Tek ketek tek ketek tek ketek ketek ketek
'Lagi-lagi suara itu! Ingin ku buang mainan berbentuk dua onde-onde yang saling digantung pake tali dengan bunyi yang merusak panca indera ku itu. Bisa-bisanya orang seumurannya menyukai hal absurd begitu!!
"Shanuuuuuum maiiin yuuuuuk" Teriak pemuda itu terdengar tanpa dosa sudah mengganggu hari minggu indahku!
"Minggat sana! Shanum lagi ke Dubai jualan karpet terbang bareng Aladin!!!"
Bukannya pergi laki-laki itu malah duduk menunggu di depan kostku! Sumpah ya, entah kesalahan dan dosa apa yang aku lakukan di kehidupan yang lalu sampai dipertemukan dengan orang gaje super nyebelin kayak Abyan itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Perjalanan menuju barat
Waktunya sarapan, mataku udah kek panda. Bukan kurang tidur lagi tapi emang nggak bisa tidur sama sekali bikin mata ku memiliki lingkar hitam. Kepalaku juga sedikit pusing.
"Semalem nggak tidur?" Tanya ibu padaku.
"Gimana bisa tidur kalau ibu bikin aku spaneng, semaleman mikir kenapa aku di suruh pulang." Aku menghela nafas.
"Yakin? Bukannya kamu nggak bisa tidur semalem karena main sama Abyan di sofa?" Omongan ibu sungguh tak terfilter sama sekali.
"Main apa lagi. Ya Allah bu bu.. Makin aneh aja deh hahaha.." Sebenarnya itu nggak lucu. Tapi, aku paksa tertawa untuk menutupi kegugupanku.
"Main 'Jatuhi aku, kau ku tangkap'.." Diikuti gelak tawa tak senonoh. Untung ibuku yekan.. Cuba yang ngomong gitu si Bella atau Dieska, abis pokoknya!
Kami masih di dapur, aku bantu ibu nyiapin sarapan. Makanya kami bisa se terbuka itu ngobrolnya. Lagian ya, aku sama keluargaku emang nyantai banget kok, nggak kaku-kaku ala kanebo kering gitu. Santai tapi tetap di jalur menghormati orang tua.
Aku selesai menggoreng telur dadar. Ibu menyelesaikan bagian masakan lainnya. Setelah mengikat rambutku, ku cepol asal aja yang penting nggak mawut dilihatnya, aku ke depan guna memanggil ayah. Kami biasa makan bersama di dapur, biar nanti nggak mondar-mandir buat ambilin piring kotor untuk dicuci.
"Lha Abyan nggak kamu panggil? Masa ayah yang manggilin.." Ayah ku ini tipe ayah yang welcome sama siapapun pasangan anaknya, asal tahu batasan aja, tak mau mencari kriteria sendiri untuk dipungut jadi mantu. Semua losdol, terserah mu.. Gitu!
Kalau kakak pertamaku, mas Adit punya bengkel sendiri. Juga punya angkringan buat ngeteh-ngeteh cantik, mas Adit jarang di rumah. Dia lebih sering tidur di bengkelnya. Kayak sekarang, dia juga nggak ada di rumah.
Dulunya, sebelum merantau aku mau jualan pulsa aja gitu di depan rumah, beli etalase biar kayak konter lain pada umumnya. Tapi, etalasenya pecah sebelum ku isi barang-barang jualanku. Itu semua gara-gara tindakan keji nan tak terpuji yang dilakukan kedua kakakku.
Mbak dan mas pada bercandaan, lari-larian kayak bocah teka yang masa kecilnya nggak bahagia, entah apa yang dipikirin mereka aku udah teriak-teriak agar mereka jaga jarak dari etalase yang baru ku beli dari menyisihkan uang sakuku selama sekula! Eh.. Kedua devil yang ngaku-ngaku jadi sodaraku itu malah nabrak etalase ku.. Pyaaar!! Abis! Pecah semuanya, tinggal kerangkanya doang.
Dan mereka enjoy aja tuh bilang 'Dikata jangan taruh sini juga! Nubruk orang kan jadinya.. Ayo beresin ini kacanya, kena kaki orang bisa diamputasi nanti!'
Udah ya cerita tentang masa lalu ku dengan etalase ku yang tak pernah ku pakai nyampe sekarang ini. Dan seperti yang kelian semua ketahui, akhirnya aku memutuskan untuk merantau ke kota seberang untuk mencari sekeping dua keping uang guna menyejahterakan isi dompetku. Aku nggak mau diam di rumah saat aku sanggup untuk melakukan apapun, selama masih produktif dan tak merugikan orang lain, why not? Yo ra?
"By, makan!" Panggil ku sekenanya.
"Kamu manggil pacar buat makan kok nadanya mirip si Adit manggilin kucingnya." Ayahku tertawa.
Aku mendengus kesal. Aslinya, setelah kejadian memalukan semalem, aku masih belum pengen bertemu Abyan. Tapi, mau gimana lagi. Dia tamu di sini, tamu yang ngaku pacar lebih tepatnya.
"Oeee car pacar! Udah bangun belum? Keluar, makan! Nggak keluar juga nggak apa-apa. Jatuhmu biar aku abisin!"
"Udah yah." Aku kembali melewati ayah. Ayah malah tertawa mendengar panggilan ku untuk Abyan tadi.
Saat semua sudah berkumpul, kita terlihat seperti keluarga berencana versi pemerintah. Satu istri, satu kepala rumah tangga, dan dua anak sengkleknya. Uwuu terlihat harmonika sekali.. Maaf harmonis maksudnya.
"Jadi, ibu tuh sebenarnya mau ngenalin kamu sama anak temen ibu.. Dia baru pulang dari Dubai. Jadi pengusaha dia di sana, eh kamu malah lebih gercep bawa pacarmu ke sini, ya udah.. Enggak jadi deh.." Kata ibu setelah semua menyelesaikan makannya.
"Siapa bu?" Tanyaku sambil tersenyum. Asli senyumku ini tiba-tiba aja muncul, aku nggak berniat terlihat bahagia gitu mau dikenalin sama TKI dari negara Sultan.
Kang lato melihatku dengan tatapan mengerikan. Hilang sudah senyum di wajahku. Ayah dan ibu saling pandang dan akhirnya terbentuk cekungan indah di wajah masing-masing.
Kami bicara dari yang jelas temanya apa, nyampe ke yang nggak jelas sama sekali. Tanpa ku sadari waktu udah nunjukin jam 01.00 siang. Dan aku harus kembali ke tanah rantau.
"Bu, pak, jaga kesehatan baik-baik ya.. Jangan bikin aku kaget lagi pake nyuruh pulang dadakan kayak gini. Untung kan jantung anakmu ini buatan Gusti Allah, lha kalau buatan China kan bisa remuk dari kemarin-kemarin." Aku mencium takzim tangan kedua orang tuaku. Abyan melakukan hal yang sama. Dia sangat menikmati bermain peran sebagai pacar tak dianggap.
"Jaga dia, dia itu pecicilan. Kayak anak sapi lepas dari kandang. Jangan sia-siakan kepercayaan ayah ya," Ayah menepuk pundak Abyan. Siapa anak sapi? Hei yah.. Aku ini anakmu lho ya, ayah semena-mena sekali bilang aku anak sapi. Wait.. Secara nggak langsung ayah menganggap dirinya sapi??
"Iya yah. Aku pasti jaga Shanum dengan baik. InsyaAllah." Ucapnya tenang dan pasti. Melting nggak? Ah biasa aja.
_____
Di perjalanan selanjutnya, alam menunjukkan tanda akan menurunkan air dari langit.
Aku udah biasa kehujanan, tapi sendiri. Lha sekarang ada si lato ini, huufft aku berharap hujan tidak akan turun hingga nanti aku sampai tujuan.
Doa ku nggak terkabul, entah kurang khusyuk doanya atau kurang amal aku nya sampai-sampai hujan langsung mendarat ke tanah beberapa saat setelah aku berharap agar air langit ditunda turunnya.
"Kita nepi dulu ya Num, hujannya makin deres nih." Aku nggak menjawab, manut aja udah.
Kita memilih meneduh di pinggir jalan, ini sih bukan dingin lagi tapi pol mentok suhunya bisa bikin tulang sumsumku berubah jadi es. Hoodie yang Abyan berikan padaku sedikit banyak mampu memberi kehangatan untuk ku. Dia sendiri terlihat cuek dengan memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Aku tahu, dia juga kedinginan.
"Kamu sendiri aja gemeteran gitu kok malah ngasih hoodie mu ke aku, pakai lagi nih. Jaket ku cuma basah dikit, masih aman lah."
"Aku lebih ikhlas hoodie itu kamu yang pake, jaket yang kamu banggain itu basah, bagian depannya jelas banget nyetak aset mu. Aku nggak rela orang lain lihat kamu pas basah-basahan kayak tadi." Ya Allah.. Dia gitu amat ngomongnya. Nggak bisa apa ngerem dikit!
"Dieh.. Kamu merhatiin nyampe sana?! Mezuum akut!!"
Kelian tahu, dia ngapain? Dia berdiri di depan ku. Menjeratku dalam kungkungan nya, membuatku diam tak bisa berkata-kata oleh perlakuannya. Ya, aku sangat tahu.. Dia lagi melindungi ku dari terpaan air hujan. Aku bisa lihat punggungnya terus menerus terkena percikan air hujan.
Dia membuatku merasa terlindungi, ini nih yang aku nggak suka.. Aku makin jauh jatuh ke perangkap perasaan tak berujung yang biasa disebut cinta....