Ayana Malika Ifana, harus rela menjadi pekerja terselubung demi membayar uang sekolah, dirinya bekerja disebuah perusahaan sebagai cleaning servis karena usianya yang belum genap 17 tahun, jadi dirinya dipekerjakan diam-diam oleh tetangganya yang bekerja bebagai kepala bagian, dan karena membutuhkan uang AMI panggilan nama singkatan miliknya, rela menjadi pekerja terselubung untuk mendapatkan uang.
Dan dirinya juga harus terjebak dengan pria yang dia panggil OM, pria itu yang sudah membuat dirinya kehilangan semua mimpinya.
Bagaimana Ayana Malika Ifana, bisa melalui ujian hidupnya, dan dipertemukan dengan pria yang sudah matang untuk usianya yang belum genap 17 tahun.
Yukk ah, kepoin ceritanya, hanya di NovelToon, jika terdapat cerita yang sama maka itu adalah plagiat, karena saya hanya membuat karya ini hanya di NovelToon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Indira
Semua siswi semakin ramai berbisik-bisik, mereka tidak menyangka jika donatur tampan dan panas itu mengenal Ami, yang terkenal gadis miskin di sekolahnya, karena hanya Ami sendiri yang dengan pedenya naik sepeda ketika kesekolah.
Ami menatap tajam pria dewasa yang memakai kaca mata hitam didepanya.
"Maaf pak, saya tidak kenal anda." Ami berusaha untuk menghindar, namun pria itu malah menarik tangannya dan segera memasukkannya ke dalam mobil mewahnya.
Nathan yang risih menjadi tontonan para gadis remaja di sekolah itu mencoba untuk sabar demi bisa membawa gadis yang sejak tadi dia tunggu.
Dan ketika melihat Ami melintasi mobilnya Nathan langsung keluar menghentikan gadis itu.
"Wah, Nes pakai pelet apa si Miami bisa menggaet banyak pria tampan seperti itu." Ucap Loli yang semakin membuat Nesya geram.
Ami hanya diam tanpa mau melihat pria yang sedang fokus menyetir di sampingnya.
Pandangan Ami lurus ke samping menatap pemandangan luar dari kaca jendela. Pikiranya hanya pekerjaan, tiga puluh menit lagi Ami akan masuk kerja tapi pria menyebalkan itu malah akan membawanya kemana dia tidak tahu, Ami malas meskipun untuk sekedar bertanya.
Ehem
Nathan berdehem hanya untuk memecah keheningan dirinya yang irit bicara pada kawan jenis membuat suasana di dalam mobil sepi mencekam seperti kuburan.
Mendegar deheman Ami tetap diam pada posisinya.
"Apa aku boleh bicara."
Nathan merutuki dirinya sendiri, entah apa yang keluar dari mulutnya terasa sangat aneh dan geli. Pria dingin yang biasanya cuek, dan sekarang Nathan merasa kesal di cueki dan dirinya tidak tahu harus bicara apa.
"Turunkan saya di depan tuan." Ami bersuara tapi tidak berniat untuk membalas ucapan Nathan.
Nathan berdehem kembali demi untuk mengurangi rasa malu pada dirinya sendiri.
Seperti yang Ami bilang, Nathan menghentikan mobil mewahnya di pinggir jalan.
"Terima kasih tumpangannya, lain kali anda tidak perlu repot-repot memberi tumpangan kepada saya."
Blem
Ami menutup pintu mobil dan segera pergi dari sana, membuat Nathan melongo dengan wajah bodohnya.
"Sial.." Nathan memukul setir kemudi, ketika dirinya baru tersadar dengan apa yang baru saja gadis itu ucapkan.
Kenapa juga dirinya malah menuruti permintaan gadis itu untuk turun dari mobilnya, padahal niatnya akan membawa gadis itu ke rumahnya.
Nathan mengusap wajahnya kasar, setelah Ami tak terlihat lagi, bisa-bisa dia seperti pria bodoh didepan gadis ingusan itu.
"Maaf apa saya terlambat?" Ami tersenyum manis pada karyawan senior di cafe Nongki-Nongki itu.
"Tidak, kami juga baru sampai, ayo sekalian kita ganti baju." Ajak rekan Ami yang menunjukkan ruang ganti beserta seragam yang harus Ami pakai.
"Namaku Dila, nama kamu siapa?" Dila memberikan baju kaus berwarna hitam pada Ami.
"Aku Ayana Malika Ifana, di singkat menjadi Ami." Ami tersenyum lebar memamerkan gigi nya.
Dila hanya tersenyum. "Semoga kamu betah ya, disini cafe nya ramai jadi saling kerja sama, kalau si bos sih baik." Tutur Dila hanya yang menceritakan sedikit.
"Pasti aku akan betah, karena aku memang butuh pekerjaan." Ami bersemangat untuk memulai hal baru di hari ini.
.
.
.
"Al, besok malam mama mengundang keluarga Tante Mayang berserta keluarga untuk acara makan malam." Ucap Indira ketika putranya bertandang ke rumah besar nya.
Aldrick atau Nathan itu memang sudah jarang pulang semenjak tinggal di apartemen.
"Mama harap kamu datang, karena mama sudah memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan Maudi." Lanjut Indira lagi mengutarakan niatnya.
Indira sudah membicarakan masalah ini pada suaminya Allanaro dan mamanya yaitu Lili, meskipun usianya sudah tua tapi Lili masih sehat dan ingin melihat cucunya memiliki keluarga.
"Mah, jangan paksa_"
"Kamu untuk menikah?" Potong Indira cepat. "Mama sudah kasih kamu waktu untuk memilih dan membawa calon pilihan kamu sendiri kerumah tapi apa? sampai sekarang kamu sama sekali belum pernah membawa gadis untuk dikenalkan." Indira menatap putranya penuh peringatan.
Usian Nathan sudah tak lagi muda, dan diusianya yang sudah matang Nathan sama sekali belum pernah terlibat kencan dengan seorang wanita.
"Mah, ini hidup Nathan." Nathan menatap Mamanya penuh rasa iba. "Tolonglah biarkan Nathan memilih pendamping Nathan sendiri."
"Sampai kapan? sampai Mama tidak ada?"
"Mah.." Nathan tak bisa lagi berkata, ketika melihat mamanya menangis.
"Hanya menikah Al, mama pilihkan kamu gadis baik-baik. Mama dan papa semakin tua dan kami ingin melihat kamu dan Aileen memiliki keluarga yang bahagia." Indira menatap putranya sendu dengan linangan air mata.
Nathan menatap kosong langit sore dari balkon kamarnya, ucapan mamanya sejak tadi terngiang-ngiang di pikirannya.
Bukanya tidak mau menikah, hanya saja dirinya belum menemukan Wanita yang pas di matanya. Menurutnya semua wanita sama, ingin dimengerti dan diperhatikan tapi tidak ingin mengerti dan perhatian kepada pasangannya.
Nathan hanya ingin wanita yang seperti Sena, wanita yang mandiri dan tidak manja, wanita yang penuh semangat untuk menggapai cita-cita nya, dan karena itu dirinya begitu mengagumi Sena dan menaruh hati pada keponakan sepupunya.
Sungguh Nathan tidak ingin membaut kedua orang tuanya memikirkan kehidupannya, karena dia sendiri tidak memikirkannya.
.
.
Ami baru saja selesai membereskan meja yang terakhir di bersihkan, jam sudah menunjukan pukul delapan dan waktunya untuk dia pulang.
Hari ini cukup melelahkan bagi Ami, karena cafe ramai dan hari pertama kerja Ami harus ekstra melayani dengan baik.
Tak jarang banyak pemuda ataupun remaja yang masih pelajar sama seperti dirinya untuk menggodanya, hanya sekedar meminta nomor telepon ataupun akun medsosnya.
Ami hanya tersenyum untuk menanggapi godaan mereka, dirinya yang memang tidak memiliki ponsel yang bagus, selain itu Ami juga tidak bermain medsos, karena dia memang sama sekali tidak memiliki barang elektronik canggih itu di jaman sekarang.
"Mi, aku duluan ya." Pamit Dila pada Ami yang berdiri didepan cafe.
"Iya Dil, hati-hati dijalan." Ami melambaikan tangan. Dirinya juga ingin segera pulang, ketika ingin pergi suara seseorang membuatnya menoleh.
"Pulang sama siapa?" Zian datang dengan masih menggunakan seragam sekolahnya, cowok itu hanya memakai jaket hitam untuk menutupi baju seragamnya.
"Sendiri kak, mari." Ami menunduk sopan dan ingin berlalu.
"Biar aku antar." Ucap Zian dengan menatap punggung Ami.
Ami membalikan tubuhnya, "Tidak usah kak, rumah ku tidak jauh dari sini." Ami berkata dengan sopan, karena memang Zian adalah bos nya.
Zian hanya diam, ketika gadis itu berlalu dari hadapannya, padahal jika gadis lain pasti dengan senang hati menerima tawarannya. Tapi melihat Ami yang menolaknya membuatnya tersenyum tipis.
"Menarik." Ucap Zian pada dirinya sendiri.
gak prhatian ma istri harta juga gk hbis2 buat apa mngabaikan istri kmu.istri hilang baru tahu rasa kmu