"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 - Pertengkaran (Kirana-Hana)
"Tentu saja aku tau dari Mas Aldo. Kita sebagai suami-istri kan harus saling terbuka dalam segala hal. Apalagi Mbak Kirana dulu pernah membohongi kami soal hamil palsu mu itu. Huft !!" jawab Hana.
"Maafkan aku, Han." Ucap Kirana seraya menghela nafas beratnya.
Kirana cukup kaget karena Hana tau perkara Aldo marah atas tuduhan perselingkuhan dengan anggota polisi. Kirana mempercayai ucapan Hana karena jawaban yang diberikan cukup masuk akal baginya.
Kala itu Kirana sedang kalut bercampur grogi menjelang persalinan pertamanya. Jadi, wajar saja jika ia tak bisa banyak berpikir lebih jeli dan menyeluruh.
"Aku udah gak percaya lagi sama Mbak Kirana!" ketus Hana. "Bahkan anak yang sekarang kamu kandung saja, kami sangsikan apa benar itu benih Mas Aldo atau bukan!" sambungnya.
"Aku gak memaksa kalian percaya padaku. Apalagi soal benih yang ada di dalam perutku ini anak Aldo atau bukan. Aku belum bisa membuktikannya saat ini. Seberapapun aku jelaskan sekarang, kalian tetap akan meragukannya. Benar kan,"
"Hem,"
"Aku cuma ingin bertemu Aldo karena sampai sekarang dia masih berstatus sebagai suamiku,"
"Mas Aldo gak ada di rumah!" jawab Hana.
Kirana terdiam sejenak. Entah ada dorongan apa yang membuat istri kedua Aldo yang tengah hamil ini tiba-tiba merang_s3k masuk. Hana yang tak siap, membuat tubuhnya sedikit terhuyung dua langkah ke belakang.
"Eh..." ucap Hana refleks. Beruntung ia tak terjatuh ke lantai. Bisa-bisa kakinya yang cacat akan kesakitan.
"Al, ini aku-Kirana!" teriak Kirana seraya berjalan masuk ke dalam rumah menuju kamar Aldo dan Hana.
"Apa yang Mbak Kirana lakukan di rumahku?" bentak Hana tak terima.
"Aku hanya mencari Aldo," jawab Kirana tegas dan seolah kali ini rasa sopan-santunnya di depan Hana lenyap seketika.
Kirana tetap memilih berjalan ke kamar utama sembari salah satu tangannya memegang perut buncitnya di bagian bawah untuk men0pang langkahnya.
Kehamilan Kirana yang sudah membesar dan menjelang persalinan membuat emosinya tak stabil. Pada akhirnya ia mudah tersulut. Terlebih ucapan Hana terhadapnya beberapa saat yang lalu cukup memprovokasinya.
"Lancang sekali Mbak Kirana masuk ke rumah orang tanpa izin!"
"Aku tadi udah izin ke kamu buat ketemu Aldo!" balas Kirana tak kalah sengit.
Ibu hamil satu ini seakan punya tenaga cadangan yang mendadak keluar. Padahal sebelumnya, ia sempat berbulan-bulan mengalami kepayahan selama hamil si kembar.
"Dibilangin kok nge_yel sih! Mas Aldo tuh gak ada di rumah!"
"Aku mau buktikan sendiri!" kekeh Kirana.
Dikarenakan saat datang, Kirana melihat mobil yang biasa digunakan Aldo terparkir rapi di teras. Kirana berpikir jika Aldo ada di dalam rumah.
"Dasar gak tau diri banget!" umpat Hana seraya menatap sebal punggung Kirana yang kini sudah berada di depan pintu kamarnya.
☘️☘️
Kirana tak menggubris sama sekali cacian Hana yang ditujukan padanya. Kirana mengetuk pintu kamar utama berkali-kali dan memanggil nama sang suami. Namun, tak ada sahutan apapun yang terdengar dari dalam.
Kemudian telapak tangan Kirana memegang gagang pintu kamar utama dan membukanya.
"Kosong. Apa Aldo memang gak ada di rumah?" batin Kirana. "Tapi, mobilnya ada."
Faktanya, Aldo memang tidak ada di rumah saat itu.
"Lancang sekali Mbak Kirana buka-buka kamarku!" bentak Hana tak terima dengan tindakan Kirana yang membuka pintu kamarnya tanpa izin.
Kebetulan kamar utama sedang tidak dikunci Hana saat ia berjalan ke depan untuk membuka pintu utama karena ingin melihat sosok tamu yang datang. Ternyata Kirana yang berkunjung ke rumahnya.
"Maaf, Han. Aku hanya mencari Aldo," sahut Kirana seraya tulus meminta maaf.
Tak lupa Kirana menutup kembali pintu kamar utama yang sedang kosong tanpa penghuninya tersebut.
"Sudah aku bilang, Mas Aldo tuh lagi gak ada di rumah! Jadi orang tuh jangan nge_yelan!" sungut Hana seraya kedua tangannya bersedekap di depan da_da nya dan menatap be_ngis ke arah Kirana.
"Aldo ke mana?"
"Lagi ada urusan pekerjaan di luar pulau!" ketus Hana menjawabnya.
"Kapan pulang?"
"Gak tau!"
"Masa kamu gak tau, Han. Kamu kan istrinya," ucap Kirana dengan nada suara yang mendadak naik satu oktaf.
Kirana yang awalnya berusaha menurunkan emosi dan nada suaranya, mendadak kembali naik tensi. Dikarenakan Hana terus marah seakan menyudutkan dirinya.
Hor_mon kehamilan Kirana kali ini benar-benar mere_coki hingga membuat logikanya tak mampu berjalan sepenuhnya. Hanya tersisa perasaan sedih yang menggelayuti batinnya dan sudah menumpuk selama hampir sembilan bulan terakhir ini. Alhasil Kirana mudah sensi dan baperan menjelang persalinan si kembar.
Rasa kecewa, sedih dan amarah namun tergerus cinta yang perlahan menumpuk sedikit demi sedikit di hati Kirana, bagai b0m waktu yang siap meledak. Kini ia sedikit lampiaskan hal itu pada Hana secara refleks.
Berawal datang dengan niat baik hari ini tanpa bermaksud mengganggu kenyamanan Aldo dan Hana, tapi yang diperoleh Kirana hanya hardikan dan penghakiman yang menyudutkan. Otomatis membuat nalurinya sebagai seorang calon ibu ikut memberontak.
"Mbak Kirana kan juga istrinya Mas Aldo. Walaupun istri kedua karena penjebakan kon_yol yang kamu lakukan sendiri," balas Hana dengan nada suara mencibir Kirana.
"Kenapa tanya ke aku? Seharusnya Mbak Kirana sebagai istri juga tau kegiatan Mas Aldo apa saja di luar sana dan pergi ke mana. Jangan cuma mau terima uangnya doang dan leha-leha di rumah, tapi suaminya kerja banting tulang gak diurusin tee_teek be_ngek nya!"
"Maafkan aku, Han. Kamu pasti paham selama ini Aldo tak tinggal denganku. Apalagi aku juga ngga bisa hubungi ponselnya udah sebulan ini. Aku datang ke sini cuma ingin mengatakan pada Aldo kalau seminggu lagi hari kelahiran anaknya,"
"Terus mau Mbak Kirana tuh apa? Apa Mas Aldo harus menemani proses persalinan mu, padahal anak itu juga belum tentu anaknya?"
"Istri di dunia ini tentu berharap didampingi suaminya saat proses melahirkan. Suatu anugerah yang tak terkira. Tapi, aku gak akan memaksa kalau Aldo memang tak mau menemani proses persalinanku. Aku terima dengan ikhlas. Aku hanya ingin mengingatkan agar Aldo segera mengurus perceraian denganku setelah melahirkan,"
"Sepertinya Mas Aldo sangat sibuk dan tak akan bisa menemani Mbak Kirana lahiran!" tegas Hana langsung memberikan keputusan seolah mewakili suara Aldo.
"Tapi kalau proses perceraian kalian, Mbak gak perlu khawatir. Mas Aldo akan segera mengurusnya. Kalau pun ada harta yang perlu dibagi, semua dilakukan setelah terbukti jika anak itu benar-benar da_rah daging Mas Aldo!" lanjut Hana.
"Aku sama sekali tak pernah meminta sedikit pun harta pada Aldo. Kamu tak perlu khawatir soal itu," ucap Kirana seraya berusaha memukul mundur emosinya secara perlahan agar tidak kembali terpengaruh atas ucapan Hana yang terus meno_hok padanya.
Kenyataannya, Kirana telah banyak berubah setelah cinta di hatinya datang atas nama Aldo Bimantara Pamungkas yang berlanjut kabar kehamilannya yang nyata bukan lagi hamil palsu. Kirana sudah tak menginginkan harta atau materi dari Aldo.
"Jangan suka nolak, Mbak. Padahal dalam hati kepengin juga," sarkas Hana.
Nada suara Kirana juga kembali normal dan cenderung lembut. Kirana teringat atas nasehat dari Dokter Hendrik dan Santi bahwa ibu hamil jangan mudah marah serta menangis. Nanti membawa dampak pada kesehatan ibu dan calon bayinya.
"Aku berusaha untuk berkata jujur. Selebihnya kalian percaya atau tidak, aku tak punya kuasa untuk itu."
"Urusan Mbak Kirana kan udah selesai, segera pulang gih! Apa mau aku laporkan ke polisi tindakan Mbak Kirana barusan yang menero_bos masuk rumahku tanpa izin?" usir Hana disertai dengan ancaman.
Bersambung...
🍁🍁🍁
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo