NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 2

Di saat istirahat, Yura mendatangi kelas Marica untuk mengajaknya bersama ke kantin. Meskipun pada awalnya Ririn dan Zerea enggan ikut serta karena ada Marica, namun karena terpaksa, akhirnya mereka berempat berjalan menuju kantin.

"Lo mau makan apa?" tanya Yura saat mereka sudah berada di depan kantin.

"Apa aja yang penting mengenyangkan," jawab Marica dengan sederhana.

Suasana di kantin begitu ramai, dengan aktivitas para pelajar yang tidak main-main. Kehadiran mereka tidak hanya dari kalangan masyarakat berada, namun juga beberapa yang bersekolah berkat beasiswa.

"Tempat ini selalu ramai, kita harus cepat-cepat agar bisa mendapatkan bangku," ujar Yura sambil mengantri bersama Marica.

Sementara itu, Ririn dan Zerea mencari-cari bangku yang masih kosong. Meskipun terasa hiruk pikuk, namun tak dapat dipungkiri, kantin menjadi tempat yang sangat vital bagi para pelajar. Di sini, mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi fisik, tetapi juga menjadi ajang untuk berinteraksi sosial dan memperluas lingkaran pertemanan.

Saat menunggu giliran untuk memesan, mereka memperhatikan keramaian di sekitar. Berbagai percakapan dan tawa riuh memenuhi udara, menciptakan energi yang tak terelakkan. Beberapa meja sudah penuh dengan siswa-siswi yang berbincang antara satu dengan yang lain, sementara yang lainnya sibuk mengambil pesanan makanan favorit mereka.

\~\~\~

Sementara Ririn dan Zerea sudah menemukan tempat untuk duduk, mereka mulai membicarakan kejadian yang baru saja terjadi.

"Ngapain sih si Yura baik ke Caca? Kesel tahu enggak," gumam Zerea dengan nada kesal.

Ririn menanggapi dengan bijak, "Udah biarin aja. Lagian kalau mereka dekat kan si Yura bakal tahu niat aslinya Caca."

Namun, percakapan mereka terputus oleh keheningan mendadak di kantin. Ririn dan Zerea saling memandang, lalu mengalihkan perhatian mereka ke arah pintu masuk kantin.

Dua sosok siswa baru memasuki ruangan dengan gaya yang begitu khas. Wajah-wajah mereka menampilkan aura intimidasi yang begitu kentara, memberikan atmosfer yang tegang di sekeliling mereka.

\~\~\~

Kevin berjalan dengan gaya yang mempesona, sementara di sebelahnya, Emil, sahabat dekatnya, mengajukan pertanyaan tentang pilihan makanan. Mereka berdua kini duduk di kursi yang strategis, siap untuk menikmati istirahat mereka.

"Lo mau makan apa?" tanya Emil dengan antusias.

Kevin, dengan sikap santai, menjawab, "Apa aja."

Dia sibuk memainkan ponselnya, sepertinya tidak begitu memperhatikan pilihan makanan yang ditawarkan.

Emil memberikan kode kepada salah satu siswa untuk memesan makanan bagi mereka berdua. Sementara Kevin menyimpan ponselnya ke dalam saku dan melihat-lihat sekeliling. Matanya secara tidak sengaja menatap seorang siswi yang tengah memeriksa menu dan harganya dengan seksama.

"Lo mau kemana?" teriak Emil, sedikit terkejut karena tiba-tiba Kevin berdiri dengan rahang yang tegang.

Awalnya Kevin hanya berjalan pelan, namun kemudian langkahnya menjadi lebih cepat, hingga akhirnya ia berlari menuju seseorang dengan sikap yang menegangkan.

\~\~\~

Suasana kantin yang semula ramai dengan tawa dan percakapan riuh tiba-tiba berubah ketika Kevin mencekal tangan seseorang dengan kuat. Ternyata, orang tersebut adalah Marica. Keheningan menyelimuti kantin saat semua mata tertuju pada mereka, penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Lo ngapain di sini?" tanya Kevin dengan nada yang tidak bersahabat, suaranya rendah namun penuh dengan ketegangan.

Marica yang merasa terancam berusaha keras melepaskan cekalan Kevin. Rasa takut dan ketidaknyamanan terpancar dari matanya, tetapi Kevin tetap memegang erat tangannya, menimbulkan ketegangan yang semakin jelas terasa di udara.

Melihat situasi yang semakin memanas, Emil, seorang teman Kevin yang duduk tidak jauh dari situ, langsung beranjak dari tempatnya. Dengan cepat, dia melangkah menuju Kevin dan Marica, mencoba untuk meredakan situasi yang semakin tidak terkendali.

"Gue tanya ngapain lo di sini?" teriak Kevin, suaranya menggema di seluruh kantin, membuat suasana semakin tegang. Siswa-siswa lain yang sedang makan atau mengobrol seketika terdiam, memperhatikan kejadian ini dengan penuh perhatian.

Dengan usaha keras, Marica akhirnya berhasil melepaskan cengkraman Kevin. Namun, dalam usahanya untuk menjauh, Marica mundur beberapa langkah dengan tergesa-gesa. Sayangnya, langkahnya yang panik membuatnya menabrak seorang siswa lain yang sedang membawa nampan berisi makanan.

Tabrakan itu menyebabkan piring dan gelas yang dibawa siswa tersebut jatuh ke lantai, menghasilkan suara pecahan yang menggema dan mengisi seluruh kantin dengan bunyi yang menggelegar.

"Vin, udah Vin," ucap Emil dengan suara yang tenang namun tegas, mencoba menjadi penengah di antara mereka. Dia melingkarkan tangannya di bahu Kevin, berusaha menenangkan temannya dan mengurangi pergerakannya yang agresif.

Emil menatap Kevin dengan tatapan yang memohon, berharap bisa meredakan amarah yang membara dalam diri temannya.

Sementara itu, Marica berdiri dengan nafas yang tersengal, mencoba mengumpulkan kembali keberaniannya setelah insiden yang mengejutkan itu.

Perlahan, keheningan yang mencekam mulai mereda ketika Kevin mulai tenang. Emil masih memegang bahu Kevin erat, memastikan bahwa situasi tidak kembali memanas. Para siswa lain di kantin mulai kembali ke aktivitas mereka, meskipun bisikan-bisikan penuh rasa ingin tahu masih terdengar di seluruh ruangan.

Yura berdiri dengan gelisah, mencoba menenangkan situasi yang memanas di depan matanya. Dia menatap Kevin yang masih dipenuhi amarah dan mencoba berbicara dengan suara yang tenang namun tegas.

"Vin, kalau Caca ada salah tolong maafin ya," ucap Yura, berharap bisa meredam emosi kelvin.

"Salah? Dia salah karena dia udah ninggalin gue gitu aja!" teriak Kevin dengan suara yang menggema di seluruh kantin, membuat semua mata tertuju pada mereka.

Emil, yang masih mencoba menahan Kevin, merasakan kekuatan amarah yang semakin membesar dari tubuh sahabatnya. Dengan satu gerakan kuat, Kevin berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Emil dan langsung menuju ke arah Marica dengan langkah cepat dan penuh kemarahan.

Melihat Kevin yang semakin mendekat dengan wajah marah, naluri pertahanan diri Marica pun bangkit. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengangkat kakinya dan menendang bagian perut Kevin dengan kuat. Gerakan itu begitu cepat dan tepat, membuat Kevin mundur beberapa langkah dengan ekspresi terkejut dan kesakitan.

Tendangan itu begitu kuat hingga membuat Kevin kehilangan keseimbangan dan terhuyung mundur. Tubuhnya terhempas ke belakang, membentur meja dengan keras. Meja itu goyah dan akhirnya terbalik, menjatuhkan semua benda di atasnya. Piring, gelas, dan makanan berserakan di lantai dengan suara berderak yang menambah kekacauan.

Marica melihat situasi itu sebagai kesempatan untuk melarikan diri. Tanpa membuang waktu, dia berlari menuju pintu kantin, berharap bisa keluar sebelum keadaan semakin memburuk.

"Marica!" teriak Kevin dengan suara parau, mencoba bangkit dan menahan rasa sakit di perutnya. Tubuhnya masih bergetar akibat tendangan kuat Marica.

"Tutup semua pintu kantin!" perintah Kevin dengan nada yang memerintah, meskipun suaranya terdengar sedikit tersendat oleh rasa sakit.

Orang-orang yang mendengar teriakan Kevin langsung bergerak cepat. Mereka menutup semua pintu akses keluar dari kantin, berusaha memastikan bahwa Marica tidak bisa melarikan diri. Pintu-pintu berat itu ditutup dengan suara berdebum yang keras, mengunci semua orang di dalam kantin.

Marica berhenti sejenak, menyadari bahwa jalannya telah tertutup. Napasnya terengah-engah, pikirannya berputar mencari jalan keluar dari situasi yang semakin mencekam ini. Sementara itu, Kevin, dengan bantuan Emil, mencoba bangkit dan menenangkan dirinya.

"Lo nggak bisa kabur begitu aja, Marica," kata Kevin dengan suara yang lebih terkendali, meskipun matanya masih menyala dengan kemarahan.

Suasana kantin semakin tegang, semua mata tertuju pada Marica dan Kevin. Ketegangan terasa begitu pekat, membuat semua orang menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Emil tetap berada di samping Kevin, bersiap untuk mencegah kekerasan lebih lanjut jika situasi kembali memanas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!