London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 4
Sayangnya, rindu yang dirasakan Orion hanya menjadi rindu yang tak berujung. Bukan hanya hari dan bulan yang silih berganti dalam penantiannya, melainkan tahun.
Ya, lima tahun sudah berlalu sejak hari itu. Namun, tak ada lagi kesempatan bersua dengan Sunny. Padahal, Orion sudah berulang kali kembali ke London dan mengunjungi Hyde Park, tetapi tak ada Sunny di sana. Orion juga pernah mendatangi negara-negara lain di Eropa, tetapi tetap saja tak menemukan Sunny. Sialnya, penantian yang tak berujung itu tak juga melunturkan rindu yang ia rasa. Dari hari ke hari malah makin besar saja rindu dan cintanya.
Saking besarnya perasaan itu, Orion sampai tak memberi kesempatan pada wanita lain untuk menyentuh hatinya. Jangankan menjalin hubungan yang spesial, hubungan sebatas teman saja Orion tak mau. Semua wanita yang ia kenal, hanyalah mitra bisnis yang setiap pembahasannya seputar pekerjaan.
Vale sudah berulang kali mencoba mengenalkan Orion pada anak dari teman-temannya. Namun, selalu saja ditolak, dengan alasan sudah ada wanita yang ia cintai.
"Sudah lima tahun berlalu, tapi ... aku belum menemukanmu, Sunny."
Untuk kesekian kalinya, Orion menatap sendu pada gantungan kunci yang masih ia simpan sampai saat ini. Mungkin dirinya memang bodoh, jatuh cinta pada wanita yang namanya saja tidak ia tahu. Namun soal hati, siapa yang bisa mengendalikan? Perasaan itu mengalir dengan sendirinya, menembus sanubari yang paling dalam, menanamkan sebuah rasa yang tak terhapus waktu.
Ketika Orion sedang merenung dan melamunkan kenangan silam, pintu kamarnya diketuk dari luar. Orion menyahutnya dengan malas.
"Makan malam sudah siap, Tuan. Nyonya dan Tuan Besar sudah menunggu Anda di bawah."
"Iya, aku akan segera turun," sahut Orion.
Kemudian, dia menyimpan kembali gantungan kunci yang menyimpan kenangannya bersama Sunny. Lantas, bangkit dan bergegas menuju meja makan di lantai bawah.
Sesampainya di sana, orang tua dan saudara kembarnya sudah menunggu. Masing-masing sudah menempati kursi dan siap menyantap hidangan.
"Wajah kayak jemuran nggak disetrika, kusut banget," ledek Olliver.
Orion hanya menatap sekilas, lalu mengembuskan napas kasar sambil melengos.
"Kenapa, Orion? Ada masalah di kantor?" tanya Riu.
"Nggak, Pa." Orion menjawab singkat.
"Bukan masalah kerjaan, Pa, tapi masalah asmara. Biasa lah, masih kepikiran si dia yang bikin kita jadi peternak kucing itu," sela Olliver sambil terkekeh-kekeh.
Tidak salah juga ucapan Olliver, kucing yang dipelihara Orion waktu itu, sekarang sudah beranak-pinak dan sampai dibuatkan rumah sendiri di halaman belakang. Itu pun sebagian besar sambil dijual.
"Diam atau jeruk ini akan kujejalkan ke mulutmu!" geram Orion sambil menatap tajam.
"Ish, ish, ish, ngeri sekali. Padahal, aku ngomong apa adanya. Aku cuma kasihan sama kamu. Ngelamun terus, ingat dia terus, sampai nggak ada waktu untuk mengenal wanita lain. Tapi, kamu sendiri nggak tahu dia ada mikirin kamu atau nggak. Bisa jadi dia udah nikah dan punya anak, hidup bahagia sama keluarganya. Terus, kamu mau menunggu dia jadi janda? Iya kalau dia cerai, kalau jadi jandanya ditinggal mati pas udah menua, dih ... merana seumur hidup kamu." Olliver menyahut tanpa takut sedikit pun.
Sampai kemudian, lelaki itu tersentak saat irisan daging melayang dan menghantam keningnya. Sakit sih tidak, tetapi bumbunya belepotan di wajah. Sontak Olliver mengumpat dan memaki Orion, sambil bangkit guna mencuci wajahnya.
Sementara itu, Vale menarik napas panjang. Lalu menggenggam tangan Orion dan bicara lembut padanya,"Olliver kadang kalau bicara memang nggak difilter, tapi ... kali ini Mama setuju sama dia. Orion, udah lima tahun kamu menunggu dan nggak ada hasil apa-apa. Lalu mau sampai berapa lama lagi? Nggak salah apa yang dikatakan Orion, bisa jadi dia udah menikah dan bahagia dengan pasangannya. Dan kamu, terus menunggu dalam ketidakpastian. Orion, kamu juga berhak bahagia. Coba sesekali buka hatimu untuk wanita lain, Mama yakin kok, perasaanmu bisa berubah. Jangan terus terpaku dengan masa lalu. Nama dan alamatnya saja kamu nggak tahu, gimana bisa berharap untuk masa depan."
"Tapi, aku mencintainya, Ma."
"Karena kamu terus memikirkan dia dan terpaku dengan kenangan itu, makanya perasaanmu juga nggak berubah. Cobalah setelah ini belajar mencintai wanita lain, pasti bisa," sahut Vale.
Orion hanya mendengkus. Dia tak yakin bisa mencintai wanita lain, karena hatinya sudah ia berikan untuk Sunny secara utuh.
"Minggu depan rekan bisnis papamu dari Surabaya akan ke sini, membahas projek baru sambil makan bersama. Dia akan mengajak anak gadisnya yang baru pulang dari Paris. Kamu coba kenalan sama dia ya," sambung Vale karena Orion masih setia dalam diamnya.
Bersambung...
semoga happy ending
Tapi semua nya terserah tangan author nya , author yng punya kuasa 🤭🤭😍😍
Apa ya yng di minta Orion
lanjut thor 🙏
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara