Romance modern.
Kisah cinta Anne Halinger dengan Robert Anderson yang bertemu lewat perjodohan.
Anne yang berasal dari keluarga yang tidak menyayanginya. Dia dijodohkan dengan Robert yang hampir bangkrut dan tidak punya penghasilan tetap.
Namun, tiada yang tahu jadi diri Robert yang sebenarnya adalah pewaris dan CEO Black Diamond Group. Bagaimana kisah cinta dua insan ini? Akankah Anne dan Robert berbahagia?
Ikuti terus kisah mereka ya.
IG @cindy.winarto
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cindy Winarto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
Beberapa hari kemudian.
Robert meeting via zoom dengan Matt dan beberapa top eksekutif lainnya. Mereka membahas berita tentang ditangkapnya Gerry Bush oleh kepolisian terkait kasus kecurangan saat memenangkan tender proyek jalan tol di Sumatera Selatan. Imbas dari berita tersebut adalah turunnya harga saham perusahaan Bush Construction. Robert tak tinggal diam, dan segera memerintahkan Matt dan timnya untuk membeli semua saham Bush Construction dan menjadikannya anak perusahaan Black Diamond Group segera. Yah, walaupun Gerry ini amat menyebalkan, Bush Contraction tetaplah sebuah perusahaan konstruksi dengan pangsa pasar yang besar di Sumatera, sehingga akan semakin memperluas ekspansi bisnis Black Diamond Group.
“Segera beli semua saham Bush Construction dan perbaiki manajemennnya. Tendang semua antek-antek Gerry Bush dan bersihkan company itu dari para koruptor!” seru Robert dengan berapi-api. Tentu saja Robert sebenarnya amat senang karena bisa menjadikan semua milik Gerry Bush menjadi miliknya.
“Baik, Tuan,” ujar Matt dan timnya serempak.
“Berikutnya, selidiki manajemen Perusahaan Matrial Halinger dan kemungkinan untuk mengakuisisinya. Kurasa akan pas sekali bila aku juga punya perusahaan bahan bangunan untuk menunjang perusahaan Bush Construction sehingga kita bisa menguasai dari hulu hingga hilir dan menambah pundi-pundi keuntungan kita,” tandas Robert dengan puas.
Matt menjawab, “Ya, Tuan. Kami akan coba selidiki dulu hal tersebut.”
Robert tersenyum puas. Dia sudah tahu bahwa Nyonya Sandra dan Tuan Ridhan akan memberikan semua harta warisannya kepada Spencer saja. Memang Nyonya Sandra pernah berkata kepada Anne bahwa ada sebuah rumah di kota Tangerang yang akan diberikan untuk Anne. Namun, Perusahaan Matrial Halinger akan diwariskan kepada Spencer.
Nyonya Sandra dan Tuan Ridhan pernah berkata pada Anne bahwa mereka ingin menghabiskan masa tuanya di sebuah ruko berdagang matrial sampai meninggal nanti, ingin Bersama Spencer saja. Mereka mau Spencer-lah yang merawatnya di masa tuanya. Pepatah lama berkata, siapa yang merawat orang tua sampai meninggal, maka harta orang tuanya jatuh kepada anak tersebut. Lalu, bagaimana dengan orang tua lainnya yang biasa saja atau tidak punya harta apa-apa, apakah anaknya akan tetap mau merawatnya? Apakah alasan menjaga harta untuk anak tersayang adalah hanya karena sebuah keinginan (atau sebuah ketakutan) tidak ada yang mengurus di hari tua? Ya memang wajar bila orang tua punya pemikiran demikian, hanya saja, hidup di dunia ini tidak melulu soal harta duniawi ‘kan? Harta tidak dibawa mati. Ketika menghadap Sang Khalik, segala perbuatan manusia akan diadili di hadapan-Nya, entah itu baik atau buruk, yang kelihatan dan tersembunyi.
Robert paham bahwa Perusahaan Matrial Halinger tentu memang sudah sewajarnya diwariskan kepada Spencer. Lagi pula, pada umumnya keluarga di Indonesia menganut sistem patrilineal ‘kan. Namun, tentu akan lebih baik bila semua asset Nyonya Sandra dan Tuan Ridhan dibagi sama rata untuk kedua anaknya, bukan? Sebenarnya, Kakek Thomas sudah mengatur untuk memberikan Anne sebuah hadiah kenang-kenangan, yaitu rumah di daerah Gading Serpong. Saat ini rumah tersebut masih disewakan agar ada yang merawat rumah itu.
Sebetulnya Anne tidak mempermasalahkan bila memang semua harta untuk Spencer. Lagi pula itu memang hak orang tua untuk membagi hartanya ke siapa dan dengan jumlah berapa, ‘kan. Namun, yang membuat Anne sedih adalah bahkan secuil perhatian pun tidak ada. Mereka jarang sekali datang menjenguk ke rumah Anne di Kwitang. Anne paham bahwa orang tuanya sibuk bekerja, tapi entahlah … Sepertinya, mereka memang tidak berniat datang menjenguk Anne.
Memang yang sopan adalah anak yang datang dan menelepon orang tua terlebih dahulu, yang lebih mudalah yang mengunjungi yang lebih tua. Anne beberapa kali suka datang ke ruko orang tuanya juga, dan sesekali suka mengirim makanan dari online food kepada orang tuanya, misalnya bila orang tuanya ulang tahun, dll. Namun, entah kenapa mereka tidak pernah mau mengunjungi Anne. Spencer pun tidak berinisiatif mengajak orang tuanya untuk mengunjungi Anne.
Saat mereka mendengar Spencer sakit cacar air, mereka langsung buru-buru menengok Spencer ke rumahnya, sedangkan saat Anne sakit saraf kejepit kambuh, mereka hanya bilang agar berobat ke dokter saja dan berhenti kerja. Saat kerabat mertua Spencer wafat di Tangerang, mereka buru-buru datang melawat, dan masih banyak peristiwa lainnya yang menunjukkan perbedaan perlakuan mereka kepada dua anaknya.
Teman Anne yang Singapura saja, orang tuanya masih menengok sesekali. Jarak Tangerang ke Jakarta memang jauh, tapi belum sejauh jarak Jakarta ke Singapura atau Jakarta ke Amerika ‘kan? Apalagi orang tua Anne termasuk kategori berada, tentu harusnya tak masalah dengan ongkos bensin dan tol PP untuk sekadar datang berkunjung ke rumah Anne bukan? Robert mengakui bahwa orang tua Anne ini pelit dan hitungan sekali.
Anne pernah menulis di buku diarynya bila suatu saat dia punya anak, dia tidak bersikap seperti Nyonya Sandra. Dia ingin membagi kasih sayangnya dan hartanya dengan adil, dan mengajari anak-anaknya untuk saling mengasihi dan akrab, alias tidak saling memusuhi. Terutama, bila punya anak perempuan, Anne ingin anaknya tidak ragu pulang mencarinya bila butuh bantuan ketika sedang sakit, repot mengurus anak, dll. Dia tidak ingin anak perempuannya dipandang rendah oleh suami, mertua, dan keluarga iparnya karena orang tuanya tidak men-supportnya. Intinya Anne tidak ingin anak-anaknya, terutama anak perempuannya mengalami seperti dirinya. Dia tidak ingin anak perempuanya tidak punya skill apa-apa dan hanya membawa diri saja ketika menikah nanti. Anak laki dan anak perempuannya kelak harus punya skill, rumah, emas, dan harta lainnya sebelum menikah supaya mandiri dan tidak dianggap hanya bawa diri saja.
Anne sudah merancang di diarynya itu. Dia ingin anak-anaknya kelak ambil kursus music seperti piano, biola dll, agar bisa menjadi guru les musik. Yah memang profesi di bidang musik itu luas, tidak hanya menjadi guru les saja, tapi juga bisa main band dan membuat konten video musik YouTube yang menarik, dll. Kalau bekerja kantoran, terbatas pada usia pensiun saja. But, music skill is lifetime, sampai tua pun tetap bisa bekerja cari uang ‘kan. Selain skill musik, juga ada language skill. Anne ingin anak-anaknya ambil kursus Bahasa Mandarin dan bahasa asing lainnya, tidak hanya Bahasa Inggris saja. Anak-anak pun boleh ambil kursus brevet pajak, desain grafis, dll. Itulah Anne, mungkin karena mengalami banyak hal pahit, jadilah dia banyak merancang cita-cita untuk anak-anaknya di diarynya.
Yang Anne tak tahu adalah semua diarynya sudah dibaca Robert, dan Robert cepat memahami diri Anne karena bantuan diary Anne itu. Ada bagian diary yang keriting karena basah oleh air mata. Ada bagian diary juga yang lecek karena tulisan Anne yang besar-besar ketika sedang marah besar dan mencoret-coret diarynya. Robert sudah menarik Anne keluar dari rumah neraka Nyonya Sandra, tapi Anne belum sepenuhnya merdeka dari penjara sakit hati. Robert ingin Anne bahagia. Satu persatu akan dibereskannya itu semua.
***
Please help click like, vote and favorit ya teman-teman. Thanks semua
IG @cindy.winarto