Rina menemukan pesan mesra dari Siti di ponsel Adi, tapi yang lebih mengejutkan: pesan dari bank tentang utang besar yang Adi punya. Dia bertanya pada Adi, dan Adi mengakui bahwa dia meminjam uang untuk bisnis rekan kerjanya yang gagal—dan Siti adalah yang menolong dia bayar sebagian. "Dia hanyut dalam utang dan rasa bersalah pada Siti," pikir Rina.
Kini, masalah bukan cuma perselingkuhan, tapi juga keuangan yang terancam—rumah mereka bahkan berisiko disita jika utang tidak dibayar. Rina merasa lebih tertekan: dia harus bekerja tambahan di les setelah mengajar, sambil mengurus Lila dan menyembunyikan masalah dari keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Zuliyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Sekolah
Lima tahun lagi berlalu—Cinta sudah berusia 7 tahun, siap masuk SD untuk pertama kalinya. Dia memakai baju seragam yang rapi, rambutnya disusun oleh Ayu, dan membawa tas yang dibuat oleh Rina dengan gambar jendela terbuka. Dia senang banget, tapi juga sedikit takut: "Nenek, apa teman-teman di sekolah akan menyukai aku?" tanya dia ke Rina.
"Pastinya, sayang. Kamu anak yang baik dan ceria. Mereka pasti suka sama kamu," jawab Rina dengan senyum, meskipun dia juga khawatir—ingat masa Lila yang dulu merasa aneh di sekolah.
Hari pertama sekolah, semua keluarga mengantarkan Cinta: Lila, Doni, Ayu, Arif, Rina, dan Adi. Di pintu sekolah, Cinta memeluk semua orang dan berkata: "Aku akan ceritakan semua hal di sekolah nanti, ya! Dan aku akan menggambar jendela untuk teman-teman aku!"
Saat mereka pulang, Rina merasa lelah dan kepalanya sakit. Dia sudah beberapa minggu kesulitan menulis buku ketujuhnya—tentang masa kanak-kanak dan jendela harapan. Dia merasa "habis ide" dan sering menangis karena tidak bisa menyelesaikan naskah. "Aku rasa aku sudah tidak bisa menulis lagi," kata dia ke Adi di malam hari, sambil melihat jendela yang terbuka.
Adi memeluknya: "Jangan berkata begitu, Bu. Kamu sudah menulis 6 buku yang sukses. Kadang ide butuh waktu untuk datang. Kita bisa jalan-jalan ke pantai, seperti dulu. Mungkin angin pantai akan memberimu ide baru."
Tetapi masalah semakin parah—beberapa hari kemudian, Adi merasa sesak napas dan dia harus diperiksa ke rumah sakit. Dokter berkata dia menderita penyakit jantung ringan dan butuh istirahat yang cukup, tidak boleh terlalu lelah. Semua keluarga khawatir: Adi adalah tulang punggung keluarga, yang selalu membantu semua orang.
"Kita harus lebih membantu Pa dan Bu," kata Lila dalam rapat keluarga. "Aku akan mengambil cuti dari galeri untuk membantu Bu menulis. Ayu, kamu bisa membantu mengurus rumah. Arip, kamu bisa bantuin Pa dengan bisnis tanamannya. Dan Cinta, kamu bisa membuat Pa dan Bu senang dengan lukisanmu!"
Benar saja—keluarga semua bekerja sama lebih giat. Lila membantu Rina mengedit naskah dan berbagi cerita tentang masa kanak-kanak Cinta, yang menjadi ide untuk buku ketujuhnya. Ayu memasak makanan sehat untuk Adi dan membantu mengurus halaman rumah. Arif membantu Adi merawat tanaman dan membuat aplikasi sederhana untuk melacak jadwal minum obat Adi. Cinta, setiap hari setelah sekolah, membawa lukisannya yang menggambar keluarga bersama di depan jendela terbuka, yang selalu membuat Adi dan Rina tersenyum.
Beberapa minggu kemudian, Adi merasa lebih baik dan dia bisa keluar rumah lagi. Rina juga menyelesaikan naskah buku ketujuhnya, dengan judul "Jendela Harapan Anakku". Hari pengumuman penerbitan buku itu, juga hari ulang tahun Cinta yang ke-7. Semua keluarga berkumpul di teras rumah tua, jendela terbuka lebar, dengan Cinta yang sedang memakai baju baru yang digambarnya sendiri.
"Pa, lihat ini!" teriak Cinta, menunjukkan lukisannya yang baru selesai: gambar keluarga semua yang berkumpul di depan jendela, dengan bintang-bintang di atasnya dan tulisan "Keluarga Ku Kuat!"
Adi memegang lukisan itu dengan hati penuh kebahagiaan: "Ini yang paling indah yang aku lihat, sayang. Kamu membuat Pa senang banget."
Rina membuka paket dari penerbit—buku ketujuhnya yang sudah dicetak. Dia membacakan cuplikan untuk semua orang: "Jendela terbuka bukan hanya untuk melihat luar—tapi untuk melihat kekuatan yang ada di dalam keluarga. Ketika kita bersama, tidak ada masalah yang tidak bisa kita atasi."
Ayu berdiri dan berkata: "Kita sudah melalui banyak hal—kesulitan, sakit, kecewa—butuh satu jendela terbuka dan kerja sama keluarga untuk menemukan harapan lagi."
Arif menambahkan: "Dan ini akan terus diteruskan ke generasi mendatang, seperti Cinta yang sudah tahu makna jendela ini."
Semua orang mengangkat cangkir jus, berseru: "Selamat untuk Bu Rina! Semoga Pa semakin sehat! Dan selamat ulang tahun Cinta!"
Angin segar bertiup dari jendela, menyebarkan bau bunga melati dan kebahagiaan yang tak terlupakan. Cinta berlari ke depan jendela, menunjuk ke langit dan berkata: "Jendela! Bintang! Keluarga ku!" Semua orang tersenyum, tahu bahwa kekuatan keluarga selalu ada di balik jendela yang selalu terbuka.
Setelah 2 tahun Cinta masuk SD, keluarga mereka semakin ramai. Lila dan Doni merencanakan untuk punya anak kedua. Ayu sudah menjadi direktur kelompok tari dia dan sering mengajar tari di sekolah lokal. Arif sudah lulus pascasarjana dari Amerika dan membuka perusahaan sendiri yang membuat aplikasi bermanfaat. Rina dan Adi sudah memasuki usia 60-an, tapi mereka masih sehat dan penuh semangat.
Satu hari, Adi mendengar bahwa rumah tua mereka—tempat dia dan Rina pertama kali tinggal, dengan jendela yang semula lupa ditutup—akan direnovasi. Dia khawatir jendela itu akan diganti dengan jendela baru yang berbeda. "Jendela itu adalah awal semua cerita kita," kata dia ke Rina. "Kita tidak bisa biarkan dia diganti."
Keluarga berkumpul untuk membahasnya. Lila berkata: "Kita bisa membeli jendela itu dan pasangnya di rumah baru kita, atau bikin replika yang sama. Begitu, simbolnya tetap ada." Arif menambahkan: "Aku bisa membuat model 3D jendela itu untuk dipajang di galeri Kak Lila, agar semua orang tahu cerita kita."no
Tetapi Cinta, yang sedang duduk diam sambil melukis, tiba-tiba berkata: "Tidak usah, Kakek. Aku punya ide!" Semua orang melihatnya dengan penasaran.
Beberapa minggu kemudian, sekolah Cinta mengadakan lomba "Karya Seni untuk Keluarga". Cinta bekerja keras setiap hari setelah sekolah, menutup diri di kamar Lila yang penuh cat dan kertas. Dia tidak mau memberitahu siapa pun apa yang dia buat, hanya berkata: "Ini untuk keluarga ku, untuk jendela ku!"
Hari lomba tiba. Semua keluarga datang menyaksikannya. Cinta membawakan karya yang dia buat—sebuah papan lukis besar yang menggambarkan semua jendela yang pernah ada dalam cerita keluarga: