NovelToon NovelToon
Sepucuk Surat

Sepucuk Surat

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Konflik etika / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Keluarga
Popularitas:33.9k
Nilai: 5
Nama Author: rahma qolayuby

"Patah hati yang menyakitkan itu, ketika kita menunggu ketidakpastian."

(Sinta Putri Adam)

---------------------------------------------------------------------------

Tidak ada cinta. Namun, anehnya ku sematkan dia di setiap doa ku.
Lucu bukan? tapi itulah kenyataannya.

Enam tahun, ku jaga hati untuk dia yang dulu datang dengan janji manis. Memberikan sepucuk surat cinta dan cincin sebagai tanda ikatan. Hingga hari, di mana berjalan dengan cepat, kami bertemu. Namun, enam jam aku menunggu seperti orang bodoh, dia tidak datang. Jika sudah begini kemana harapan itu pergi. Aku kecewa, sakit, dan merasa bodoh.

"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-hakim."

"Aku membencimu."

Ikutin kisahnya yuk hu...

IG: Rahma Qolayuby

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Lima detik

Sinta berjalan masuk lift menuju lantai di mana Farel di rawat. Mata Sinta fokus pada buku di tangannya. Tanpa menghiraukan sekitar.

"Ya, gagal lagi."

Keluh dokter Rafael melihat pintu lift sudah tertutup rapat.

Dokter Rafael adalah dokter tingkat Sinta dan Sarah. Dokter yang terkenal ramah pada siapapun. Apalagi wajahnya yang tampan menjadi nilai plus. Sudah lama dokter Rafael menaruh suka pada Sinta. Namun, dokter Rafael tak berani mengungkapkannya. Karena takut di tolak. Apalagi dari dulu sikap Sinta sangat dingin pada cowo. Seolah sedang membentengi hatinya.

Setiap hari dokter Rafael menunggu Sinta. Tapi, takdir belum mempertemukan mereka. Saat dokter Rafael menunggu terkadang ada saja gangguannya. Hingga sampai saat ini dokter Rafael belum bisa menyapa Sinta. Padahal mereka bekerja di rumah sakit yang sama.

Hari ini ada kesempatan bagi dokter Rafael. Karena jadwal dia siang. Namun, tiba-tiba beberapa perawat mendorong bangkar pasien hingga membuat langkah dokter Rafael tertahan dan Sinta keburu masuk lift.

Andai saja dokter Rafael bisa naik ke lantai sana. Sudah dari Minggu kemaren dokter Rafael lakukan. Namun, sialnya lantai sana tidak di izinkan siapapun naik ke sana. Bahkan di jaga ketat oleh para penjaga.

Mau tak mau dokter Rafael harus menunggu lagi.

Dokter Rafael memutuskan menghubungi Sarah. Sialnya, Sarah tak mengangkat teleponnya.

"Nasib-nasib."

Gumam Dokter Rafael lesu memilih pergi ke ruangannya saja.

...

Di lantai atas ...

Sinta menutup catatan bukunya setelah sampai. Sinta menuju ruangannya terlebih dahulu. Mengambil alat-alat yang ia butuhkan dan tak lupa Sinta mengganti blazer dengan jas dokter.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Sinta menerobos masuk kedalam ruangan Farel. Mata Sinta melotot melihat apa yang di lakukan Farel.

"Apa yang anda lakukan."

Pekik Sinta terkejut menahan kedua bahu Farel. Hampir saja Farel tersungkur. Farel tak kalah terkejutnya dengan kehadiran Sinta.

Farel sangat kesal karena kedua orang tuanya tak ada. Entah kemana perginya mereka. Akhir-akhir ini kedua orang tua Farel sering menghilang saat Farel terbangun.

Wajah Farel memerah menahan sesuatu. Sinta mengerutkan dahi melihat wajah merah Farel.

"Anda kenapa? Alergi?"

Tanya Sinta memastikan jika Farel tidak makan apapun. Di sana belum ada makanan lantas kenapa wajah Farel memerah.

"S-saya ..,"

Farel bingung harus berkata apa, ia sangat malu mengatakannya. Namun, tak mungkin juga Farel menahannya. Sial, kenapa Farel harus berada dalam posisi memalukan.

"Apa?"

"Kamar mandi."

"Oh, bilang ke dari tadi."

Celetuk Sinta dingin. Dengan santainya Sinta sedikit menurunkan ranjang Farel agar tidak terlalu susah pindah ke kursi roda.

Dengan menahan malu, Farel menggeser tubuhnya pindah ke atas kursi roda. Walau susah tapi Sinta membantunya membuat Farel sedikit lebih mudah.

"Kalau sudah selesai, bilang."

Ucap Sinta menutup pintu. Sinta menatap ke sekeliling.

"Tumben tak ada siapapun? Mungkin mereka sedang berada di ruang tuan besar."

Gumam Sinta berpikir positif. Sinta membereskan ranjang Farel. Sambil menunggu Farel selesai di kamar mandi.

Membuka gordeng agar sinar matahari masuk.

Beberapa menit kemudian, Farel sudah selesai.

Sinta kembali membantu Farel naik ke atas ranjang. Meluruskan kedua kaki Farel agar nyaman.

"Bagaimana hari anda? apa alat ini menggangu?"

Tanya Sinta sambil menaikan rajang sedikit agar Farel merasa nyaman bersandar.

Farel malah memerhatikan Sinta tidak peduli dengan segala pertanyaan Sinta. Farel menatap Sinta intens. Mengingat perkataan kedua orang tuanya tentang Sinta membuat Farel rasanya ingin marah. Namun, Farel tak bisa melakukannya.

Karena merasa tak ada jawaban, Sinta menatap Farel hingga mata mereka bertemu. Sesaat mereka berdua terdiam. Menyelami kedalam bola mata masing-masing.

"Seperti nya, hari anda cukup baik."

Ucap Sinta sambil memutus tatapannya.

"Tidak baik, bagaimana bisa hari ku baik. Mendengar kamu dekat dengan orang lain, rasanya aku tak rela."

Ucap Farel. Namun, Farel hanya bisa bicara dalam hati tak berani mengungkapkannya.

Farel terus menatap Sinta yang sedang melakukan tugasnya. Melakukan teknik akupuntur. Sinta menatap Farel sekilas ingin tahu bagaimana reaksi Farel. Cukup, baik. Farel tidak kesakitan seperti sebelumnya.

Hasil scanning pun baik, seperti nya Farel bisa melakukan Fisioterapi.

Mencoba berdiri melatih kekuatan kedua kakinya.

Sebelum melakukan itu, Farel harus makan dan minum obat terlebih dahulu. Ini waktunya Farel makan dan minum obat.

"Permisi dok, tuan."

Ucap perawat Fitri mendorong troli makan dan obat untuk Farel. Bukan hanya perawat Fitri saja yang masuk. Ada dua perawat juga yang ikut masuk.

Farel mengerutkan kening melihat banyak orang yang masuk.

"Dua perawat yang dokter minta. Ini perawat Dani dan perawat Sandi."

Sinta mengangguk karena memang Sinta membutuhkan perawat laki-laki untuk membantunya.

"Terimakasih. Sambil menunggu pasien makan. Tolong kalian siapkan alat itu "

Kedua perawat laki-laki mengangguk. Menyiapkan alat yang di butuhkan.

Sinta mendekat kan tempat makan pada Farel.

"Hari ini anda akan melakukan Fisioterapi."

Ujar Sinta seolah tahu maksud tatapan Farel.

Farel tak bisa berbuat apapun. Farel diam saja walau ingin protes. Farel tak suka banyak orang masuk kedalam ruangannya. Itulah kenapa hanya dokter Sinta dan perawat Fitri lah yang sering masuk walau mereka selalu masuk jarang barengan. Kecuali pada hal tertentu di mana Sinta membutuhkan bantuan perawat Fitri.

"Makan."

Mau tak mau Farel menurut. Sinta tersenyum tipis sangat tipis bahkan siapapun tak menyadarinya. Sinta tahu, Farel ingin protes tapi menahannya. Terlihat jelas dari tatapan matanya. Sinta masa bodo, ini semua demi kebaikan Farel sendiri.

Sudah selesai makan Sinta menyerahkan obat pada Farel. Sinta melakukan semua ini karena jika tidak di awasi Farel sering membuang obatnya. Perawat Fitri mungkin tak menyadarinya. Tapi, Sinta tahu itu. Sinta sudah banyak menghadapi berbagai macam pasien. Jadi Sinta tahu.

Perawat Fitri kembali membawa bekas makan Farel.

"Di mana umi dan Abi?"

"Mana saya tahu."

Farel membuang nafas kasar. Farel tak ingin orang lain ada di ruangannya. Meminta pada Sinta tak mungkin. Setiap Sinta bicara saja membuat Farel kesal. Jawabannya selalu saja ketus.

Bagaimana Sinta menjawab lembut sedang Farel sendiri bicaranya ketus. Tak ada yang mau mengalah dari keduanya.

"Seperti nya, bagus tak ada Tante dan om. Kak Farel tak bisa berbuat apapun."

"Bicara apa, kau?"

"Tidak."

Sinta sedikit terkejut. Untung Farel tak mendengar jelas ucapannya.

"Mohon kerja samanya. Biarkan mereka membantu anda."

Sinta meminta dua perawat membantu Farel berdiri. Hanya berdiri saja, Sinta ingin melihat seberapa lama Farel bisa menahan kedua kakinya.

Itu bagus untuk saraf-saraf otot kaki Farel agar tidak terlalu kaku. Walau Sinta tahu, apa yang harus ia lakukan.

Kedua perawat mulai membantu Farel berdiri. Farel merasakan sakit yang luar biasa. Andai ke dua perawat itu tak menahannya mungkin Farel akan tersungkur.

"Jangan tegang. Rileks,"

Ucap Sinta mencoba menenangkan Farel. Rasanya Farel ingin menangis, ia tak berdaya. Kenapa Sinta harus menyaksikan betapa lemahnya dia. Farel malu, sangat malu.

"Hanya lima detik."

Gumam Sinta melihat Farel begitu kesakitan. Seperti nya terlalu lama Farel tak mengherankan kakinya hingga seperti itu. Kedua perawat kembali mendudukkan Farel di atas ranjang. Sekedar mendudukkan dan membiarkan kedua kaki Farel mengayun. Sinta berjongkok guna melihat kedua kaki Farel. Sambil menggerakkannya agar otot sarapan nya berjalan dengan baik.

Bersambung ...

jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih...

1
RithaMartinE
luar biasa
RithaMartinE
waah ...selamat ea . akhirnya nikah juga 🤗🤗
Rahma Qolayuby: terimakasih kakak.🥰
total 1 replies
RithaMartinE
mampir kak 😊
Rahma Qolayuby: terimakasih kak, semoga suka sama ceritanya ya🥰
total 1 replies
Yayuk Bunda Idza
nama anak2nya sama dengan nama anak2 q, anak pertama q juga bernama Hanifa dan kedua Habiba
Yayuk Bunda Idza: aamiin ya rabbal aalamiin
Rahma Qolayuby: wah kebetulan sekali bunda🥰🥰 semoga jadi anak Sholehah, yang bikin bunda bangga
total 2 replies
Sumar Sutinah
Luar biasa
Sumar Sutinah
srmangat farel, dn bangkitlah mingkin takdirmu sekarang d pertemukan lg
Rahma Qolayuby: Aamiin 🥰
total 1 replies
Sumar Sutinah
knp keluarga farrl g ada yg datang untuk sekedar minta maaf
Erni Fitriana
mampir
el- nick
ceritanya menarik
Rahma Qolayuby: terimakasih kakak🥰🥰
total 1 replies
Jumi Saddah
bagus👍👍👍👍👍
Rahma Qolayuby
Hahaha ..🤫🤫
Jumi Saddah
setelah ini nda lgi drama2 an ya,,,
Jumi Saddah
baru lihat ne lanjutan anak asuh adam,,,
nis_ma: kak maaf, ini kisahnya sambung-menyambung kah?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!