Pada suatu masa dunia game menjadi rumah kedua bagi semua orang. Game bernama Another Life telah mengubah tatanan dunia menjadi di ambang kehancuran. Bidang perekonomian mengalami dampak terburuk. Banyak pabrik mengalami gulung tikar hingga membuat sembilan puluh persen produksi berbagai macam komoditas dunia berhenti.
Namun dibalik efek negatif tersebut, muncul banyak keluarga besar yang menjadi pondasi baru di tengah terpuruknya kehidupan. Mereka mengambil alih pabrik-pabrik dan memaksa roda perekonomian untuk kembali berputar.
Alex yang menjadi salah satu keturunan dari keluarga tersebut berniat untuk tidak mengikuti sepak terjang keluarganya yang telah banyak berperan penting dalam kehidupan di dunia Another Life. Alex ingin lepas dari nama besar keluarganya demi menikmati game dengan penuh kebebasan.
Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kebebasan yang didambakan Alex ternyata membawa dirinya pada sebuah tanggung jawab besar yang dapat menentukan nasib seluruh isi planet.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putra Utra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelora Semangat Baru
Senyum antusias melengkung tajam di wajah seorang pemuda berambut pirang. Pemuda tersebut duduk di sofa abu-abu, punggungnya meringkuk malas pada sandaran. Sebuah toples kaca bertengger di pangkuan si pemuda dengan pasrah. Satu persatu keripik kentang di dalamnya berpindah ke mulut, menjadi cemilan pengganjal perut kosong. Kedua mata sosok berperawakan atletis itu terpaku pada televisi raksasa di dinding yang sedang menayangkan talk show dengan pembawa acara seorang laki-laki berkepala plontos dan berkulit coklat.
"SingaPutih MataMerah PalingTampan! Bukankah itu julukan salah satu anak di tempat pelatihanmu dulu? Benar kan, Kelvin?" tanya seorang wanita berumur tiga puluh tahunan. Memastikan jika tidak ada yang salah dengan ingatannya.
Kelvin yang masih menikmati keripik kentang tidak menanggapi, hanya mengangkat kedua bahu sebagai isyarat jika tidak ingin menjawab. Pandangannya tetap terlempar pada layar televisi.
"Kalau tidak salah dia yang menjadi pemimpin tim kalian, bukan?" Wanita berambut panjang pirang itu kembali melontarkan pertanyaan. Namun karena Kelvin tetap tidak merespon setelah beberapa saat dia kembali berceloteh, "Ya! Benar! Aku yakin itu dia. Aku tidak pernah bisa melupakan tindakannya yang sengaja mempermalukanku di depan semua kolega kita. Bocah tengik! Awas saja kalau kita ketemu lagi. Aku pasti akan membalasmu berkali-kali lipat."
Kelvin tetap tidak menanggapi hingga acara talk show selesai. Setelah menutup toples di tangannya, dengan sekali ayunan ringan, Kelvin melemparnya ke wanita yang mengajaknya bicara. Dengan gerakan yang sama mahirnya, wanita tersebut menangkapnya dengan satu tangan.
"Hei! Apa kau ingin menghancurkan kepalaku? Dasar bocah berandal." amarah wanita yang sejak tadi duduk di sisi lain sofa seketika meledak.
Dengan santai, Kelvin berdiri dan melangkah pergi. Masih tetap tidak menghiraukan wanita yang kini sedang terbakar api amarah.
"Kau mau kemana? Jangan seenaknya pergi! Kau harus dihukum karena ingin mencelakaiku! Akan kupastikan kau dihukum sangat berat. Dasar bocah tengik!"
"Silahkan jika ingin mengadu pada Ayah. Kau bebas melakukannya. Tapi jika kau berniat menghalangiku berlatih, kupastikan kau akan koma selama sebulan penuh di rumah sakit, Kak Violet." Kelvin melempar tatapan penuh ancaman yang langsung direspon Violet dengan menelan ludah.
"Ber--latih?" Violet terbatah karena terkejut dengan ucapan sosok yang perlahan semakin menjauh itu.
"Ya! Sepertinya aku harus meregangkan otot-ototku sebelum kembali berpetualang. Ini pasti akan sangat menyenangkan." balasnya dengan penuh antusias sebelum lari keluar dari gedung bertingkat tiga puluh yang menjadi tempat tinggal keluarganya, langsung menuju area latihan.
Setelah melewati pintu utama gedung, Kelvin bergegas menghampiri seorang laki-laki kekar berkulit hitam. Sosok tersebut berdiri di samping puluhan keranjang berisi berbagai macam senjata kayu. Pandangannya memindai seluruh area latihan, mengamati tanah lapang seluas tiga kali lapangan sepak bola. Ribuan orang sedang sibuk menyelesaikan menu latihan harian mereka di sana.
"Hai John!" sapa Kelvin.
"Tu--tuan muda!" John terbatah. "Apa yang anda lakukan disini, Tuan Muda?"
Kelvin tidak langsung menjawab. Sesaat menatap John seraya tersenyum jahil sebelum beralih pada ratusan senjata kayu di keranjang. "Apa kau sedang bercanda, John? Tentu saja aku di sini karena aku ingin berlatih. Bukankah seharusnya memang seperti itu, John?"
John mengangguk. "Ya. Tentu saja. Hanya saja--"
"Bisakah kau mengambilkan senjata itu untukku?" Kelvin memotong, menunjuk sebuah pedang besar setinggi dirinya yang bertengger di sebuah rak kayu khusus di samping jajaran keranjang.
"Ba-baik!" John bergegas mengambil pedang besar yang seluruh bagiannya terbuat dari kayu di rak dengan kedua tangan. Langsung memberikannya pada Kelvin.
"Thanks!"
"Apa sebaiknya aku mengosongkan beberapa area latihan, Tuan Muda? Mungkin sekitar…"
"Tidak. Kau tidak perlu melakukan hal tidak berguna seperti itu." potong Kelvin cepat. "Tapi aku ingin kau menjadi jenderal perang."
"Maksud Tuan Muda?"
"Aku ingin kau memimpin semua orang di sini untuk melawan aku. Gunakan segala cara yang terlintas di kepalamu untuk memenangkan pertarungan." Kelvin mengutarakan keinginannya dengan lantang dan mantap. Lalu melesat ke area latihan dengan kecepatan penuh dan langsung mengayunkan pedang besarnya ke orang terdekat hingga membuatnya terlempar jauh di tengah kerumunan.
Seketika orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian menghentikan aktifitas mereka. Perhatian mereka serentak terlempar pada Kelvin. Bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi. Namun saat menyadari siapa yang menjadi pusat perhatian, secara bersamaan pula mereka terkejut. Tidak menyangka sosok yang sudah cukup lama tidak menginjakan kaki di area latihan kini berdiri di hadapan mereka dengan penuh tantangan.
"Dengarkan aku!" Kelvin berteriak lantang. Suaranya menggema hingga ke seluruh area latihan. "Kalian semua akan menjadi teman latihanku hari ini. Jadi bersiaplah! Gunakan seluruh kemampuan kalian jika tidak ingin berakhir menginap di rumah sakit."
Di akhir ucapannya, Kelvin kembali melancarkan serangan. Dia bergerak sangat cepat ke arah tiga orang pengguna pedang kayu. Dengan sekali ayunan pedang besarnya, ketiga lawan di dekatnya itu langsung terlempar ke udara walau sudah sekuat tenaga menahan serangan Kelvin dengan pedang masing-masing. Seolah secuil pun tidak merasakan kepuasan, Kelvin kembali menyongsong lawan-lawan terdekatnya dan langsung menghujamkan serangan yang sangat dahsyat hingga tidak ada yang mampu menahannya.
Kelvin terus melancarkan serangan tanpa henti. Mengayunkan pedang besarnya terus menerus dan berlari ke sana kemari untuk menumbangkan lawannya sebanyak mungkin. Alhasil, hanya dalam lima belas detik, sudah lebih dari dua puluh orang terkapar di tanah.
"Sebaiknya kau segera kemari, John! Jika tidak, semua orang di sini akan tumbang dalam waktu tidak lebih dari setengah jam."
Mendengar ucapan Kelvin yang sangat provokatif, John segera mengambil sebuah perisai dan pedang kayu di keranjang sebelum akhirnya bergegas menghampiri pertarungan. Layaknya pemimpin pasukan di medan perang, laki-laki berambut cepak itu langsung mengkoordinir semua orang di area latihan. Dengan kecakapannya, segera membentuk berbagai macam formasi yang siap untuk menghadapi serangan Kelvin. Pertarungan pun pecah tak lama kemudian.
Di sisi lain, beberapa orang berbalut tuxido baru saja keluar dari lift dan segera menuju pintu utama gedung. Saat kaki baru saja melewati ambang pintu, secara bersamaan langkah mereka berhenti, mata melebar dan pandangan terpaku pada area latihan yang kini dipenuhi gelora pertarungan. Sesuatu yang sudah lama tidak mereka lihat sejak tiga tahun silam.
"Apa-apaan ini? Apa yang sedang terjadi?" tanya seorang laki-laki berambut pirang panjang. Tidak percaya tergurat dalam di sekujur wajahnya. "Dasar bocah tengik! Apa yang sedang dia lakukan? Apa dia berniat membuat keributan di rumahnya sendiri?"
"Hehe…!" Seorang pria tua terkekeh. Senyum merekah lebar di bibirnya yang sedikit berhias keriput. "Sepertinya ada yang baru saja terpancing oleh pengumuman dunia yang baru saja muncul." lanjutnya seraya mengelus-elus jenggot putihnya yang lebat.
"Menarik!" Celetuk seorang pria tinggi kekar yang berdiri di barisan terdepan. Sosok tersebut memiliki kontur wajah seperti Kelvin namun dalam versi yang jauh lebih dewasa. Senyum juga merekah di bibirnya. Senang dengan pemandangan yang sedang tersaji di hadapan mata.
support ceritaku juga ya....
Imajinasi dunia game yang berbeda dari novel sejenis.
Mantap.