"Ingat posisimu, kau kujadikan istri hanya untuk menebus semua hutang Ayahmu!" satu fakta yang teramat menyakiti hati hati Anyelir. Dia menjadi istri kedua, demi untuk melunasi hutang.
Hal-hal mulai terjadi, setelah Anyelir menjadi istri Devan pun, demi melunasi hutang Ayahnya dan menyelamatkan keluarganya dari kemiskinan. Anyelir masih mendapatkan perlakuan buruk dari saudara tirinya serta Rose yang tidak lain ibu kandungnya sendiri. Lantas, bagaimana dengan Devan, lelaki yang penuh mistery dan rahasia, membuat Anyelir seolah sulit menembus tembok Devan. Hidup seolah tidak berpihak pada Anyelir, dengan keadaannya yang memaksa untuk menjadi kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ny.prast, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengurus suami
Keesokan harinya, Anyelir sudah duduk di meja makan, padahal Larissa belum membangunkan Anyelir, itu semua terjadi karena Anyelir tidak tidur lagi setelah dia bangun jam 1 pagi untuk menghadap Devan. Larissa dan pelayan lain sudah menghidangkan sarapan di atas meja, tinggal menunggu Devan untuk turun.
“Permisi Nona Anyelir,” salah satu pelayan datang menghampiri Anyelir.
“Ada apa?” tanya Anyelir penasaran.
“Anda diminta datang ke kamar tuan,” Anyelir menautkan alisnya, dia nampak tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini.
“Aku?” Anyelir kembali memastikan, dan pelayan itu masih memberikan jawaban yang sama. Anyelir pun merapihkan pakiannya, dan melangkah naik ke lantai atas menuju kamar Devan. Tangan Anyelir masih belum terayun untuk mengetuk pintu kamar Devan, karena dia nampak ragu, tapi Anyelir kembali memantapkan hatinya, dia takut kalau Devan akan marah jika dia tidak kunjung datang.
“Tuan, ini saya Anyelir,” seru Anyelir.
Pintu kamar terbuka, dan menampilkan Devan yang masih memakai handuk kimononya, “masuklah,” titah Devan, Anyelir pun melangkah dengan perlahan memasuki kamar suaminya. Warna kamar dominan abu-abu dan putih dan menambah kesan maskulin. Aroma parfum yang tercium tidak terlalu menyengat, namun membuat Anyelir mengingat aroma parfum milik Devan.
“Ada yang bisa saya bantu Tuan?” tanya Anyelir dengan sopan.
“Ambilkan pakaian untukku,” titah Devan, dan diangguki oleh Anyelir. Dia langsung mengambil setelan kemeja, dan jas beserta dasi yang dinilai cocok untuk dikenakan oleh Devan.
“Ini Tuan,” Anyelir memperlihatkan hasil pilihannya kepada Devan.
“Lumayan, tidak buruk,” Devan mengakui kalau pilihan Anyelir memang baik, “pakaikan,” titah Devan lagi. Namun kali ini Anyelir cukup terkejut, ah bukan cukup lagi bahkan sudah sangat terkejut.
“A-apa Tuan? memakaikan?” Anyelir hampir saja tidak percaya dengan pendengarannya, jadi dia mencoba memastikan kembali.
“Kenapa? tidak mau?” wajah Devan sudah berubah serius.
“Bu-bukan begitu Tuan, saya hanya …” Anyelir bingung harus berkata apa, dia tahu dia sudah menjadi istr Devan, tapi memakaikan baju Devan? Rasanya tidak mungkin, dia teramat malu untuk melakukannya. Devan mengambil celana panjang dan juga kemejanya, dia langsung memakainya di hadapan Anyelir, namun Anyelir sigap langsung membuang mukanya dan membelakangi Devan, dia belum siap melihat semua itu, karena dia masih teramat malu.
“Sekarang pakaikan dasi dan jas ku,” titah Devan, rupanya dia sudah selesai memakai celana panjangnya dan juga kemeja, dan kini tinggal memakai dasi. Anyelir menatap Devan yang jauh lebih tinggi darinya, hal ini membuat Anyelir susah untuk memakaikan dasi pada leher Devan.
“Seem Tuan, bisa kita ke kursi panjang itu? Saya tidak sampai,” cicit Anyelir.
“Dasar pendek,” lirih Devan, yang hampir tidak didengar oleh Anyelir.
“Ada apa Tuan? anda bicara sesuatu?” tanya Anyelir, dia takut Devan membutuhkan sesuatu namun dia tidak mendengarnya dengan baik.
“Tidak, lupakan saja,” Devan sudah berdiri di depan kursi panjang, kemudian Anyelir naik ke atas kursi tersebut, dan dipasangkannya dasi itu ke leher Devan dengan hati-hati. Anyelir bersorak dalam hatinya, karena tidak sia-sia dias sering memasangkan dasi ayahnya, dia jadi tahu bagaimana cara memasang dasi yang baik dan benar.
Devan melihat penampilannya kembali lewat pantulan cermin, terlihat sudah rapih dan dia nampak puas dengan dengan hasil kerja Anyelir, setelah itu dia mengajak Anyelir untuk sarapan bersama. Anyelir nampak bingung dengan sikap Devan, yang nampak tidak mencari keberadaan Laura istri pertamanya. Dia nampak tidak perduli dengan ada atau tidaknya Laura di rumah.
“Tuan maaf mengganggu, ini ada telepon dari nyonya Laura,” pelayan membawakan telepon rumah kepada Devan, awalnya Devan agak sungkan untuk menerima panggilan telepon tersebut, karena dia malas untuk berdebat dengan Laura.
“Kemari,” Devan akhirnya mengambil alih telepon tersebut, “ada apa? katakan dengan cepat,” ujar Devan dengan dingin.
[“Dev, aku mau pulang,”] rajuk Laura, rupanya Devan lah yang meminta Laura untuk pergi sementara dari rumah, sebagai hukuman karena dia sudah banyak protes dan membangkang.
[“Belum waktunya, aku masih menikmati masa-masa bulan madu di rumah,”] nampaknya Devan lagi-lagi menjual nama Anyelir. Mendengar perkataan Devan tentang bulan madu bersama dengan Anyelir, membuat hati Laura langsung memanas.
“Tapi Devan,” Laura hendak protes, bagaimanapun caranya dia tidak ingin berlama-lama berada di hotel tempatnya menginap, dia harus pulang ke rumah dan mengamati bagaimana kegiatan antara suami dan madunya itu.
“Jika kau terus mengeluh, maka aku akan mengirimmu ke luar negeri dengan waktu yang sangat lama,” ujar Devan mengancam, setelah dia pun menutup panggilan telepon karo malas untuk berdebat dengan Laura di pagi hari.
Anyelir hanya diam, dia tidak menanggapi sama sekali tentang pembicaran suaminya dengan istri pertama, karena Anyelir takut Devan menganggap dia penasaran dengan kehidupan Devan. Namun, akhirnya Anyelir tahu bahwa ternyata Devan yang mengirim Laura ke luar kota, jadi ini adalah alasan kenapa Devan tidak mencari Laura atau khawatir dengan Laura. Sebenarnya Anyelir juga cukup terkejut dengan pernyatan Devan yang mengatakan bahwa mereka tengah berbulan madu, Anyelir cukup kesal dengan alasan yang diberikan Devan dengan menjual namanya, karena itu akan berdampak pada hubunga dia dan Laura yang menjadi tidak akur.
“Ada yang ingin kamu tanyakan?” kali ini Devan menawarkan terlebih dahulu, tapi Anyelir nampak ragu untuk menjawab.
“Aku menawarkan untuk kamu bertanya,” ujar Devan sekali lagi. Anyelir hampir tidak percaya dengan perubahan Devan yang mendadak, padahal baru semalam dia marah-marah karena Anyelir bertanya seputar kehidupan pribadi Devan.
“Baiklah Tuan, saya ingin bertanya, kenapa Tuan mengirim kak Laura ke luar kota?” akhirnya Anyelir bertanya hal demikian, dia merasa serba salah berhadapan dengan suaminya itu.
“Bukankah saya sudah menjawab, bahwa kita sedang menikmati bulan madu?” Devan masih menjawab dengan jawaban yang sama dia berikan pada Laura.
“Bulan madu? Bukankah kita tidak melakukan apapun?” dengan bodohnya, Anyelir justru berkata demikian, yang seolah malah memancing Devan, menyadari hal itu Anyelir pun langsung menutupi mulutnya yang dia nilai terlalu berani.
Devan menautkan kedua alisnya dan menatap Anyelir dengan tatapan intens, “baiklah, kalau begitu bersiap untuk nanti malam,” ucap Devan, dan seketika detak jantung Anyelir berdegup dengan cepat.
“Ta-tapi,” Anyelir hendak mencoba meluruskan kesalah pahaman maksud perkataannya barusan, namun sepertinya Devan tidak mau menerima penjelasan Anyelir.
“Makan sarapanmu dan lekas berangkat, jangan membuat aku rugi sudah membiayai kuliah kamu,” ujar Devan dengan cepat, dia langsung menyuapkan makanan ke mulutnya. Sedangkan Anyelir diam tidak berkutik sama sekali, dia masih ingat peraturan di rumah ini, bahwa jika mereka sudah memulai acara makan, maka tidak boleh ada pembicaraan atau lain halnya. Tapi, pikiran tentang malam pertama benar-benar membuat Anyelir tidak bisa berpikir dengan tenang.
rose sama kaya Anye
Erma sama kaya si Gita licik nya wkwkm