"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Fakta
"Queensha, buka pintunya!" Suara teriakan Mia melengking tinggi bagai gemuruh petir di siang hari.
Wanita tua itu bergegas menemui Queensha sesaat setelah para body guard Farida pulang. Ya, Mia tak ingin menunda sesuatu yang dapat membahayakan keselamatan putri tercinta. Oleh karena itu, dia ditemani Lita berkunjung ke indekos anak tirinya.
"Queensha, ini mama. Buka pintunya!" Mia semakin gencar menggedor daun pintu berwarna putih.
Lita yang sedari tadi berdiri tak jauh dari sang mama segera mendekat. "Ma, kita dobrak aja pintunya. Aku yakin, dia sedang pura-pura tidur karena tahu kedatangan kita ke sini untuk meminta uang," bisiknya lirih.
Mia memicingkan mata ke arah Lita. "Emang kamu bisa mendobrak pintu ini? Disuruh angkat keranjang pakaian aja ngeluh berat eh sekarang ngasih saran untuk dobrak pintu. Jangan asbun deh, Lit!" tegurnya sinis.
Lita bergumam lirih. "Dikasih saran ngeyel."
Lalu Mia kembali mengangkat tangan ke atas, bersiap mengetuk daun pintu untuk ke sekian kali. Akan tetapi, suara lembut seorang wanita menghentikan niatan ibu kandung Lita.
"Permisi, Ibu cari siapa?" tanya si pemilik indekos bernama, Nia.
Sepasang ibu dan anak menoleh ke sumber suara. "Mau bertemu pemilik kamar ini, Bu. Tapi sejak tadi si pemilik kamar enggak membukakan pintu. Saya ibu dari pemilik kamar ini."
Nia mengerutkan kening, bingung dengan ucapan Mia barusan. Kalau memang Mia adalah ibunya Queensha, lalu kenapa wanita itu tak mengetahui jika sang putri sudah lama pindah dari indekos.
Dengan ragu Nia menjawab, "Loh, emangnya Ibu enggak tahu kalau Mbak Queensha sudah lama pindah dari sini? Dua bulan lalu dia menyerahkan kunci kamar pada saya sekaligus pamitan. Katanya sih mau pindah, tapi dia enggak ngasih tahu mau pindah ke mana."
"Ibu betulan enggak tahu alamat indekos baru Queensha atau Ibu sengaja menyembunyikannya dari saya?" tanya Mia penuh selidik.
Si pemilik indekos Grand Nara melipat kedua tangan ke depan dada, menaikan dagu ke atas dan menghunuskan tatapan tajam ke arah Mia. "Maksud Ibu apa? Ibu menuduh saya berbohong, iya? Asal Ibu tahu, saya tuh anti banget sama yang namanya bohong. Hidup saya tuh udah kebanyakan dosa, jadi saya enggak mau nambah timbangan keburukan dengan menyembunyikan sebuah kebenaran."
"Tadi saya dengar kalau Ibu adalah ibunya Queensha. Lalu, kenapa Ibu terkesan seperti orang bodoh mencari-cari anak sendiri bahkan menuduh orang lain berbohong. Benar-benar aneh," cibir Nia.
"Kamu-" Jari telunjuk Mia mengarah ke wajah Nia. Namun, segera ditepis oleh si pemilik indekos.
"Jangan pernah menunjuk wajah saya menggunakan jari telunjukmu! Tidak sopan! Lebih baik pergi dari sini sebelum saya minta satpam menyeret kalian keluar kemudian melemparkan ke jalanan. Saya enggak sudi kalian menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Sana pergi!"
Tangan Mia mengepal sempurna, dada pun kembang kempis karena merasa harga dirinya diinjak orang lain. Ingin rasanya dia menampar wajah si pemilik indekos. Namun, Lita dengan sigap menyentuh lengan sang mama.
"Udah, Ma, mendingan kita pergi aja dari sini. Daripada dikeroyok para penghuni indekos, bisa berabe urusannya," bisik Lita sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Memang benar apa kata Lita, saat ini para penghuni indekos sedang menatap sinis ke arah mereka.
Sepasang ibu dan anak itu meninggalkan indekos dengan kesal. Sepanjang jalan Mia tak hentinya menggerutu dan memaki Nia karena berani mengusirnya dari tempat itu.
Hari itu juga Mia mencari Queensha di tempat lain. Ia ditemani Lita menemui wanita sialan yang dianggap kotoran karena pernah mencoreng nama baik keluarga, ke restoran cepat saji. Namun, di sana mereka justru menemukan fakta baru bahwa ternyata Queensha sudah berhenti bekerja sejak dua bulan lalu.
"Sial, mesti nyari di mana lagi anak sialan itu? Aku harus menemukannya segera sebelum anak buah Bu Farida menjadikan putriku wanita penghibur."
***
Di sebuah taman belakang rumah, sepasang ibu dan anak itu tengah menikmati secangkir teh di pagi hari. Hari ini, mentari hadir dengan begitu indah dan kemilau cahaya yang menghangatkan tubuh.
“Ma, kenapa kita enggak mencari informasi tentang si Queensha aja?" usul perempuan yang lebih muda di antara mereka, Lita.
Mia menoleh ke samping, tampak putrinya itu tengah menyeruput teh dengan tatapan berbinar. Menatap ke depan, banyak bunga yang mulai bermekaran.
“Ide kamu bagus, Lit. Tapi, bagaimana caranya?” tanya Mia, bingung. Pasalnya, dia sudah lama tidak mendengar kabar tentang anak sambungnya itu.
Keduanya terlihat sedang memikirkan sesuatu, sesekali menyeruput teh dalam keheningan pagi ini. Kemudian, sebuah ide muncul di kepala Mia.
“Mama tahu harus berbuat apa,” kata Mia dengan penuh semangat, membuat Lita menoleh dan tersenyum.
“Apa itu, Ma?” tanya Lita penasaran, sedikit mencondongkan tubuhnya pada sangat ibunda.
“Lihat saja nanti,” ucap Mia dengan santai, lalu mengambil ponsel dari atas meja yang sebelumnya dia letakkan di sana. Lantas, menghubungi seseorang. Berbincang beberapa saat, tak lupa senyum licik tergambar jelas di wajah perempuan berusia lima puluh tahunan itu.
Lita tak ingin ikut campur dalam hal ini, dia percaya sepenuhnya pada sang mama. Membiarkan wanita tua itu mengurus segalanya, dia hanya akan membantu jika ada masalah dalam prosesnya. Namun, sejauh ini, rencana mamanya tidak pernah gagal.
“Sudah, beres,” kata Mia dengan bahagia, membuat Lita semakin penasaran.
“Mama berbicara dengan siapa?” tanya Lita, tak bisa lagi membendung rasa penasarannya yang sudah hadir sejak tadi.
“Sarman.”
Jawaban satu kata itu, sudah berhasil memberikan kepuasan dalam hati Lita. Tentunya dia sudah hafal betul bagaimana cara kerja pria dewasa itu.
“Jadi, Mama meminta dia untuk mencari tahu tentang Queensha?” tanya Lita yang langsung mendapatkan anggukan dari mamanya, disertai senyuman.
“Hush, enggak sopan kamu panggil Ayah sendiri dengan sebutan dia. Bagaimanapun, dia adalah Ayah kandungmu sendiri." Mia menegur Lita karena putrinya itu sudah bersikap tidak sopan kepada mantan suaminya. "Bagaimana, bagus 'kan, ide mama?”
Lita mengangguk beberapa kali.
"Iya, maaf. Rencana Mama selalu bagus, bukan?”
“Tentu saja,” kata Mia dengan angkuhnya, menatap lurus ke depan dengan penuh keyakinan. Yakin, jika Sarman akan menemukan Queensha dalam waktu tiga hari saja.
“Jadi, ayok kita bersulang?” ajak Lita, membuat Mia kembali sadar dari lamunannya.
Mia menyambutnya dengan bahagia, lalu bersulang dengan putrinya itu. Keduanya sama-sama sedang menikmati pagi ini dengan hati yang berbunga-bunga.
Dua hari berlalu setelah itu. Segala kesibukan sudah dilakukan oleh para manusia. Pagi ini, kembali kedua ibu dan anak itu tengah dihebohkan dengan sambungan telpon dari seseorang.
“Sarman, katakan, apakah info tentang Queensha sudah kamu dapatkan?” tanya Mia dengan penasaran, tak sabar dengan info yang akan dia dapatkan.
“Kita bertemu di kafe biasa. Akan aku ceritakan semuanya,” kata Sarman di seberang sana. Suara beratnya terdengar memerintah, bukan lagi meminta. Begitu serius sampai kedua perempuan yang dia hubungi langsung mengiakan.
“Oke. Kita bertemu pukul sepuluh pagi ini,” putus Mia kemudian sambungan berakhir di sana.
Kedua wanita itu langsung bersiap setelah sarapan. Tentunya, karena berita yang akan didapat adalah berita besar. Mereka sudah memiliki rencana untuk memanfaatkan keadaan.
Tak perlu membutuhkan waktu yang lama, ibu dan anak itu sudah ada di tempat yang disebutkan pada sambungan telepon tadi. Mereka sengaja datang lebih dulu agar bisa menikmati secangkir kopi sebelum memulai obrolan.
Tentu saja, itu kebiasaan keduanya.
Bukan hanya memesan kopi, tetapi juga beberapa jenis makanan yang harganya tidak murah. Namun, bagi mereka terpenting hati puas, memanjakan diri sendiri dengan kemewahan. Toh yang akan membayarnya nanti bukan mereka melainkan ... Sarman, mantan suami Mia dan ayah kandung Lita.
Di tengah keduanya menikmati makanan, pria yang ditunggu akhirnya datang juga. Mia langsung mempersilakan Sarman untuk duduk di depanya yang hanya terhalang meja saja.
“Langsung pada inti saja, Sarman. Aku tidak bisa menunda lagi untuk menjalankan rencana.” Mia langsung memberikan kalimat yang membuat Sarman tak bisa menolak. Pria itu mengangguk pertanda dia menyetujui ucapan mantan istrinya itu.
Mia dan Lita saling memandang saat melihat Sarman mengeluarkan sebuah foto, lalu menyodorkannya pada mereka. Gegas, perempuan yang lebih tua itu meraihnya.
“Gerbang rumah? Siapa?” tanya Mia, belum memahami apa yang ingin mantan suaminya itu sampaikan.
“Menurut informasi yang aku dapat, Queensha bekerja sebagai baby sitter dan tinggal di sana,” ujar Sarman itu mulai memberikan informasi. “Alamatnya sudah aku kirim di whatsapp,” imbuhnya lagi, membuat senyuman di wajah Mia mengembang kembali.
“Oke, bagus, Sarman. Aku salut dengan cara kerjamu, belum sampai tiga hari kamu sudah memberikan informasi yang sangat akurat.” Mia merasa puas dengan apa yang dia dapatkan pagi ini.
Mereka terlibat perbincangan yang lain sampai matahari sudah meninggi, ketiganya baru menyelesaikan perbincangan dan menghabiskan makanan. Entah berapa lama berada di kafe membahas semua yang ingin dibicarakan.
Dua perempuan itu membiarkan Sarman pergi lebih dulu, ada hal yang ingin mereka rencanakan setelah kepergian pria tersebut.
“Mama tahu 'kan, apa yang harus kita lakukan pada Queensha?” kata Lita, memecah sunyi yang sejak tadi tercipta semenjak kepergian Sarman.
“Tentu saja.” Mia tersenyum evil, lalu berdiri. “Ayok kita pergi sekarang!” ajakannya langsung disambut oleh Lita.
Putri tercintanya itu juga turut berdiri, lalu keduanya berjalan beriringan meninggalkan kafe setelah membayar tagihan.
Kini, mereka sudah ada di perjalanan. Dalam mobil, keduanya tengah memikirkan hal yang sama. Terbesit di hati mereka untuk memanfaatkan keadaan. Menggunakan Queensha sebagai ATM berjalan.
Apalagi, menurut informasi yang mereka dapatkan dari Sarman, majikan Queensha bernama Ghani itu adalah orang yang sangat kaya raya. Tentulah, mereka akan menggunakan Queensha dengan sebaik-baiknya.
Itu sebabnya, ibu dan anak itu langsung meluncur ke tempat di mana Queensha berada. Tak ingin menunda waktu lagi, mereka harus segera menjalankan rencana ini agar kehidupan mereka bisa kembali nyaman. Bukan hanya itu, mereka juga memiliki rencana yang tak kalah menarik. Keduanya akan membujuk Queensha untuk memanfaatkan majikannya juga, menjadikan lelaki bernama Ghani itu sebagai pusat ATM mereka.
Tak berselang lama, mereka sudah sampai di lokasi. Mia dan Lita mengangguk, memandangi gerbang yang ada dalam foto yang kini, sudah ada di tangan Mia.
“Benar, ini tempatnya,” ucap Mia dengan senyuman di akhir kalimat. Kemudian, ibu dan anak itu turun dari mobil. Lantas, melangkah dengan penuh percaya diri ke arah satpam yang berjaga. Memasang wajah seramah mungkin agar pria yang merupakan keamanan rumah itu bisa percaya pada mereka.
“Selamat siang, Bu. Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya satpam itu lebih dulu, karena melihat Mia dan Lita menghampirinya.
Sejenak Mia dan Lita saling berpandangan, keduanya tersenyum simpul. “Sangat ada, Pak. Saya ingin bertemu dengan Queensha, bisa?”
“Mohon maaf, kalian siapanya beliau?” tanya satpam itu dengan tetap waspada, tak ingin kecolongan dan dia yang akan disalahkan oleh sang majikan.
“Oh, kami keluarganya, Pak. Saya adiknya Queensha dan ini ..., ” kata Lita dengan penuh semangat, menunjuk sang ibunda. “Ini ibu sambungnya Queensha.”
Satpam itu mengangguk paham. “Apa yang kalian maksud adalah Queensha istrinya Pak Ghani, pemilik rumah ini?”
Sontak saja, mendengar hal itu membuat Mia dan Lita terbelalak. Terkejut atas apa yang baru saja satpam itu katakan. Mereka kembali saling berpandangan dengan wajah sama-sama terkejut.
“A-apa, Pak? Qu-queensha istrinya Ghani? Emm, maksud saya. Pak Ghani?” ralat Lita di akhir kalimat.
Satpam itu mengangguk, membenarkan apa yang ditanyakan wanita muda di depannya. “Betul, Mbak. Di rumah ini hanya ada satu wanita bernama Queensha. Yaitu Bu Queensha istrinya Pak Ghani, pemilik rumah ini,” ucapnya kembali menjelaskan kalimat yang sama.
“B-bagaimana bisa dia ....” Lita langsung menoleh pada ibunya, masih merasa tak percaya. Mia juga melakukan hal demikian, karena informasi yang dia dapat dari Sarman tidak seperti itu. Sangat berbanding terbalik sekali.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔