"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilamar.
Faras lantas mengikuti arah pandang papa Rasya. Dan beberapa saat kemudian kembali memandang sang ayah dengan dahi berkerut bingung.
"Inara wanita yang cerdas dan tentunya sosok yang bersahaja. Papa rasa Inara lah wanita yang paling cocok menjadi calon ibu untuk cucu-cucu papah." akhirnya Faras paham sepenuhnya akan maksud ayahnya.
"Cocok bukan berarti Inara sudah pasti bersedia menikah dengan Abang kan, pah." Faras ragu Inara bersedia menikah dengannya, terlebih beberapa hari terakhir wanita itu terlihat dekat dengan sahabatnya, Davin.
Papa Rasya tersenyum."Apa Abang lupa kalau papa juga pernah muda. papa tahu bagaimana cara seorang wanita menatap pria yang disukainya dan Papa yakin Inara suka sama Abang."
Faras terdiam. Jujur, ia tidak se-percaya diri itu untuk meyakini jika perasaan Inara padanya masih sama seperti enam tahun lalu terhadapnya.
"Tidak perlu terlalu banyak berpikir bang! jika memang Abang tidak keberatan dengan saran papa, maka dalam waktu dekat ini papa akan mengatur waktu untuk berkunjung ke rumah orang tua Inara. Bagaimana?."
"Terserah papah saja, Abang akan menurut pada keputusan papah." jawaban Faras mampu menciptakan senyum bahagia di wajah papa Rasya.
Papa Rasya meninggalkan ruangan putranya dengan perasaan lega.
Inara berdiri dari tempat duduknya saat menyadari papa Rasya tengah melintas didepan meja kerjanya. Wanita itu membungkukkan badan seperti biasa sebagai tanda hormat. Tetapi, ia dibuat heran dengan sikap mantan atasannya itu yang tiba-tiba melebarkan senyum padanya, padahal biasanya pria paruh baya tersebut hanya mengulas senyum tipis padanya. Namun begitu, Inara tak mau terlalu ambil pusing dengan sikap papa Rasya yang menurutnya sedikit berbeda hari ini. Inara kembali menjatuhkan bobotnya di kursi setelah papa Rasya berlalu.
Tidak terasa waktu pulang kerja tiba, Inara pun meninggalkan meja kerjanya sesaat setelah Faras meninggalkan ruangannya. hari ini untuk pertama kalinya Faras pulang tepat waktu setelah seminggu sibuk dengan pekerjaan yang mengharuskannya lembur hingga pukul sepuluh malam.
Hari ini Inara tak langsung pulang, ia mengemudikan mobilnya menuju salah satu cafe yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tempat Za dan Zi melakukan tugas Koasnya.
"Maaf ya aku telat, macet banget soalnya." Tutur Inara tak enak hati sudah membuat kedua sahabatnya itu menunggu lama.
"Tidak masalah Ra, lagian kita juga baru tiba sepuluh menit yang lalu kok." jawab Za dan dibenarkan oleh Zi dengan anggukan kepala.
Seperti biasa kalau sudah bertemu seperti ini ketiga gadis cantik tersebut suka lupa waktu. Mereka tak menyadari jika mereka telah mengobrol ngawur ngidul sejak ba'da magrib tadi hingga kini waktu telah menunjukkan pukul delapan malam. Untungnya tadi Inara lebih dulu mampir ke masjid untuk melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Tuhan. Begitu pula dengan Za dan juga Zi yang tetap melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Tuhan di sela-sela kesibukan mereka sebagai koas. jika tidak, bisa dipastikan ketiganya akan melewatkan sholat Maghrib karena keasyikan mengobrol.
"Ting" suara notifikasi pesan di ponselnya membuat Inara segera meraih benda pipih tersebut dari atas meja.
"Kak Nara di mana, kenapa belum pulang? Di rumah ada tamu, orang tuanya kak kembar." dalam hati Inara saat membaca pesan singkat dari adiknya.
"Ada apa, Ra?." Tanya Za saat Inara enggan berpaling dari layar ponselnya.
Bukannya menjawab, Inara justru menunjukkan pesan yang dikirim adiknya pada Za dan juga Zi.
*
"Maaf jika kedatangan kami mengganggu waktu istirahat bapak dan ibu. Apalagi kami tidak memberi kabar sebelum datang berkunjung." ujar papa Rasya merasa tidak enak hati atas kunjungan mendadak mereka ke rumah orang tua Inara malam ini.
"Sama sekali tidak mengganggu. kami justru senang tuan dan nyonya Sudi berkunjung ke rumah kami." balas ayahnya Inara dengan senyum ramahnya, Meskipun dalam hati ia dan sang istri masih bertanya-tanya dengan maksud dan tujuan dari pria yang dikenalnya sebagai bos Inara sekaligus orang tua dari si kembar Za dan Zi tersebut.
"Silahkan di minum dulu tehnya tuan... nyonya!." ibunya Inara mempersilahkan tamunya untuk menikmati teh yang baru saja dihidangkan oleh adiknya Inara.
"Terima kasih, maaf sudah merepotkan." giliran mama Thalia yang bersuara. Wanita paruh baya tersebut terlihat mengukir senyum ramahnya, hingga ibunya Inara dibuat kagum pada sosoknya. sosok yang bersahaja, itulah yang dapat dilihat oleh ibunya Inara tentang sosok mama Thalia.
"Sama sekali tidak merepotkan, Nyonya..." justru ibunya Inara yang merasa tak enak hati, karena hanya menghidangkan teh hangat saja pada tamunya itu. Seandainya saja ia tahu malam ini akan kedatangan tamu, pastinya ibu Inara akan mempersiapkan hidangan yang lainnya.
"Bapak dan ibu pasti bertanya-tanya dengan maksud dan tujuan dari kedatangan kami malam ini. dan untuk menjawab pertanyaan itu, maka saya akan langsung saja mengungkapkan maksud dan tujuan dari kedatangan kami malam ini. Sebenarnya maksud dan tujuan kami berkunjung ke rumah bapak dan ibu adalah ingin melamar anak gadis bapak dan ibu yakni Inara untuk menjadi istri dari anak sulung kami, Sarfaras Wisatara."
Kedua orang tua Inara tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya mendengar pernyataan papa Rasya. Benarkah keluarga dari konglomerat sekelas tuan Rasya Putra Sanjaya melamar putri mereka untuk putranya.
"Mungkin ini sedikit mengejutkan bagi bapak dan ibu, tapi itulah niat dan tujuan kami datang berkunjung malam ini." sambung mama Thalia, menyokong perkataan suaminya.
Ayahnya Inara merasa bimbang. pria itu tak ingin dianggap kurang sopan jika menolak, tetapi sebagai ayah yang bijak ia juga perlu meminta kesediaan putrinya terlebih dahulu.
Ditengah kebimbangan hati sang ayah, tiba-tiba Tina ikut bergabung bersama orang dewasa di ruang tamu. Bukannya gadis itu ingin bersikap tidak sopan, namun ia merasa perlu menyampaikan fakta tentang sang kakak agar ayah mereka tidak salah dalam mengambil keputusan.
"Maaf pah....mah.... bukannya Tina mau ikut campur urusan orang dewasa, tapi Tina hanya ingin menyampaikan fakta bahwa_." Tina seperti takut-takut menuntaskan kalimatnya.
"Katakan saja nak, jangan takut!." pinta papa Rasya. "Apa kakak kamu sudah punya kekasih??." sambung papa Rasya. Jika benar demikian, maka ia tidak akan memaksa.
Dengan cepat Tina menggelengkan kepalanya. kini gadis itu menjadi pusat perhatian dari semua orang dewasa yang berada di ruangan tersebut tak terkecuali kedua orang tuanya.
"Bahwa apa, nak?." ibunya ikut bertanya, penasaran dengan kelanjutan dari kalimat Tina.
"Bahwa sebenarnya kak Inara suka sama kak Faras, bahkan semenjak mereka masih remaja dulu." akhirnya Tina menuntaskan kalimatnya. "Tina tahu itu dari buku harian kak Inara." sambung Tina.
"Benarkah?." kompak ayah dan ibunya bertanya untuk memastikan.
Tina mengangguk pasti.
Mama Thalia tersenyum mendengar fakta mengejutkan itu. Sedangkan papa Rasya, pria itu tak terlihat terkejut mendengarnya sebab dari cara Inara menatap Faras, papa Rasya sudah bisa menebaknya.
"Jadi, bagaimana keputusan bapak dan ibu???." papa Rasya memastikan.
"Jika benar apa yang dikatakan adiknya Inara, maka tidak ada alasan bagi kami untuk menolak lamaran tuan dan nyonya."
Wajah mama Thalia langsung berbinar mendengar jawaban dari orang tua Inara. Itu artinya lamaran mereka diterima.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali