Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak terduga
Siang itu, Shima dan Santi benar-benar pergi ke kota. Mereka menghabiskan banyak uang untuk merawat tubuh mereka. Shima yang lebih banyak diam karena takut jika dia kelihatan norak, padahal dalam hatinya, dia senang sekali. Setelah dari salon, mereka langsung naik mobil milik keluarga Baskara. Santi duduk berdampingan dengan Shima di jok belakang. Sedangkan pak Dirman, bersanding dengan banyaknya belanjaan mereka.
"Habis ini, kamu pingin kemana lagi Shima.? "
"Aku gak tahu mbak, aku ikut mbak Santi saja. Aku belum pernah ke kota"
Santi tersenyum dan mengusap bahu Shima.
"Gak papa Shima. Habis ini kamu juga akan sering ke kota. Suami kamu biasa tinggal di kota, makanya kalau di suruh pulang sama mas Devan suka misuh-misuh gak jelas. Padahal di desa juga nyaman. "
Shima tersenyum. "Memang mas Cello jarang pulang ya mbak.? "
"Iya, waktu Ayah masih ada, Cello juga jarang pulang. Apalagi sekarang cuma ada Mas Devan, pasti suami kamu makin males pulang" Santi terkekeh.
"Ehhhm.. Maaf Bu, kita kemana lagi setelah ini.? "
Pak Dirman bertanya pada Santi.
"Kita pulang saja pak. Sudah capek. Kita makan di rumah saja ya Shima, kasihan Bi Nur sudah capek masak gak ada yang makan" Santi melirik Shima.
"Iya mbak. "
Perjalanan dari kota ke kampung mereka tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan.
Setelah sampai rumah, Santi dan Shima bergegas masuk ke rumah dengan menenteng belanjaan mereka. Belanjaan Shima yang paling banyak karena Santi yang memaksa Shima untuk belanja baju baru, tas, sepatu dan skincare.
"Kita bersih-bersih dulu Shima habis itu kita makan"
Ucap Santi menginterupsi Shima.
Shima terlihat mencari seseorang. Santi yang menyadari hal tersebut, lalu tertawa cekikikan.
"Kamu cari siapa Shima.? Cari Cello ya.? Emang tadi pas kamu pergi, dia gak bilang kalau mau ke kebun mangga sama mas Devan? "
"Hehe.. Nggak mbak" Shima mengusap tengkuknya.
"Sudah cepat bersih-bersih. Suami kita bentar lagi juga pulang"
Mereka melipir ke kamar masing-masing.
Tepat pukul satu siang, Devan dan Cello pulang dari kebun dengan mengendarai motor KL*. Sampai saat Cello masuk ke kamar, Cello mendapati Shima sedang merapikan rambutnya. Shima pun kaget saat ada yang masuk ke kamarnya. Shima menoleh dan mendapati Cello pulang dari kebun dengan keringat sebesar biji jagung memenuhi pelipisnya.
Cello pun terkesima dengan penampilan baru Shima yang cantik, harum dan ber make up tipis.
"Eh .... Tadi kamu dari mana saja sama mbak Santi" Cello melirik Shima yang menunduk.
"Tadi habis diajak nyalon sama mbak Santi Mas, terus di ajak belanja. "
" Mbak Santi yang bayarin? "
"I_iya Mas"
"Habis berapa tadi? "
"Hehe.. Gak tahu mas." Shima tertawa canggung
"Nanti tanya ke mbak Santi total uangnya biar aku ganti"
Cello mendekati Shima, Shima pun merasa jantungnya akan loncat.
Cello berbisik pada Shima "Persiapkan dirimu, malam ini kita akan ke kota, pekerjaanku banyak"
Cello meninggalkan Shima yang berdiri mematung.
Shima menghembuskan nafasnya kasar. Sebelum Cello keluar dari kamar mandi, Shima lebih dulu meninggalkan kamar menuju ke dapur untuk makan siang bersama Devan dan Santi.
"Mbak." Shima duduk di depan Santi.
"Kenapa Shima.? "
" Mas Cello tanya, tadi mbak habis berapa buat belanja-in aku, katanya mau diganti. "
"Idih.. Mbak itu belanja-in kamu ikhlas ya, bukan minta ganti" Sungut Santi
"Kan Mas Cello yang tanya mbak, kok mbak marahnya ke aku sih?" Shima merengut
"Heheh.. Maaf ya, biar nanti Mbak yang ngomong sama Cello. "
Cello dan Devan datang ke meja makan berbarengan.
"Ehh adik durhaka tidak tahu terima kasih, mbak itu belanja-in Shima ikhlas ya, gak minta ganti. Lagian uang segitu gak bakal bikin kakakmu miskin" Semprot Santi pada Cello.
"Gak bisa mbak. Aku gak mau nanti kamu anggap aku gak tanggung jawab sama istri aku. "
Istri aku gak tuh.
"Oke deh terserah, tadi Shima habis 7 juta, sama Mbak 5 juta jadi 12 juta. "
"Belanja apaan mbak, banyak banget" Cello terkejut.
"Ya udah sih, kan mbak bilang gak usah diganti. Uang mas Devan, banyaaaaaaak"
"Huuuft.. Nanti aku transfer, tapi punya Shima aja, punya Mbak minta ganti aja sama Kakak" Cello mendesah.
Shima dan Devan hanya mengamati perdebatan Cello dan Santi.
"Ehm.. Mas. Sebelum kita ke Kota nanti malam, boleh gak aku ke rumah Ibu? " Shima nampak takut saat bertanya pada Cello.
"Setelah ini ku antar" Jawab Cello dingin.
Santi melirik Devan dan Devan hanya mengangkat bahunya saja.
Setelah makan siang, Cello memutuskan untuk ke rumah Ibu Shima, bu Rani.
Sesampainya disana.
"Assalamu'alaikum Bu"
Shima mengetuk pintu rumah yang sudah tua itu.
Bu Rani membuka pintu dan terkejut saat melihat Shima.
"Ss_Shima.. Eeee ee ayo masuk, ayo masuk. Ajak Cello masuk juga"
"Ibu kenapa? "
Shima masuk kerumah disusul dengan Cello.
" Tidak apa-apa Shima. Gimana kabar kamu disana Nak.? "
"Siapa sayang? " Seorang lelaki paruh baya keluar dari kamar Bu Rani dengan membenarkan letak sarungnya.
Cello kaget apalagi Shima.
"Siapa dia Bu.!? " Tangan Shima mengepal kuat.
"I_ibu bisa jelaskan Shima. "
"Jelaskan, Shima tunggu 5 menit" Ucap Shima dingin.
" Maafkan ibu Shima, Ibu terpaksa. Setelah ayahmu sakit, Ibu tidak mendapatkan nafkah batin dari Ayahmu. Akhirnya Ibu kenal Mas Parto. Mas Parto sayang sama Ibu dan mau menerima Ibu. Maafkan Ibu Shima.! " Bu Rani menghiba.
Shima meneteskan air mata tanpa isakan.
"Atau jangan- jangan selama ini, uang hasil panen Ayah, Ibu berikan ke lelaki ba**ngan ini"
Plaaaak
Bu Rani menampar Shima.
"Jaga ucapanmu Shima. Mas Parto tidak seperti yang kamu fikirkan. Kalau kamu gak tahu, mending kamu diam"
Cello menghampiri Shima yang memegang pipi bekas tamparan ibunya dan merangkul bahunya.
"Ayo kita pergi sekarang Shima"
"Iya Mas. Dan Bu, aku kesini mau pamit sama Ibu, aku gak akan pulang lagi kesini, aku akan pergi malam ini dengan Mas Cello. Terima kasih karena sudah menjualku. Semoga Ibu bahagia dengan pilihan Ibu dan Ibu tidak merasakan, apa yang di alami Ayah"
Cello menggandeng Shima pergi. Bu Rani masih berdiri mematung dan memandangi tangan yang ia gunakan untuk menampar putrinya.
Seketika Bu Rani tersadar dan menangis mengejar mobil Cello yang perlahan meninggalkan rumah tua miliknya.
"Shima.. Tunggu Ibu Shima.. Shimaaaaa"
Mobil Cello pergi begitu saja tanpa mendengar lagi jeritan Bu Rani memanggil Shima.
Parto yang kebingungan hanya diam di dalam rumah karena dia pun takut di tangkap warga.
Tetangga Bu Rani hanya mengintip dari rumah mereka masing- masing tanpa ingin mengetahui masalah Bu Rani dan Shima.
Bu Rani menangis meratapi kepergian Shima. Mata tua nya menerawang jauh.
"Maafkan Ibu Shima. Tapi Ibu juga mencintai Mas Parto"
Bu Rani menangis tergugu di pinggir jalan dan menutup wajah tuanya dengan telapak tangannya yang sudah penuh dengan air mata.