tersenyum. "Keren banget ya, Mil. Bandung dari sini keliatan indah banget."
Mila mengangguk, meskipun pikirannya tampak berada di tempat lain. Dia terus memandang ke arah lampu-lampu kota di kejauhan, namun akhirnya dia menoleh ke Farhan, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara.
"Han... Ada yang mau gua omongin,tapi lo jangan nyinyir," kata Mila, suaranya pelan dan sedikit bergetar.
Farhan menoleh, alisnya terangkat. "Apaan dah, gak bakal gua sebarin kok. serius banget lo kelihatannya."
Mila menghela napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. "Gua...ck... Gua tuh sebenarnya suka sama Arga."
Mendengar pengakuan Mila, Farhan terdiam sejenak, wajahnya berubah menjadi serius. "Maksud lo... Lo suka sama Arga, sahabat kita?"
Mila mengangguk pelan. "Iya lah yang manalagi. Gua tuh udah lama suka sama dia, Gua tahu kok dia nggak pernah lihat gua lebih dari sekadar sahabat. Dan sekarang... Sekarang dia pacaran sama Maya."
Farhan menatap Mila, tampak ingin mengatakan sesuatu namun memilih untuk menahan diri. Dia paham betul bagaimana perasaan Mila, dan meskipun dia sendiri merasa sedikit kecewa karena Mila menyukai Arga, dia tahu ini bukan saatnya untuk berpikir tentang dirinya sendiri.
"Oke gua ngerti," kata Farhan akhirnya. "Tapi yang penting sekarang, lk jangan sampai kehilangan diri lo sendiri cuma gara-gara perasaan itu. Arga... Dia mungkin udah milih Maya, tapi itu bukan berarti lo nggak berharga bagi dia."
Mila tersenyum kecil, walaupun matanya tampak berkaca-kaca. "Gya tuhcuma... Kadang ngerasa capek aja, Han. Capek ngelihat mereka berdua bahagia, sedangkan gue cuma bisa lihat dari jauh."
Farhan mengulurkan tangannya, meraih tangan Mila dan menggenggamnya erat. "Lo juga punya gua, Mil. Gua sama Bima, kami berdua bakal selalu ada buat lo. Jangan pernah lupakan itu."
Mila merasakan kehangatan di genggaman tangan Farhan, dan untuk pertama kalinya malam itu, dia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya, seseorang yang selalu ada di sampingnya tanpa mengharapkan balasan.
Ketika bianglala mencapai puncaknya, mereka berdua terdiam sejenak, menikmati pemandangan dan keheningan yang nyaman. Mila menyandarkan kepalanya di bahu Farhan, dan Farhan hanya diam, membiarkan Mila menenangkan dirinya.
"Gua janji, Han... Gu bakal belajar buat ngelepasin perasaan ini," bisik Mila pelan.
Farhan mengangguk pelan, menatap ke depan. "Nggak usah buru-buru, Mil. Semuanya butuh waktu. Tapi yang penting lo harus ingat kalo lo nggak sendiri."
Ketika bianglala perlahan turun kembali, Mila merasa sedikit lebih ringan, seolah beban yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat. Farhan, dengan caranya yang sederhana, berhasil membuatnya merasa lebih baik.
Sesampainya di bawah, Farhan mengajak Mila untuk membeli minuman favoritnya, es matcha. Saat Farhan menyodorkan minuman itu kepada Mila, dia tersenyum lebar, merasa bahwa malam itu adalah salah satu malam terbaik yang pernah dia alami dalam beberapa waktu terakhir.
Mila tahu, mungkin butuh waktu lama baginya untuk benar-benar bisa melepaskan perasaannya pada Arga, tapi dengan adanya Farhan di sisinya, dia yakin bisa melalui semuanya.
dan Siapakah orang itu?