NovelToon NovelToon
Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cintapertama / Horror Thriller-Horror / Cinta Terlarang / Cinta Murni / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Pihak Ketiga
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: AppleRyu

Dokter Fikri adalah seorang psikiater dari kepolisian. Dokter Fikri adalah seorang profesional yang sering menangani kriminal yang mengalami gangguan kepribadian.

Namun kali ini, Dokter Fikri mendapatkan sebuah pasien yang unik, seorang gadis berusia 18 tahun yang mempunyai riwayat penyakit kepribadian ambang (borderline).

Gadis itu bernama Fanny dan diduga membunuh adik tiri perempuannya yang masih berumur 5 tahun.

Apakah Dokter Fikri biaa menguak rahasia dari Fanny?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 : Pelarian

Hujan deras tiba-tiba turun dan menghantam jendela RSJ Kota Batara, menambah suasana mencekam yang menyelimuti rumah sakit jiwa ini. Aku berlari menyusuri koridor panjang dan gelap, mencoba mengabaikan teriakan Michelle di belakangku. Ketakutan dan kemarahan bercampur aduk dalam pikiranku. Aku harus menyelamatkan Fanny. Aku harus mengeluarkannya dari tempat terkutuk ini sebelum semuanya terlambat.

Setelah mendorong Michelle, adrenalin mengalir deras dalam tubuhku. Bayangan Nazam dan Yunita yang tertembak terus menghantui pikiranku. Aku tahu bahwa tidak ada jalan kembali. Semua orang di rumah sakit ini. Dr. Irma, Michelle, bahkan yang lain, mungkin terlibat dalam konspirasi besar yang menjeratku.

Aku berbelok ke lorong lain, melintasi ruang perawatan yang sepi dan suram. Aku harus berhati-hati; kamera keamanan tersebar di seluruh tempat ini, mengawasi setiap gerak-gerikku. Aku merapatkan jaketku, menyembunyikan wajahku dari pandangan kamera, dan terus melangkah dengan hati-hati.

Di ujung lorong, aku melihat pintu menuju ruang penyimpanan obat. Jika aku ingin mengeluarkan Fanny, aku harus memiliki rencana. Aku membuka pintu dengan hati-hati dan masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan lemari obat-obatan. Cahaya neon berkelap-kelip, menciptakan bayangan aneh di dinding.

Aku meraih beberapa botol obat penenang dan menyimpannya dalam saku jaketku. Jika ada petugas yang mencoba menghentikanku, aku harus siap untuk membuat mereka tidak berdaya. Suara langkah kaki yang mendekat membuatku tersentak. Aku bersembunyi di balik salah satu lemari, menahan napas.

Dua perawat melintas di luar ruangan, berbicara dengan suara rendah. Aku berusaha mendengarkan, tetapi hanya bisa menangkap potongan-potongan kalimat yang tidak jelas. Setelah mereka berlalu, aku keluar dari tempat persembunyianku dan melanjutkan perjalanan.

Saat aku mendekati sel Fanny, bayangan gelap tampak berdiri di depan pintu. Jantungku berdegup kencang. Itu adalah petugas keamanan. Aku harus bertindak cepat dan tanpa suara. Aku merogoh saku jaketku, mengeluarkan suntikan berisi obat penenang, dan mendekat perlahan.

Dengan gerakan cepat dan terlatih, aku menusukkan suntikan ke leher petugas keamanan. Dia terhuyung dan jatuh ke lantai dengan suara berdebum. Aku menarik napas lega dan segera membuka pintu sel Fanny.

Fanny terbaring lemah di ranjang, tubuhnya masih terikat. Wajahnya penuh luka dan memar. Matanya yang ketakutan menatapku dengan campuran harapan dan ketidakpercayaan.

"Fanny, ini aku. Kita harus pergi sekarang," bisikku, sambil melepaskan ikatan di pergelangan tangannya.

Fanny hanya mengangguk lemah. Aku membantunya bangun dan merangkulnya dengan hati-hati. Kami harus bergerak cepat sebelum ada yang menyadari kehadiran kami. Dengan hati-hati, aku membimbingnya keluar dari sel dan menyusuri lorong-lorong yang sepi.

Langkah kaki kami terdengar sangat keras di dalam keheningan. Setiap bayangan yang bergerak membuatku merinding, seolah-olah mereka adalah sosok-sosok dari mimpi buruk yang siap menangkap kami. Kami mendekati pintu belakang rumah sakit yang jarang digunakan, berharap bisa melarikan diri tanpa terdeteksi.

Namun, saat kami hampir sampai, suara alarm tiba-tiba menggema di seluruh bangunan. Jantungku berdebar semakin kencang. Mereka tahu. Mereka tahu kami mencoba melarikan diri.

"Berhenti! Jangan bergerak!" teriak salah satu petugas.

Aku tidak punya pilihan lain. Aku merogoh saku jaketku dan mengeluarkan botol obat penenang. Dengan cepat, aku melemparkannya ke arah petugas, menciptakan kekacauan singkat yang memberi kami waktu untuk berlari ke arah lain.

Kami melintasi koridor yang berliku-liku, mencari jalan keluar alternatif. Setiap pintu yang kami temui terkunci atau diawasi dengan ketat. Aku merasa terjebak dalam labirin tanpa akhir. Fanny semakin lemah di sampingku, dan aku tahu waktu kami semakin menipis.

Di tengah kepanikan, aku melihat pintu menuju tangga darurat. Aku membimbing Fanny ke arah pintu tersebut dan membuka kuncinya dengan cepat. Kami mulai menuruni tangga dengan tergesa-gesa, langkah kaki kami bergema di sepanjang dinding beton yang dingin.

Ketika kami mencapai lantai dasar, suara alarm semakin keras. Aku membuka pintu keluar darurat dan kami berlari ke dalam hujan deras. Udara malam yang dingin menyambut kami, menambah perasaan putus asa yang menggelayuti.

Kami berlari melewati halaman rumah sakit yang gelap dan becek. Lampu-lampu jalanan yang berkedip menciptakan bayangan menakutkan di sekitar kami. Aku merasakan dingin menggigit tulang, tetapi aku tidak peduli. Aku harus menyelamatkan Fanny, apapun yang terjadi.

Ketika kami mencapai gerbang rumah sakit, aku melihat sekelompok petugas keamanan mendekat. Mereka sudah mengepung kami. Aku tahu ini adalah saat yang menentukan. Aku harus berpikir cepat.

Dengan keputusasaan yang mendalam, aku meraih batu besar di dekat pagar dan melemparkannya ke arah petugas. Mereka terkejut dan terpecah belah, memberi kami kesempatan untuk melarikan diri. Aku menarik Fanny dan kami berlari melewati gerbang yang terbuka sedikit.

Kami berlari ke jalanan yang gelap, napas kami tersengal-sengal. Aku tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi aku tahu kami tidak bisa berhenti. Suara sirene dan teriakan petugas semakin menjauh di belakang kami, tetapi aku tahu mereka tidak akan menyerah begitu saja.

Ketika kami mencapai sebuah gang sempit, aku memutuskan untuk berhenti sejenak. Fanny tampak semakin lemah, dan aku tahu dia tidak bisa terus berlari tanpa istirahat. Aku merangkulnya erat, mencoba memberi kekuatan.

"Kita akan segera keluar dari sini, Fanny. Aku janji," bisikku, meskipun aku sendiri tidak yakin bagaimana caranya.

Fanny mengangguk lemah, air mata mengalir di pipinya yang pucat. "Terima kasih, Dr. Fikri," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Aku merasakan emosi yang campur aduk dalam diriku—marah, takut, tetapi juga penuh tekad. Aku harus melindungi Fanny, apapun yang terjadi. Kami tidak bisa kembali ke rumah sakit itu. Kami harus mencari tempat yang aman.

Setelah beberapa saat, aku mendengar suara langkah kaki di kejauhan. Mereka masih mencari kami. Aku tahu kami harus bergerak lagi. Aku membantu Fanny bangun dan kami kembali berjalan menyusuri gang-gang gelap, berharap menemukan jalan keluar dari mimpi buruk ini.

Kami terus menyusuri gang-gang sempit yang dipenuhi bayangan kelam, seakan-akan dinding-dinding beton itu sendiri menonton dan menunggu. Langkah kaki kami yang basah bergema di antara gedung-gedung tua yang kusam. Nafas Fanny semakin tersengal, dan aku tahu kami harus menemukan tempat bersembunyi segera.

Di depan, sebuah pintu besi tua dengan tulisan "Gudang" terlihat setengah terbuka. Tanpa pikir panjang, aku menarik Fanny masuk dan menutup pintu di belakang kami. Ruangan itu gelap dan berdebu, bau logam tua bercampur dengan kelembaban.

"Aku rasa kita aman untuk sementara," bisikku, berusaha menenangkan Fanny yang gemetar.

Kami duduk di lantai dingin, mencoba mengatur napas. Di luar, suara langkah kaki dan sirene masih terdengar samar. Aku merasakan ketegangan di seluruh tubuhku, namun harus tetap waspada.

Tiba-tiba, suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat dari dalam gudang. Aku merapatkan tubuh Fanny ke dinding, mencoba menyembunyikan kami di bayangan. Lampu senter menerangi ruangan, dan aku bisa melihat bayangan seseorang mendekat.

Jantungku berdegup kencang. Siapa pun itu, dia pasti tahu kami di sini. Aku meraih botol obat penenang yang masih tersisa di saku jaketku, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Suara langkah kaki berhenti tepat di depan kami. Aku bisa mendengar napas berat dan merasakan kehadiran yang mengintimidasi. Cahaya senter menyorot wajah kami, membuatku menutup mata sejenak.

"Dr. Fikri... apa yang sedang Anda lakukan?" suara yang dalam dan dingin itu bertanya. Aku membuka mata dan melihat sosok yang familiar berdiri di depan kami. Nazam, dengan senyum sinisnya yang mengerikan.

"Sudah saatnya kau membuat pilihan, Dokter," katanya, sementara suara sirene semakin mendekat dari luar. "Fanny atau keluargamu. Waktumu hampir habis."

Aku merasakan darahku membeku. Dalam sekejap, segala sesuatu yang aku ketahui dan cintai tergantung pada keputusan yang harus aku buat saat ini.

Nazam mengulurkan tangan, dan aku tahu ini adalah akhir dari pelarian kami atau awal dari sesuatu yang jauh lebih gelap.

Aku harus memilih.

1
Livami
kak.. walaupun aku udah nikah tetep aja tersyphuu maluu pas baca last part episode ini/Awkward//Awkward//Awkward/
aarrrrgh~~~
Umi Asijah
masih bingung jalan ceritanya
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ
Novelku sendiri
Livami
orang kayak gitu baik fiksi ataupun nyata tuh bener2 bikin sebel dan ngerepotin banget
Livami
huh.. aku suka heran sama orang yang hobinya ngerebut punya orang... kayak gak ada objek lain buat jadi tujuannya...
Umi Asijah
bingung bacanya..😁
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Ada yang mau ditanyain kak?
total 1 replies
Livami
terkadang kita merasa kuat untuk menghadapi semua sendiri tapi ada kalanya kita juga butuh bantuan orang lain...
Livami
ending episode bikin ademmm
Livami
ok kok semangat thor
Livami
woo.. licik juga Tiara
semangat tulis ya Thor /Rose/
bagus ceritanya
Livami
bagus Lo Thor.. ditunggu up nya.. semangat/Determined//Determined//Determined/
LALA LISA
tidak tertebak...
Sutri Handayani
pffft
LALA LISA
ending yang menggantung tanpa ada penyelesaian,,lanjut thoor sampai happy ending
LALA LISA
benar2 tak terduga ..
LALA LISA
baru ini aku Nemu novel begini,istimewa thoorr/Rose/
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Terimakasiiih
total 1 replies
LALA LISA
cerita yg bagus dengan tema lain tidak melulu tentang CEO ..semangat thoorr/Rose/
Reynata
Ngeri ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!