Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah abang
Sampai di rumah, Saif langsung rebahan. Ia merasa sedikit pusing. Mungkin efeknya masih ada. Sambil rebahan, pikirannya pun melanglang buana. Saif mengingat kejadian hari ini. Mulai dari rumah Tania. Mengkhawatirkan keadaan Tania, menggendongnya, membayar administrasi, sampai mendonorkan darah untuk nya. Jika dipikir-pikir, hari ini banyak sekali hal yang Saif lakukan untuk Tania. Tanpa ia sadari, baru kali ia melakukannya untuk orang lain selain keluarganya.
"Ya Allah, maafkan hamba. Tadi keadaan darurat." Batin Saif saat ingat dirinya menyentuh bahkan menggendong Tania.
Tok tok tok
"Bang... "
"Iya, hun. Buka saja, tidak dikunci kok."
Bunda pun memutar gagang pintu dan masuk ke dalam kamar Saif.
"Bang, bunda mau pergi ke rumah sakit sama ayah. Apa kamu ada jam ngajar hari ini?"
"Iya bun ada. Habis ini abang mau siap-siap."
"Bang, kamu kok pucat?"
"Pucat, masa sih bun?"
"Iya."
Bunda meraba kening Saif.
"Tapi badannya biasa saja, nggak demam."
"Iya, mungkin karena capek saja bun. Ndak pa-pa kok."
"Kalau sekiranya ndak enak badan, izin saja bang. Bunda berangkat dulu ya."
"Iya, bun."
Bunda pun keluar dari kamar Saif dan menutup kembali pintunya.
Setelah kepergian bunda, Saif pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Setelah itu, ia shalat Ashar. Setelah selesai shalat, Saif pergi ke dapur untuk mencari buah-buahan untuk bisa menyegarkan dirinya.
Kebetulan di kulkas ada semangka dan jeruk. Saif juga menemukan susi kurma di dalam kulkas.
"Alhamdulillah."
Setelah selesai amunisi, Saif sudah siap berangkat ke kampus. Hari ini dia hanya ada jam di satu kelas saja. Saif sudah memberi tahu ketua kelas bahwa dia akan terlambat 10 menit.
Bunda dan ayah baru sampai di rumah sakit. Mereka membawa buah-buahan untuk Tania. Mereka juga membawa makan malam dan baju ganti untuk Shasa karena mereka yakin Shasa akan menginap di rumah sakit.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Bunda, ayah."
Shasa menyambut kedua orang tuanya dan mempersilahkan mereka untuk masuk.
"Bagaimana, Tania?" Tanya bunda.
"Alhamdulillah, sedikit membaik bun. Tapi masih pusing banget."
"Bunda sangat khawatir tadi."
"Maaf sudah merepotkan bunda dan keluarga. "
"Ndak kok. Jangan bilang begitu. Kamu kan sudah bunda anggap anak sendiri. Istirahat yang cukup. Kan, ada Shasa yang bakal temani kamu di sini."
"Terima kasih banyak, bunda. "
"Sama-sama."
Shasa mengupas buah naga lalu memotongnya menjadi beberapa bagian. Setelah itu ia menyuapi Tania.
"Sha, aku bisa sendiri."
"Tapi aku pingin nyuapin kamu, hehe... "
Tania hanya mengulum senyum. Dalam hatinya kembali bersyukur miliki sahabat seperti Shasa.
Sampai waktu Maghrib tiba, bunda dan ayah belum pulang dari rumah sakit. Dokter dan perawat datang untuk mengontrol keadaan Tania.
"Selamat malam."
"Selamat malam, dok."
"Lho, Pak Arif."
"Iya dok, apa kabar?"
"MasyaAllah, alhamdulillah saya sehat pak. Bapak juga sehat kan? Semakin berumur bapak terlihat lebih fresh ya."
"MasyaAllah, dokter bisa saja. Jadi dokter yang menangani Tania?"
"Iya, Pak. Jadi Pak Saif itu putra bapak ya?"
"Iya dok."
"MasyaAllah, pantas saja sikapnya seperti bapak."
Sambil ngobrol, dokter memeriksa keadaan Tania. Tekanan darahnya 100/90. Tania masih harus dirawat secara intensif untuk beberapa hari.
"O h iya Pak, tadi saya lagi ngomongin putra bapak. Dia sendiri yang mendonorkan darah untuk adiknya ini."
Semua orang di ruangan itu tercengang mendengar penjelasan dokter.
"Jadi abang yang donori darah untuk Tania?" Batin Shasa.
"Apa? Pak Saif donorkan darah untukku?"
Namun bunda dan ayah senang karena Saif menganggap Tania sebagai adiknya sendiri. Mereka juga mengucapkan terima kasih kepada dokter karena telah menangani Tania dengan baik.
Setelah kepergian dokter, bunda dan ayah pun pamit pulang. Mereka juga telah mengizinkan Shasa untuk menjaga Tania malam ini.
Setelah kepergian orang tuanya, Shasa justru membicarakan soal abangnya dengan Tania.
"Tania, demi apa coba. Abang yang donori darah untuk kamu. "
"Duh, jadi makin ndak enak aku Sha sama Pak Saif."
"Aku juga dapat melihat kekhawatiran pada wajah abang saat dia menggendongmu lho. Ah tadi abang keren banget."
"Sha... aku ngerepotin banget ya? Pak Saif pasti keberatan saat menggendongku."
"Haha... entahlah. Tapi kayaknya kamu enteng. Buktinya abang cepet jalannya. Sudah jangan dipikirkan! Tapi jangan sampai kamu berubah sikap menjadi dingin hanya gara-gara darah abang mengalir dalam tubuhmu."
"Ish, kamu ini! Lagi serius juga, malah ngelawak."
Shasa terkekeh.
Tania jadi terbayang pada wajah Saif yang terlihat serius dan tanpa ekspresi.
Setelah selesai shalat Isya' Shasa menyiapkan makan malam untuknya dan untuk Tania yang tadi dibawakan bunda. Mereka makan malam bersama. Tania makan di atas brangkar, sedangkan Shasa di atas kursi samping Tania.
Saif dalam perjalanan pulang ke rumah. Namun ia teringat kepada Shasa dan Tania. Saif pun segera menghubungi Shasa untuk menanyakan keadaan Tania. Ia juga menanyakan sesuatu yang mungkin mereka perlukan. Setelah mendapat jawaban dari Shasa, Saif pun merasa lega. Ia langsung pulang ke rumah.
Di rumah, bunda seudah menunggunya di ruang tamu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Bang, kamu ndak pusing?" Bunda langsung memeriksa keadaan Saif.
Saif merasa heran dengan sikap sang bunda.
"Bunda, abang baik-baik saja. Kenapa bunda kelihatannya khawatir?"
"Kata dokter tadi kamu habis donor darah untuk Tania. Jadi bunda takut kamu kenapa-kenapa gitu."
Saif agak terkejut mendengarnya. Ia lupa untuk meminta dokter merahasiakan hal itu. Namun sudah terlanjur.
"Bang, kok bengong?"
"Eh ndak kok, bun. Kalau begitu abang ke kamar dulu ya. Mau istirahat."
"Iya, nanti mskan malamnya biar diantar ke kamarnya. "
"Terima kasih, bun."
Bunda segera pergi ke dapur untuk mengambil makanan. Bunda juga membuatkan susu hangat untuk Saif. Setelah itu, bunda mengantarkannya ke kamar Saif.
Keesokan harinya.
Pagi-pagi Saif pergi ke rumah sakit. Bunda membawakan sarapan untuknya dan Shasa karena Saif pun belum sempat untuk sarapan. Setelah pamit kepada bunda, Saif pun berangkat ke rumah sakit.
Di rumah sakit, Shasa masih tidur. Sebenarnya Shasa sudah bangun saat adzan Shubuh. Namun ia tidur lagi karena mengantuk. Tania sedang rebahan sambil melihat selang infus. Pikirannya menerawang ke mana-mana.
Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Sahut Tania.
Munculah Saif dengan membawa paper bag berisi makanan. Saif melangkah pelan masuk ke dalam. Melihat adiknya yang masih tidur, Saif tidak tega untuk membangunkannya.
Sedangkan Tania bingung mau memulai pembicaraan dengan Saif.
"E... "
"E.... "
"Bapak duluan."
"Kamu saja."
"Sendirian, pak?"
"Iya."
"Shasa tidur lagi, mungkin karena semalem ndak bisa tidur pak."
"Iya, biarkan saja."
Tania mengangguk.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa kasih bintang ya kak
Love you sekebon untuk kalian semua 🥰😍😘
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰