NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15

Seperti biasa, tiap hari Jumat sebelum masuk kelas, kita semua harus ikut senam pagi. Aku biasanya ikut barisan belakang bareng Lia dan Bina, santai aja gitu. Tapi hari ini, aku ikutan Miranda yang langsung ngegas ke baris depan. Agak beda sih posisinya, lebih terlihat sama instrukturnya.

Miranda, ya ampun, dia itu kalo senam paling semangat. “Hobahhhh,” teriaknya keras banget, bikin seisi lapangan pada nengok.

Terus yang lain langsung nyaut, “Hiya…”

Aku  yang biasanya cuma gerak-gerak dikit, malah jadi ikutan semangat juga. Mungkin karena aku di baris depan, jadi harus lebih ekstra gerak biar nggak malu-maluin.

Jujur ya, senam bareng mereka tuh berasa lain. Biasanya aku cuma diem atau gerak ala kadarnya, tapi kali ini kok ya malah jadi semangat banget. Gak kerasa juga beban pikiran soal masalah-masalah di rumah.

Kayaknya aku mulai ngerti deh, kenapa olahraga itu penting buat kesehatan mental juga, bukan cuma fisik. Seru juga ternyata senam gini, bisa bikin lupa sejenak sama yang lagi mumet.

\~\~\~

Habis senam yang lebih semangat dari biasanya itu, ternyata kita nggak langsung bisa masuk kelas. Kita semua disuruh baris rapet-rapet, mungkin sekitar setengah lencagan kananlah jaraknya antar orang.

Terus di situ, di tengah lapangan yang masih kebayang-bayang keringat, kepala sekolah kita, Pak Hendra, mulai ngasih arahan.

Dia pakai mikrofon yang disambung ke speaker Sonya, speaker tua yang biasa dipakai buat pengumuman dan yang posisinya nggak jauh dari kelas kita.

"Selamat pagi anak-anak!" teriak Pak Hendra. Suaranya menggema banget, bikin beberapa dari kita yang masih ngantuk langsung melek.

"Pagi pak!" balas kita semua kompak.

Sebelum kita bisa serbu masuk kelas dan duduk tenang, Pak Hendra punya agenda lain.

"Sebelum masuk ke dalam kelas kita seperti biasanya akan mengadakan Jumat Bersih. Jadi masing-masing dari kalian harus ngambil sampah yang terlihat mata," instruksi Pak Hendra.

Terus dia langsung berseru, "Mulai!" sambil mengacungkan jari telunjuknya ke atas.

Dan yah, kita semua langsung bergerak. Berbondong-bondong, bubar dari barisan, berpencar mencari sampah. Banyak yang ambil satu dua sampah, langsung cus ke tempat pembakaran sampah.

Sebagian besar dari kita sih gitu, nggak terlalu lama ngumpulinnya, apalagi kalau udah kumpul sama temen-temen, jadi lebih ke arah nyantai dan ngobrol deh.

Biasanya kalau aku sama Lia pergi, kita tuh bawa sampah yang banyak banget, ampe kayak bawa tong sampah penuh. Tapi hari itu beda, aku sama rombongan Miranda cuma bawa dua lembar daun kering per orang, gitu doang. Aneh sih, tapi ya sudah lah.

"Alisa, nih ambil," ucap Davina.

Pas Davina ngasih aku dua lembar daun itu, aku langsung tanya, "Seriusan kita cuma bawa segini?"

Aku kira bakal bawa lebih banyak gitu, lha wong biasanya bisa sampe bawa sampah segunung.

Fifin, yang biasanya lebih santai, cuma bilang, "Santai aja. Masih mending kita bawa sampah. Daripada cuma tegak-tegak enggak ngapa-ngapain."

Ya, dia bener sih, lumayan buat keliatan ada kerjaan.

Lalu Hanum, yang selalu ada ide, bilang, "Udah yuk, kita langsung cus ke tempat pembakaran."

Nah, tanpa buang waktu lagi, kami berenam, yaitu aku, Davina, Caca, Fifin, Hanum, dan Miranda, langsung cus ke lokasi.

Di sana, ternyata banyak juga yang bawa sampah dikit. Yang penting sih kita udah bawa dan keliatan kerja, biar enggak cuma dateng tanpa bawa apa-apa.

Di tempat pembakaran itu suasana rame banget. Aku dan rombongan lagi asik-asik aja bawa dua lembar daun kering doang, eh tiba-tiba Kak Panji yang kebetulan satu desa sama aku langsung nyeletuk, "Ya ampun dek, apaan nih masak cuma dua lembar doang." Kak Panji itu kayaknya gak nyangka aja kita cuma bawa segitu, heran gitu liat bawaan kita.

Zidan, yang emang dikenal sebagai cogan di sekolah ini, langsung ketawa gede.

"Males sekali ya," katanya sambil masih ketawa. Suasana jadi lumayan cair walau ada sedikit keheranan dari beberapa orang.

Nah, tanpa pikir panjang, Miranda yang biasanya cukup tenang dan kolektif langsung maju ke depan. Dengan pedenya, dia menghampiri Kak Panji sambil menaruh dua lembar daun itu di telapak tangan Kak Panji.

"Yang penting usaha," katanya sambil tertawa.

Aku perhatiin, tawa dan suaranya tuh beda, lebih lembut dari biasanya. Biasanya Miranda tuh orangnya straightforward dan agak serius, tapi kali ini keliatan ada yang berbeda.

Semua mata langsung tertuju ke Miranda. Dari cara dia bicara dan tawanya yang lepas, kayaknya dia lagi mencoba tampil beda, jiwa centilnya keluar.

"Iya yang penting usaha," balas Kak Panji sambil nggenggam erat dua lembar daun itu.

Dia coba nahan senyum, tapi muka saltingnya itu malah bikin dia terlihat lebih manis. Jujur aja, suasana kayak gini tuh jarang-jarang banget terjadi, dan ternyata cukup menghibur melihat cowok yang biasanya cool tapi bisa jadi awkward gitu.

Sementara itu, Miranda? Oh, dia memang hebat dalam hal kayak gini. Gampang banget buat dia bikin cowok-cowok kelepek-kelepek dengan tingkah lakunya yang centil tapi spontan itu.

Tiba-tiba Zidan, yang kayaknya udah lihat kita semua berdiri terlalu lama, ajak kita untuk duduk dulu.

"Oi kita duduk sini dulu," katanya. Jadilah kita semua jongkok ga jauh dari tempat pembakaran sampah itu.

Kak Panji dengan nada penasaran nyoba ngalihin topik pembicaraan kita. "Kalian pernah denger enggak tentang tempat pembakaran sampah itu?" tanyanya, sambil nunjuk ke arah tempat pembakaran yang masih rame dengan orang-orang yang sibuk.

Sebenarnya, aku udah tau banget soal tempat itu. Aku ingat banget, pas pertama kali masuk sekolah ini, cerita-cerita mistis tentang tempat itu udah jadi bahan pembicaraan utama.

Caaca, yang emang dikenal sebagai ratu gosip dan cerita-cerita serem di sekolah, pura-pura tanya balik dengan polosnya, "Emangnya kenapa sama tempat itu?"

Padahal, jelas-jelas dia yang paling banyak tau soal cerita-cerita misterius dari tempat pembakaran sampah tersebut.

Semua langsung terdiam sejenak, mata kita tertuju ke arah tempat pembakaran yang masih sibuk itu. Orang-orang lalu lalang buang sampah, dan beberapa di antaranya sibuk ngurusin sampah biar cepat kebakar semua. Suasana di situ sebenarnya biasa aja, tapi entah kenapa, begitu cerita mistis itu naik ke permukaan, jadi ada rasa creepy gitu.

Kak Panji ngelanjutin ceritanya dengan nada yang agak serius, bikin kita semua makin mencondongkan telinga.

"Enggak jauh dari tempat itu ada bekas kuburan. Tapi bukan kuburan kayak kuburan biasa. Ada cewek yang dibunuh dan ditimbun di situ. Dia lagi hamil dan, yah, bisa ketebak dia jadi penghuni sekolah ini," ungkapnya, bikin suasana jadi agak hening sejenak.

"Kalau gitu kenapa malah untuk tempat pembuangan sampah?"

Pertanyaan ku itu kayaknya jadi bumerang buat semua yang lagi asyik mendengar cerita Kak Panji. Semuanya langsung memalingkan pandangan ke arah ku, tampak bertanya-tanya juga.

"Iya juga sih.. aneh kalau misalnya tempat kayak gitu malah dijadiin tempat pembuangan sampah dan sampahnya dibakar lagi," Davina menimpali dengan nada heran.

Kak Panji mengangguk, seolah-olah dia juga baru sadar ada sesuatu yang aneh dari keputusan itu.

"Mungkin karena itu cara mereka buat 'membersihkan' area tersebut dari cerita-cerita mistis. Api kan sering dianggap sebagai simbol pembersihan," usulnya mencoba memberikan penjelasan.

"Ya, atau bisa jadi karena itu satu-satunya lahan yang tersedia yang cukup jauh dari area umum sekolah. Jadi, pikir mereka mungkin lebih aman kalau tempat pembakaran sampah ada di sana, terpisah dari tempat kita sehari-hari," tambah Hanum, mencoba menawarkan pandangan praktis.

Kita semua berpikir sejenak. Memang, bisa jadi kedua teori itu benar, atau mungkin ada alasan lain yang tidak kita ketahui. Tapi, satu hal yang pasti, diskusi ini bikin rasa penasaran kita tentang tempat itu semakin besar.

Cerita horor mulai melayang di pikiran, rasa ingin tahu itu kayaknya cukup kuat buat menahan kita tetap di tempat itu, mengamati sekeliling, meskipun hanya dari kejauhan.

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!