NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:8.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Tak ada solusi

Santi merenungi perkataan Gendis tadi. Hal yang dia tidak menyangka sebelumnya.

Tadinya Santi berpikir Gendis lagi hamil muda. Meski Gendis terlihat jauh lebih tua, tapi bisa jadi kebobolan atau gimana.

Banyak juga perempuan yang masih bisa hamil meski usianya sudah lanjut.

"Aku mau menunggu mereka di sini. Siapa tau nanti mereka butuh bantuanku," gumam Santi.

Dan Santi pun duduk dengan gelisah. Seolah yang sedang sakit adalah keluarganya sendiri.

"Mari silakan duduk, Bu," ucap perawat yang tadi memanggil nama Gendis.

Perawat yang wajahnya terlihat jutek dan suaranya tinggi.

"Terima kasih," sahut Gendis dengan nada datar.

Lily melirik dengan kesal ke arah perawat yang terlihat angkuh itu.

Sedangkan bidan yang akan memeriksa Gendis, terlihat sibuk dengan ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. Entah apa yang sedang diketiknya.

Gendis dan Lily duduk berdampingan. Menunggu ada reaksi dari bidan itu.

Perawat yang tadi pun menyandarkan tubuhnya di dinding, lalu membuka ponselnya.

Hal yang sama dia lakukan, mengetik sesuatu lalu senyum-senyum sendiri.

Lily yang melihat kelakuan mereka berdua, menghela nafas dengan kasar.

Dalam hatinya sangat kesal. Ada pasien bukannya segera ditangani, malah pada asik sendiri.

"Bu Bidan. Maaf, saya mau periksa," ucap Gendis dengan sopan, setelah hampir lima menit mereka diabaikan.

Bidan yang bernama Maysaroh itu mendongak sebentar, lalu matanya kembali lagi ke ponsel.

Jemarinya kembali mengetikan sesuatu. Baru setelah itu dia letakan ponselnya.

"Iya. Ada masalah apa?" tanya bidan Maysaroh dengan nada seolah tak berdosa.

"Saya mau memeriksakan penyakit saya, Bu," jawab Gendis.

"Oh. Sebentar saya lihat catatan kesehatannya dulu."

Bidan Maysaroh membaca sekilas kertas laporan kesehatan Gendis yang disodorkan si perawat tadi.

"M...Ibu Gendis, usia tiga puluh lima tahun, dengan keluhan sering keluar darah seperti menstruasi. M...ya..ya."

Bidan Maysaroh mengangguk-angguk seakan dia sudah sangat paham dengan apa yang dibacanya.

"Udah pernah periksa ke dokter kandungan?" tanyanya.

Gendis menggeleng.

"Bu. Penyakit Ibu enggak main-main loh. Sebaiknya Ibu periksakan ke dokter kandungan, biar nanti dicek lewat USG. Jadi ketahuan seberapa besar miom dan kista yang ada di rahim Ibu," ucap Maysaroh.

"Karena kalau diabaikan, itu bisa berkembang menjadi kanker, Bu," lanjutnya.

Lalu ponselnya berbunyi. Dan Maysaroh kembali meraihnya.

Gendis menghela nafasnya.

Lily geram melihat bidan yang kembali asik dengan ponselnya itu.

"Ibu saya tidak mengabaikan, Bu Bidan!" ucap Lily ketus.

Maysaroh mendongak sebentar. Matanya menatap Lily dengan tajam, lalu kembali ke ponselnya sebelum meletakannya lagi.

"Kalau memang tidak mengabaikan, ya udah, periksakan ke dokter kandungan. Kalau disini tak ada peralatannya," sahut Maysaroh dengan santai.

"Ibu saya tidak punya biaya untuk periksa ke dokter kandungan!" ucap Lily dengan nada masih ketus.

Lily pernah mencari tahu berapa biaya periksa ke dokter spesialis kandungan. Dan dia merasa kalau ibunya tak akan sanggup membayar.

"Oh. Jadi masalah biaya? Kan ada kartu jaminan kesehatan. Kalian punya kan?" tanya Maysaroh.

Gendis menggeleng.

Sebagai warga pendatang yang hanya mengontrak rumah petak kecil, dirinya dan Lily tak pernah didata oleh pengurus RT setempat.

Dulu di awal Gendis sakit, dia pernah menemui ketua RT-nya untuk meminta dibuatkan kartu jaminan kesehatan. Tapi jawabannya sudah tak ada lagi program dari pemerintah.

Entah itu benar atau tidak, Gendis yang tak tahu menahu soal kepemerintahan, hanya bisa menelan kekecewaannya.

"Lagi pula kartu jaminan kesehatan itu hanya untuk warga yang punya kartu tanda penduduk saja," ucap pak RT saat itu.

"Saya punya KTP kok, Pak. Ini saya bawa." Gendis memperlihatkan KTP-nya.

Pak RT yang tak suka direpotkan urusan warga yang tak ada uang jalannya, hanya membaca sekilas.

"Kalau begitu, silakan Ibu mengurusnya di alamat yang tertera di sini." Pak RT mengembalikan KTP Gendis.

"Tapi alamat itu jauh, Pak. Dan kedua orang tua saya sudah tidak ada," sahut Gendis.

"Memangnya apa hubungannya dengan orang tua anda?" tanya pak RT.

"Ini alamat rumah orang tua saya," jawab Gendis.

Pak RT manggut-manggut.

"Kan bisa menemui RT setempat. Enggak perlu menemui kedua orang tua anda."

Gendis kesal dengan jawaban pak RT. Mana mungkin menemui kedua orang tuanya yang sudah berada di alam kubur.

"Tempatnya jauh, Pak," ucap Gendis.

Alamat tempat tinggal kedua orang tua Gendis berada di luar kota. Dulu saat pertama kali Gendis dan Yudi menikah, mereka menumpang alamat di sana.

Dan karena mereka belum punya tempat tinggal tetap, mereka belum mengurus surat pindah.

"Kan ada transportasi, Bu. Ibu ini kayak jaman perang aja. Tinggal naik bus atau kereta, beres kan?" sahut pak RT.

Gendis benar-benar kesal mendengarnya. Bukannya mencarikan solusi bagi warganya, malah semakin membebani.

"Loh, kok enggak punya? Kalian punya KTP dan KK, kan?" tanya Maysaroh.

"Punya, Bu. Tapi..." Gendis bingung cara menyampaikannya.

"Tapi pak RT kami tak mau mengurusnya. Karena kami tidak punya uang!" Lily yang melanjutkan omongan Gendis.

Gendis menyenggol lengan Lily.

"Jangan begitu," bisik Gendis.

"Biarin, Bu," sahut Lily.

Menurut Lily, biar bidan itu tahu persoalan mereka. Siapa tahu bisa memberikan solusi. Meski cara penyampaian Lily terlalu ketus.

"Oh. Ya repot kalau enggak punya kartu jaminan kesehatan." Cuma itu komentar Maysaroh.

"Terus Ibu saya harus bagaimana, Bu Bidan?" tanya Lily dengan geram.

"Langsung saja periksa ke dokter kandungan. Biar dokter yang menangani proses selanjutnya," jawab Maysaroh.

Yaelah, ini orang enggak paham-paham juga. Kebanyakan mainan hp sih.

Kalau punya banyak uang sih, enggak usah disuruh-suruh. Pasti kita udah kesana. Rutuk Lily dalam hati.

"Baik, Bu. Nanti saya usahakan periksa ke dokter kandungan," sahut Gendis mengalah.

Gendis melirik wajah Lily yang sedang menyimpan kemarahan. Dan dia tak mau anaknya ini kembali ngomong yang tidak-tidak.

"Nah, itu lebih baik," ucap Maysaroh.

"Lisna! Panggil pasien selanjutnya," ucap Maysaroh ke perawat yang membantunya.

"Loh, urusan ibu saya gimana ini, Bu Bidan?" tanya Lily.

Gendis pun tak paham kenapa perawat itu disuruh memanggil pasien selanjutnya. Sedangkan dia merasa urusannya belum selesai.

"Tadi ibunya kan udah bilang mau ke dokter kandungan. Apa lagi?" tanya Maysaroh.

"Ibu saya tidak diperiksa dulu, gitu?" Lily balik bertanya.

"Kan sudah saya bilang tadi, di sini tak ada alat yang memadai!" jawab Maysaroh. Nadanya mulai tinggi.

"Ibu saya enggak dikasih resep obat juga?" tanya Lily lagi.

"Maaf anak bawel. Saya tidak berani meresepkan obat apapun. Kalau nanti terjadi apa-apa dengan ibumu, saya yang akan kena masalah. Jadi sekarang, kalian siapkan uang untuk periksa ke dokter kandungan. Selamat pagi!" ucap Maysaroh makin ketus.

Kata-kata terakhirnya bermakna mengusir mereka dari ruangannya.

Gendis hanya bisa menghela nafas sambil menahan air mata yang rasanya hampir keluar.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!