Demi memenuhi wasiat sang ayah, Ziyana Syahira harus rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenali bernama Dirga Bimantara, seorang CEO yang terkenal dengan sikap dingin dan cuek.
Belum juga reda keterkejutan Ziyana akan pernikahan dadakannya bersama dengan Dirga. Ziyana kembali di kejutkan dengan sebuah kontrak pernikahan yang di sodorkan oleh Dirga. Jika pernikahan keduanya hanya akan terjalin selama satu tahun saja dan Ziya dilarang ikut campur dengan urusan pribadi dari pria itu.
Lalu, bagaimana jadinya jika baru 6 bulan pernikahan itu berjalan, Dirga sudah menjatuhkan talak pada Ziya dan diwaktu yang bersamaan Ziyana pun di nyatakan hamil?
Mampukah Ziyana jujur jika saat itu dia tengah hamil anak dari Dirga. Ataukah, Ziyana tetap memilih untuk pergi dengan merahasiakan keberadaan sang janin yang tumbuh dalam rahim nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SWA.Bab 23
"Bagaimana? Apa, semua sudah siap?"
"Insya Allah sudah, Mas. Tinggal bawa Zingga nya saja,"
"Baiklah. Zingga, biar aku yang membawanya."
Dengan sigap, Dirga pun segera mengangkat tubuh mungil putrinya. Lalu, membawanya dalam gendongan. Meski sudah di sediakan kursi roda untuk membantu Zingga keluar dari rumah sakit. Namun, Dirga menolak untuk menggunakan kursi roda itu.
Lima tahun, waktu yang sudah Dirga lewat dalam mengikuti tumbuh kembang putrinya, membuat Dirga ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan sang putri. Agar hubungan di antara mereka terjalin semakin dekat dan semakin erat, meski baru dipertemukan di usia Zingga yang sudah menginjak tahun ke 5.
Itu lah, yang membuat Dirga menolak untuk menggunakan kursi roda yang sudah disediakan pihak rumah rumah sakit dan lebih memilih untuk membawa Zingga dalam gendongan nya.
"Ayah, kenapa tidak pakai kursi roda saja? Zingga kan cukup berat, Ayah," tanya Zingga, saat dalam perjalanan menuju ke parkiran. Dimana mobil milik Dirga terparkir di sana.
"Tidak apa apa. Ayah hanya ingin menggendong Zingga saja. Lagi pula, Zingga tidak berat kok. Ayah masih memiliki tenaga yang cukup kuat untuk menggendong Zingga. Bahkan, bukan hanya kuat gendong Zingga saja. Ayah, bahkan cukup kuat juga untuk menggendong Bundamu, Nak." jawab Dirga, yang terlihat sangat santai saat membawa putrinya dalam gendongannya.
Tanpa Dirga sadari, jika jawaban yang diberikan oleh nya membuat wajah seseorang yang berjalan di belakang pria itu merah merona.
Ziya bahkan sampai berdehem beberapa kali demi menetralkan perasaan nya yang tidak karuan. Jujur, sebagai seorang wanita normal. Apa yang di lakukan oleh Dirga selama beberapa waktu ini membuat hati Ziya terenyuh.
Perhatian dan kelembutan yang di tunjukan oleh Dirga selama mereka bertemu dan kembali disatukan dalam ikatan suci pernikahan, cukup membuat hati Ziya berdebar debar.
"Kamu kenapa? Butuh minum?" tanya Dirga, saat mendengar Ziya terus saja berdehem.
"Hah, ah. Maaf, tidak kok," jawab Ziya, tergeragap karena gugup saat menyadari jika suaminya itu memperhatikan dirinya dan juga tingkahnya.
"Baiklah."
Keduanya pun kembali melanjutkan langkah mereka menuju ke mobil milik Dirga. Hari ini, Dirga akan memboyong keluarga kecilnya itu untuk pindah sementara ke negara Singapura.
Disana, Dirga akan membawa putrinya untuk melakukan pengobatan ke salah satu rumah sakit terbaik yang ada disana. Yang juga di rekomendasikan oleh Dokter Arif.
"Silahkan masuk, Tuan, Nyonya," ucap sang sopir pribadi Dirga. Saat Dirga dan juga Ziya tiba di parkiran. Dimana mobil milik Dirga sudah menunggu disana untuk membawa keduanya ke bandara.
"Terima kasih, Pak."
Dirga pun segera masuk ke dalam mobil di bagian belakang. Di susul oleh Ziya yang juga ikut masuk, lalu duduk di samping Dirga yang masih setia memangku tubuh mungil putrinya, Zingga.
Hening tercipta. Selama dalam perjalanan menuju ke bandara, tidak ada satu kata pun keluar dari bibir Dirga maupun Ziya.
Keduanya sama sama kompak menutup mulut mereka masing masing. Keduanya masih sama sama tampak kebingungan untuk memulai perbincangan.
Hubungan yang kurang baik di masa lalu, membuat keduanya masih terlihat kaku dan canggung satu sama lain. Meski mereka telah kembali resmi menikah.
Bahkan, satu minggu telah berlalu sejak ijab kabul itu. Namun, sama sekali tidak ada perubahan. Mereka akan berbincang panjang lebar itu disaat membahas tentang Zingga dan pengobatan nya.
Selebihnya, keduanya akan kembali bungkam seolah tidak ada pembahasan yang lebih penting selain tentang Zingga dan tanpa terasa, perjalanan selama 2 jam pun sudah mereka lewati.
Kini, mobil yang membawa keluarga kecil itu sudah tiba di bandara.
"Sayang, bangun Nak. Kita sudah sampai," ucap Dirga, membelai lembut surai putri tercintanya yang tertidur di atas pangkuan nya.
"Kita, mau kemana Ayah? Kenapa ke sini?" tanya Zingga, saat menyadari jika dia tidak dibawa pulang ke rumah. Melainkan di bawa ke bandara.
"Kita akan pergi ke Singapura sayang. Untuk sementara, kita akan tinggal di sana. Mang Tarman, tolong ikut dulu kedalam ya. Tolong bawakan koper saya dan Nyonya," jawab Dirga yang mulai bergerak, turun dari mobil membawa serta Zingga dalam gendongan nya. Di ikuti oleh Ziya, yang berjalan di belakang nya.
"Baik, Tuan."
Dirga pun langsung melangkah maju, memasuki area bandara di ikuti oleh Ziya dan juga Mang Tarman di belakang nya. Yang membawakan dua buah koper milik Dirga dan juga Ziya. Sementara itu, Ziya sendiri membawa koper milik Zingga.
"Sudah, sampai sini saja, Mang. Terima kasih atas bantuan nya dan hati hati di jalan saat kembali ke rumah," ucap Dirga, setelah tiba di ruang tunggu keberangkatan.
"Iya, Tuan. Sama sama, Tuan juga hati hati di jalan dan sampai ketemu saat Non Zingga sehat dan Tuan serta keluarga kembali dengan sehat dan selamat,"
"Aamiin, Mang. Doakan kami ya, semoga Zingga sehat dan proses pengobatan nya berjalan dengan lancar,"
"Aamiin, Tuan. Kalau begitu, saya pamit dulu Tuan. Permisi, assalamualaikum,"
"Iya, Mang. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
Usai berpamitan, mang tarman pun segera pergi meninggalkan bandara. Meninggalkan keluarga kecil yang saat ini bersiap untuk pergi ke luar negeri. Untuk memulai program penyembuhan untuk putri tercinta mereka.
"Duduklah. Oh iya, kamu lapar nggak? Mau makanan dulu? Penerbangan nya masih satu jam lagi dan masih cukup jika kita pergi makan dulu," tanya Dirga, saat keduanya sudah duduk di kursi tunggu.
"Boleh. Tapi, bagaimana dengan barang barang nya?" tanya balik Ziya sembari melirik tiga buah koper yang ada di samping mereka.
"Tidak apa apa. Biar aku saja yang bawa, kamu gendong Zingga. Bagaimana?"
"Apa itu tidak merepotkan? Kopernya 3 loh,"
"Tidak apa apa. Kamu bawa Zingga saja, urusan koper, biar aku yang urus."
Dirga pun langsung menyerahkan Zingga kepada Ibunya. Sementara dia, mencoba merapihkan koper milik Zingga dengan menyimpan nya di atas koper miliknya.
Dengan begitu, Dirga bisa membawa 3 koper itu sekaligus. Kedua nya pun kembali beranjak, menuju ke sebuah food court yang ada di salah satu sudut bandara.
"Duduklah. Biar aku yang beli makanan nya, kamu mau makan apa?" tanya Dirga, begitu mereka tiba di food court.
"Apa saja, Mas. Yang penting bisa bikin kenyang,"
"Baiklah. Tunggu di sini, aku akan segera kembali."
Dirga pun segera beranjak, menelusuri beberapa stand makanan yang berjejer di sana. Menyajikan beberapa jenis makanan, mulai dari makanan berat, makanan ringan, dan juga minuman nya.
Setelah melihat lihat, Dirga pun akhirnya memilih pergi ke salah satu stand yang menjual makanan berat.
Disaat tengah menunggu antrian, tiba tiba perhatian Dirga teralihkan oleh suara seseorang yang tengah memanggil namanya.
"Mas Dirga? Kamu, sedang apa disini?"
ywdah deh baca skg aja....semangat ya thor semoga tiap hari bisa up terus
walaupun gao comend di setiap bab nya....
masih di lanjut lagi thor...
seerti di remas² lalu di beri garam/ jeruk lemon, nipis...
dlu km membiarkan RT mu hancur krn km yg mengundang pelakor itu sendiri,jadikan itu sbgi pelajaran.