Aleta seorang gadis yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Gadis ini memiliki wajah yang cantik, dengan sepasang mata yang bening dan indah. Nasib mempertemukannya dengan seorang kakek yang sedang tertabrak mobil.
Karena sifat penolongnya, Aleta dibawa kakek ke kota Bandung dan dinikahkan dengan cucunya yang memiliki tabiat keras. Dengan kelembutan hatinya, pada akhirnya Aleta bisa meluluhkan hati suaminya.
Intrik-intrik yang muncul dalam pernikahannya, akhirnya menjadikan mereka untuk saling menguatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah AllRey.., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan
Bu Rosna memanggil Aleta untuk bertemu dengan kakek Cokro mendiskusikan rencana perjodohan yang diinisiasi oleh beliau.
"Duduklah nak..," kakek Cokro meminta Aleta duduk di sampingnya. Bu Rosna ikut duduk di depan pak Cokro.
"Nak Aleta..., mungkin Bu Rosna sudah memberi tahu kepadamu, tentang maksud dan tujuan kedatangan kakek kembali di kota ini."
"Maafkan kakek yang terlalu egois untuk merampas kebebasanmu, masa mudamu, hanya untuk menuruti laki-laki tua di hadapanmu ini."
"Cucu kakek adalah pewaris semua kekayaan atas namaku" kata kakek Cokro.
"Mohon maaf kek, jika Aleta memotong pembicaraan Kakek."
"Saya dididik dan dibesarkan oleh ibu di panti ini sejak masih bayi. Saya bahagia atas semua yang sudah saya dapatkan, dan tidak memiliki mimpi untuk mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar dari keadaan saat ini."
"Membahagiakan ibu dan adik-adik adalah tujuan utama dalam hidup Aleta."
Aleta terdiam sebentar, mengambil nafas dan melanjutkan perkataannya.
"Kakek berbicara masalah kekayaan terhadap Aleta, mohon maaf sebelumnya kek. Aleta merasa menjadi objek jual beli, dan Aleta merasa sakit jika perasaan, hati hanya diukur dengan kekayaan semata."
Semua terdiam, bahkan kakek Cokro merasa tertampar dengan perkataan Aleta, terlebih Bu Rosna yang hanya bisa menunduk menahan air matanya untuk tidak mengalir. Devan dan Rolland yang berada di luar ruangan saling menatap dengan keheranan.
Ferdinand yang hari ini bermaksud untuk menjemput Aleta berangkat kuliah bersamanya, hanya berdiri mematung di depan pintu, tidak mampu untuk mengucapkan salam.
Aleta kembali melanjutkan perkataannya.
"Kakek, ibu saya setuju dengan perjodohan ini. Aleta hanya mohon doa kakek dan ibu, agar Aleta bisa menjadi istri yang baik untuk suami Aleta."
"Hanya satu permintaan Aleta, mohon Aleta diijinkan untuk menyelesaikan studi."
Sekuat tenaga Aleta menahan air matanya agar tidak mengalir, karena akan menjadikan Bu Rosna merasa bersalah. Dia sudah memutuskan untuk membalas budi pada orang yang telah menganggapnya sebagai anak sendiri.
"Cucu laki-laki kakek ada dua, apakah nak Aleta punya permintaan, cucu kakek yang mana yang akan dipilih."
Aleta hanya menggelengkan kepalanya, kemudian
"Pilihan ibu Inshaa Allah akan menjadi pilihan yang terbaik untuk Aleta kek," ucapnya lirih.
"Assalamualaikum," tiba-tiba Ferdinand memberanikan diri untuk masuk bergabung dalam pembicaraan.
"Wa Alaikum salam," semua menjawab salam dan mendongak ke arah pintu.
Aleta merasa sesak tidak berani untuk menatap Ferdinand. Ferdinand yang biasanya memiliki tatapan teduh, pagi ini matanya berubah menjadi merah.
"Nak Ferdinand bisa meninggalkan kami, maaf kami sedang membahas urusan keluarga." ucap Bu Rosna.
"Ferdi sudah mendengar semuanya bu. Tolong ibu pahami kami, Aleta adalah pendamping hidup Ferdi di masa depan Bu. Tolong jangan rampas Aleta dari saya Bu." Ferdinand memohon kepada Bu Rosna.
Aleta menggelengkan kepala, meminta Ferdinand untuk tidak melakukan tindakan nekat.
"Pulanglah kak Ferdi, Aleta mohon. Aleta sudah menerima perjodohan ini." ucap Aleta lirih tidak berani menatap mata Ferdinand.
"ikutlah bersamaku Aleta, kita berjuang bersama," kata Ferdinand.
"Tidak kak, pergilah. Maafkan Aleta, dan terima kasih atas semuanya yang sudah kak Ferdi lakukan untuk Aleta "
Melihat Ferdinand tidak mau pergi, dua orang pengawal keluarga kakek Cokro tiba-tiba masuk dan memegang lengan Ferdinand untuk membawanya keluar.
"Lepaskan, perlakukan kami sebagai manusia bukan sebagai barang." teriak Aleta marah melihat tindakan pengawal memperlakukan Ferdinand.
Kakek Cokro memberi kode kepada pengawal dengan mengangkat tangannya, untuk melepaskan Ferdinand. Aleta berdiri kemudian menghampiri Ferdinand kemudian mengajaknya bicara di luar.
"Kak, tinggalkan Aleta, benci Aleta, dan hukum Aleta," Aleta tidak bisa menguasai emosinya.
"Terima kasih kemaren sudah membuat kesempatan Aleta untuk merasakan masa-masa muda seperti yang dirasakan oleh gadis lainnya."
"Sekarang Aleta sudah akan menjadi milik keluarga Kakek Cokro, Aleta mohon lepaskan Aleta kak," Aleta terduduk sambil menangis bersimpuh di kaki Ferdinand.
"Berdirilah Aleta, senyumlah, maka aku akan melepaskanmu," Ucap Ferdinand sambil memegang bahu Aleta, kemudian mengajaknya berdiri.
Aleta menghapus air mata dengan punggung tangannya, kemudian memberikan senyuman untuk Ferdinand.
"Pergilah kak, Aleta bahagia dengan perjodohan ini."
"Ingat Aleta, kembalilah padaku jika suamimu nanti menyakitimu." kata Ferdinand.
Ferdinand tanpa pamit langsung membalikkan badannya dan melangkah pergi. Sepeninggalan Ferdinand, Aleta kembali terduduk dan menutup wajahnya. Rolland tidak tega menyaksikan pemandangan di depannya, kemudian dia berdiri dan menggandeng Aleta untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Sedangkan Devan hanya memandang dengan perasaan rumit di dadanya.
"Bu Rosna, aku ingin pernikahan ini dilaksanakan secepatnya, sebelum Aleta berubah pikiran."
"Iya pak Cokro, hari ini saya akan ke Kelurahan dan KUA untuk segera mengurus persyaratan."
"Siapkan KTP dan KK, orang-orangku sendiri yang akan mengurus semuanya.
"Baik pak Cokro."
Kakek Cokro segera menghubungi seseorang untuk mengurus persiapan akad nikah dan walimahan sederhana di halaman panti asuhan Rejeki. Dia berpikir akan membawa Aleta ke Bandung setelah akad dilaksanakan.
*****
Hari ini Aleta hanya mengurung diri di dalam kamar. Banyaknya orang lalu lalang di panti asuhan sama sekali tidak dihiraukannya. Bu Rosna sampai menyuruh adik-adik panti untuk mengantarkan makanan dan minuman ke kamar. Bahkan cucu laki-laki kakek Cokro Yang mau dinikahkan saja Aleta tidak tahu dan tidak peduli.
Dalam waktu sehari halaman panti sudah disulap menjadi tempat pesta yang mewah. Hanya dengan mengangkat telpon, semua urusan pernikahan dari ijin desa, KUA, catering, makeup, keamanan semua teratasi.
"Tok...tok...Aleta ini ibu, bolehkah ibu masuk nak." tanya Bu Rosna.
"Iya Bu,"
Bu Rosna membuka pintu kamar Aleta, dan terlihat putrinya sedang membuka laptop di atas meja belajar.
"Sedang apa nak," tanya Bu Rosna lembut.
"Mengerjakan tugas online Bu, karena sudah dua hari Aleta tidak ke kampus. Tadi ijin sama dosen pengampu, dan diberikan tugas tambahan."
"Alhamdulillah, ibu pikir kamu bersedih nak." kata Bu Rosna sambil memeluk Aleta.
"Sedih Bu, tapi ga ada manfaatnya juga. Aleta sudah ambil keputusan yang Inshaa Allah terbaik,"
"Maafkan ibu nak,"
"ibu tidak perlu bersedih,. harus tegar seperti Aleta," kata Aleta memaksakan senyumnya.
"Nak... hari ini jangan tidur malam-malam ya. Akad nikah akan dimulai jam delapan. Make up akan datang jam enam, dan Aleta harus sarapan dulu."
"Iya Bu,. Inshaa Allah. Aleta Selesaikan tugas-tugas kuliah dulu."
"Baiklah, lanjutkan tugasnya. Ibu ke depan dulu ya untuk ngecek persiapan."
"Iya Bu, silakan."
Sepeninggal Bu Rosna, Aleta merasakan sesak di dadanya. Perlahan dia menyimpan file yang baru dikerjakan, kemudian mematikan laptop. Di pinggir tempat tidur Aleta kembali menatap kosong, bahkan matanya sudah tidak mampu lagi mengeluarkan air mata.
***†*
lanjut Thor