Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SUDAH PERGI
Hari berganti hari dan Rafael masih terus saja mencoba mendekati Mirelle setiap harinya. Namun, gadis itu tampak selalu menjauh dan pergi ntah ke mana. Hal itu membuat Rafael merasa gundah setiap hari. Mirelle selalu memiliki cara untuk tak terlihat dan Rafael tak suka itu.
“Ke mana lagi dia? Apa setiap hari ia akan selalu pergi dan berhadapan dengan bahaya? Apa ia tak memikirkan keluarganya?” Rafael tak habis pikir, Mirelle yang dulu ceria dan manja, kini terlihat begitu kuat dan tangguh. Gadis itu bahkan tak mempedulikan keadaan dirinya sendiri.
Ketegangan di camp tersebut kini sudah sedikit berkurang. Kejadian peledakan gudang bahan baku dan keracunan massal saat sarapan, kini mulai berangsur angsur pulih. Rafael dan anggota tim medis yang lain juga sedang memulihkan tenaganya yang terkuras beberapa hari belakangan ini.
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Raf?” tanya Dokter Theo. Saat ini mereka sedang merapikan beberapa peralatan bedah mereka dan mencucinya dengan alkohol.
“Tak ada,” jawab Rafael yang isi kepalanya tentu saja hanya Mirelle. Ia sedang memikirkan bagaimana caranya agar Mirelle mau berbicara dengannya seperti dulu.
“Kamu lelah? Jika lelah, kembalilah ke rumah sakit. Mereka pasti akan segera mengirimkan penggantimu,” ujar Dokter Theo.
“Tidak, aku tak lelah. Aku hanya sedang memikirkan beberapa kejadian yang terjadi belakangan ini,” ucap Rafael.
“Kamu benar, Raf. Beberapa kejadian belakangan ini sungguh tak pernah terkira. Aku tak menyangka mereka menyusup dan menghancurkan dari dalam, bahkan membuat kita sibuk,” ucap Dokter Theo sambil menghembuskan nafasnya pelan.
“Anda tak ingin kembali, Dok?” tanya Rafael. Ia bisa melihat bagaimana Dokter Theo begitu tangguh di sini, tak berbeda jauh dengan Mirelle. Keduanya seperti tak memiliki rasa lelah sama sekali. Dokter Theo seakan tak takut apapun dan selalu siap sedia ketika orang orang membutuhkan bantuannya.
“Aku kembali atau tidak, itu tak penting, Raf. Tak akan ada siapa pun yang menunggu ataupun menyambut kepulanganku. Bukankah lebih baik aku di sini dan menjadi berguba baginorang lain,” ucap Dokter Theo lirih.
“Aku akan selalu menemani anda di sini, Dok,” ucap Rafael.
Dokter Theo tersenyum tipis, “Terima kasih, Raf. Sebaiknya kamu beristirahat. Manfaatkan waktu kita drngan baik dengan beristirahat, agar kita lebih fit.”
Dokter Theo menepuk bahu Rafael sebelum akhirnya ia masuk ke dalam ruangan kecil yang ada di dalam tenda itu. Ya, ruangan kecil itu adalah ruangan di mana Dokter Theo beristirahat. Hanya ada sebuah velbed dan koper miliknya di dalam. Ruangan itu menjadi bagian dari ruang tindakan di mana biasa Dokter Theo bekerja.
Rafael keluar dari tenda tersebut dan menatap sekeliling. Suasana lebih sepi dari biasa, tapi ia masih mendengar suara para tentara yang melangkahkan kaki dengan penuh hentakan. Rafael melihat dua buah truk tentara yang terparkir tak jauh dari tenda mereka.
“Ada apa ini?” tanya Rafael pada salah seorang perawat yang tampak berdiri juga sambil memperhatikan.
Perawat tersebut menoleh dan wajahnya memerah saat melihat Rafael yang berdiri di dekatnya dan mengajaknya berbicara.
“Hah?” Tiba tiba ia tergagap dan tak mampu menjawab karena terpesona dengan Dokter tampan yang berdiri di sampingnya.
“Aku bertanya ada apa ini, mengapa ada truk tentara?” tanya Rafael.
“Ooo … akan ada pertukaran grup tentara, Dok. Nanti di sini akan di dirikan tenda satu lagi karena tentara yang akan menggantikan mereka jauh lebih banyak. Kejadian kemarin membuat mereka lebih waspada dengan camp ini,” jawab perawat itu.
“Pertukaran grup tentara?” Batin Rafael.
Otaknya mulai bekerja saat ini dan pernyataan barusan membuatnya mulai gelisah.
“Mirelle?” gumamnya, kemudian melangkahkan kaki menuju tenda di mana biasa Mirelle berada.
Jantung Rafael berdetak cepat saat ini. Ia takut apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan, membuat langkahnya lebih lebar agar ia segera sampai.
Deghhh
“Tidak! Ini tak bileh terjadi!” ucap Rafael setengah berteriak.
Tenda kecil yang dihuni oleh Mirelle, kosong! Tak ada barang apapun, hanya sebuah velbed dan itu juga sudah dilupat dengan rapi.
“Ke mana dia?” gumam Rafael. Ia masih saja memcoba memeriksa ke sekeliling tenda, tapi tak menemukan Mirelle.
“Truk!” batin Rafael. Ia kembali teringat pada truk tentara yang tadi akan berangkat. Ia mulai berpikir kalau Mirelle pasti ikut dengan truk tersebut untuk meninggalkan tempat itu.
Tak ingin sampai kehilangan lagi, Rafael berlari dengan cepat menuju tempat tadi. Wajahnya sudah menampakkan kegelisahan yang amat sangat.
“Jangan pergi, Elle. Aku mohon jangan pergi dan menghilang lagi. Apa belum cukup kamu pergi selama enam tahun ini?” batin Rafael.
Rafael sedikit bernafas dengan lega karena melihat truk yang akan membawa para tentara itu belum berangkat. Ia segera mendekat.
“Elle! Elle! Mirelle Kyler! Turunlah,” teriak Rafael. Sikap tak biasa Rafael itu tentu saja mengundang perhatian. Dokter muda yang terlihat dingin dan tak tersentuh itu sedang mencari seseorang dan memanggil nama seorang wanita.
“Anda mencari siapa, Dok?” tanya salah seorang tentara yang memegang keetas dengan alas papan. Ia sedang mengabsen para tentara yang akan berangkat menuju camp yang lain.
“Mirelle Kyler,” jawab Rafael.
Tentara itu memeriksa daftar yang ia pegang dan beberapa kali menautkan alisnya.
“Bagaimana? Cepat katakan di mana dia,” ucap Rafael dengan nafas memburu.
“Tak ada nama itu di dalam daftarku, Dokter. Mungkin anda salah.”
“Aku tidak salah, namanya Mirelle Kyler. Ia seorang wanita yang berpakaian hitam hitam, dan sering membawa senjata di pundaknya,” ucap Rafael yang mencoba mendeskripsikan Mirelle.
“Si gadis sniper!” sahut salah seorang tentara.
“Ooo … dia sudah pergi pagi pagi sekali. Ia mendapatkan tugas khusus di barisan depan bersama anggota sniper yang lain,” ucap pria itu.
“Apa?!” Rafael tak percaya dengan apa yang ia dengar. Mirelle, di barisan depan, melawan para pemberontak? Tidak, tak bisa! Ia harus melakukan sesuatu, tapi … apa? Kepalanya pusing dan hatinya gelisah.
“Semua telah siap! Bersiap untuk berangkattt!!!” teriak tentara yang tadi memegang kertas absen. Truk yang mereka naiki telah siap berangkat menuju camp lain di mana mereka akan ditempatkan.
Sementara itu, Rafael melangkahkan kakinya malas. Ia benar benar tak bersemangat setelah mendengar kabar Mirelle.
“Apa yang sebenarnya kamu pikirkan, Elle? Apa kamu tak ingin lagi berada dekat denganku?” gumam Rafael yang perasaannya seakan diliputi oleh penyesalan.
Rafael menatap lurus ke depan. Ia menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia harus melakukan sesuatu untuk menemukan Mirelle dan mendapatkan hatinya kembali. Sepertinya kini dirinya lah yang harus mengekor di belakang Mirelle agar gadis itu tahu perasaannya.
“Marco!”
🧡🧡🧡
alurnya juha bagus banget....👍🏻👍🏻