kanaya seorang gadis yang baru saja akan merasakan bangku kuliah tiba tiba harus menikah dengan Bumi Mahesa Erlangga teman masa kecilnya yang sudah di anggap seperti kaka sendiri , hari dimana Bumi akan melakukan akad , tiba tiba Nesa menghilang . Pak Arif ayah kandung Bumi meminta Naya untuk menggantikan posisi mempelai perempuan. disinilah cobaan untuk Kanaya di mulai orang yang selama ini ia kagumi , dan selalu melindunginya tiba tiba menjadi orang yang dingin dan tidak berperasaan . luka hati akibat penghiantan Nesa membuat Bumi berubah menjadi orang yang sangat kejam bahkan kepada wanita lembut yang selalu berada di sampingnya. WARNINGGGG!!!!! siapkan tisu dan kanebo setiap membaca karena akan banyak mengandung bawang merah , bawang putih, dan bawang bombay... canda bawang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shadirazahran23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Pernikahan sejatinya adalah menyatukan dua insan yang saling mencintai dalam satu ikatan suci, namun apa jadinya jika di pernikahan ini dilakukan karena terpaksa, apalagi dari pihak suami yang belum selesai dengan kisah masa lalunya.
Kanaya harus menerima dengan lapang dada apabila Bumi akan mencari tunangannya, setelah ibu mereka sembuh dan keluar dari rumah sakit. Karena ia sangat tahu bahwa di hati seorang Bumi Mahesa Erlangga tidak ada cinta untuknya.
" Mas akan mencari Mba Nesa kemana?" pertanyaan ini yang mampu terlontar dari mulut gadis remaja itu.Bumi yang sedari tadi mengintip Dokter yang tengah memeriksa keadaan Ibunya, Kemudian menoleh kearah Kanaya.
" Bukan urusanmu, tugasmu hanya menjaga Mama!" Jawabnya sedikit ketus.
" Maaf Mas."
Tak ada lagi suara antara Bumi dan Naya, kini keduanya hanya memikirkan keadaan orang tua yang tengah berjuang di dalam sana.
Tak berapa lama Dokter dan perawat keluar, Bumi dengan tidak sabar langsung menanyakan kondisi sang Mama.
"Bagaiman keadaan Mama saya sekarang Dok?" tanya Bumi.
sang Dokter tampak datar menatap kedua pasangan pengantin baru itu, bahkan kalung bunga melati masih terpasang di leher Bumi dengan bunganya yang sudah rontok sana sini.Begitupun dengan Kanaya masih menggunakan Kebaya putih tulangnya.
" Ada yang ingin saya bicarakan dengan kalian , bisa ikut saya ke ruangan?" ucap Dokter itu kemudian,
Pikiran Bumi kalut, apa yang akan Dokter sampaikan padanya, apakah terjadi sesuatu yang serius dengan sang Mama,terlebih setelah Dokter keluar, dirinya maupun Naya tidak di izinkan masuk dulu kedalam ruang rawat.
"Apa ini sangat serius Dok?" Akhirnya suara itu terlontar dari mulut Kanaya ,seolah mewakili Bumi yang sedari tadi hanya diam mematung.
Dokter mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun.Setelahnya Ia berjalan menuju ruangannya dengan Kanaya dan Bumi dibelakangnya.
Suasana masih hening, ketika tiga orang dewasa itu telah berada di ruangan sang Dokter.
Bumi tampak duduk dengan tegang, sedang Kanaya dalam kecemasannya ia menggetar getarkan kedua kakinya ke lantai ,dan menggigit gigit ujung bibirnya.
' Bu Ningsih memang sudah sadar, Namun seperti yang saya sampaikan kemarin keadaan jantungnya sedang tidak baik - baik saja. Kabar gembiranya adalah untuk sekarang tidak perlu dilakukan operasi apabila kondisinya sudah stabil beliau bisa pulang dan rawat jalan.Namun harus diingat Beliau tidak boleh kelelahan dan yang terpenting adalah buat selalu dia senang dan bahagia.Jangan sampai emosi mempengaruhi jantungnya." Ucap Sang Dokteri menerangkan tentang keadaan Bu Ningsih.
" ingatkan dia untuk selalu meminum obatnya dan lakukan hal hal yang bisa membuatnya bahagia, apapun itu." ujar sang Dokter lagi.
" Baik Dok, akan saya ingat semua pesan Dokter. Apa ada lagi yang harus saya lakukan untuk Mama saya Dok?" tanya Bumi lagi.
"Untuk sementara hanya itu yang bisa saya sampaikan, semoga setelah ini Bu Ningsih segera sembuh.'
" Terimakasih Dok, kalau begitu kami permisi"
" Ia silakan."
Bumi dan Kanaya keluar dari ruangan Dokter, sebelum masuk kembali ke ruangan Bu Ningsih, Bumi mengajak Kanaya ke taman di dekat gedung rumah sakit. Ia ingin membicarakan sesuatu yang serius kali ini demi kesembuhan sang Mama.
"Duduklah Nay." pinta Bumi, saat ini keduanya tengah berada di dekat sebuah kursi kayu nan panjang, dengan pemandangan di belakangnya sebuah air mancur kecil , di sekelilingnya di tumbuhi pepohonan kecil.
Setelah mendapat perintah dari Bumi ,Wanita itu kemudian mendaratkan bokongnya yang empuk di kursi kayu itu.Menanti setiap kata demi kata yang akan terucap dari mulut sang suami.
" Apa yang Mas ingin bicarakan? apa ini sangat penting?"wanita itu melirik kearah Bumi yang juga ikut duduk di sebelah kiri Naya.
" Mengenai pernikahan kita Nay." jawab Bumi singkat.
Kanaya sadar suatu saat ini pasti akan di bahas oleh mereka saat ini.Ia sendiri tidak berharap banyak pada pernikahan yang sejatinya dilakukan agar keluarga tidak kena aib para tukang julid dan media sosial tentunya.
" Aku tau,Mas sangat terpaksa dengan ikatan ini, Namun untuk sekarang aku menolak untuk bercerai darimu Mas, aku hanya ingin melihat Tante sehat kembali Mas, jadi aku mohon Mas bertahan sebentar lagi sampai Tante benar benar pulih dan kuat menerima kenyataan yang ada.
" aku pun tak sebodoh itu Naya." Bumi kemudian pergi meninggalkan Kanaya seorang diri di bangku taman.
Kanaya menjatuhkan air matanya seketika, benteng kokoh pertahanannya runtuh , sedari kemarin ia berusaha untuk tidak menangis di hadapan Bu Ningsih maupun Bumi.Dipaksa menikahi pria yang tidak pernah mencintainya sungguh sangat menyakitkan untuknya,apalagi sikap Bumi kini sangat berbeda meskipun pernikahan mereka baru berumur satu hari, Namun Kanaya punya firasat jika kedepannya nanti ia harus mempersiapkan mentalnya.
Kanaya menyusul Bumi yang kini sudah berada di dalam kamar rawat sang Mama.Ia kemudian kembali duduk di kursi dekat ranjang Bu Ningsih, wanita paruh baya itu tengah tertidur,setelah Perawat memberikannya obat.
" Sebaiknya kamu pulang dan istirahat dirumah Nay, kamu juga butuh membersihkan diri.Biar aku yang jaga Mama disini." ucap Bumi tiba - tiba.
Kanaya menggeleng pelan." Mas boleh aku minta sesuatu?"
Bumi mengerenyitkan dahi."Apa?"
"Boleh aku telepon Bibi untuk membawakan baju ganti kesini,Aku tidak ingin beranjak satu meter pun dari sini Mas." ucapnya lirih.
Bumi menghela napasnya hanya itu permintaan Kanaya?
" baiklah biar Mas yang menghubungi Bibi untuk membawakan baju untuk kita, Mas juga tidak mau beranjak dari sini sebelum Mama benar benar pulih."
Bumi mengambil ponsel di dalam saku jasnya, namun ternyata ponselnya kehabisan daya,dan ia tidak membawa carger.
' Nay, Mas pinjam ponselmu sebentar, punya Mas mati."ucapnya.
Kanaya kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya dan memberikannya pada Bumi.Pria itu langsung menerima.
Ia menghidupkan layar ponsel saat akan membukanya, ia terpaku melihat tampilan gambar yang terpampang jelas di layar ponsel milik Kanya.Bumi melirik kearah Kanaya sebentar lalu kembali fokus pada benda berbentuk segi panjang itu.Tak ingin membuang waktu banyak ia segera menghubungi kontak Bibi dan meminta Asisten rumah tangganya itu untuk membawakan bajunya dan juga baju Kanya.
setelah selesai Bumi langsung memberikan ponsel itu kepada pemiliknya.
"ini ponselmu." kembali bersikap dingin itu yang Bumi lakukan saat ini pada Kanaya, tidak ada sepatah katapun yang terucap setelah ini.Kanaya memaklumi itu semua , mungkin karena hubungan mereka yang terlalu mendadak hingga menyebabkan kecanggungan antara keduanya. Namun Kanaya tidak memperdulikan itu semua, baginya saat ini ia ingin merawat Bu Ningsih dengan baik dan menjaganya. Sedang Bumi kini menatap wanita itu dengan tajam, entah apa yang dilihatnya tadi, namun mulai detik ini akan ada perubahan besar pada wanita itu.
" Aku tak menyangka Naya..."