Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjuangan Darren Membawa Sera Kembali
Suara sirine dari mobil polisi memenuhi depan warung Ane. Tidak hanya polisi, Alex pun datang yang langsung memarkirkan mobilnya di belakang. Darren, segera menghubungi Alex, untuk membawa polisi ke rumah Sera, ketiga bandod itu berhasil Darren kalahkan.
"Tuan tidak apa-apa?" tanya Alex, Darren langsung menggeleng.
"Alex, kamu ikut ke kantor polisi untuk memberi keterangan," ujarnya karena Darren, masih ada urusan dengan Sera.
Sedetik setelah kejadian warung pun ditutup. Ane, memarahi Joko, karena sudah berani meminjam uang ke rentenir itu. Yang lebih parah tanpa sepengetahuannya.
Sementara Sera, dia berada di dapur, membuatkan minuman untuk Darren, setelahnya minuman itu ia bawa ke hadapan Darren, yang duduk di antara meja warung.
Darren, hanya diam ketika Sera menyimpan segelas teh di hadapannya. Sera duduk, keduanya saling diam tidak ada percakapan.
"Terima kasih, sudah menolongku," ucap Sera demikian. Darren, menoleh lalu berkata "Sama-sama." Kaku dan singkat.
Sera, melirik Darren, seraya menatap.pria itu aneh. Kedatangan Darren sudah bisa ditebak apa maksud dan tujuannya. Namun Sera, tidak melihat kesungguhan itu, bahkan pria angkuh itu hanya bicara satu sampai dua kata.
"O, ya. Untuk apa Tuan Darren ada di sini? Kebetulan lewat atau ...."
"Aku sengaja untuk menemuimu."
"Menemuiku?" tanya Sera, yang menunjuk dirinya. "Ada apa Tuan, apa ini tentang Lio? Bukankah saya sudah bilang kepada Asisten anda, jika aku tidak akan pernah kembali lagi."
Darren, langsung menatap Sera. "Kenapa kamu tidak ingin kembali? Apa kamu tidak mau membantu ayahmu, bukankah dia terlibat hutang?"
Bukannya meminta maaf Darren malah menyinggung keluarga Sera. Sera, mulai kesal, ia merasa pertolongan Darren, hanya sebatas timbal jasa, seolah jika dia menolong maka Sera pasti kembali menjadi ibubs susu Lio.
"Maaf, jika tujuan Anda datang kesini untuk itu. Aku tidak akan kembali. Lagipula aku selalu memberikan susuku untuk Lio, untuk apa aku kembali ketika di sana saja aku tidak dihargai."
"Sebaiknya Tuan Darren, pergi sekarang. Karena saya dan keluarga masih ada yang harus dibicarakan."
Sera bangkit dari duduknya, tapi ketika hendak melangkah tiba-tiba ... "Aku minta maaf." Ungkap Darren, sambil menggenggam tangan Sera.
Sera, berbalik lalu menatap tangannya yang disentuh Darren. Darren langsung melepaskannya. "Aku tidak sengaja," ucapnya.
Sera, menghela nafas lalu duduk. "Barusan kau bilang apa? Aku tidak mendengarnya Tuan Darren."
Darren, tercengang.
Suaraku sekeras itu ia tidak mendengar
"Tuan Darren, tadi kamu bilang apa? Bisa kamu ulangi?"
Darren terdiam, tangannya mengepal mungkin ia sudah kesal. Sudah payah Darren mengucapkan kata maaf, ia mencoba mengusir harga dirinya demi bisa meminta maaf kepada Sera, tapi wanita itu malah tidak mendengarnya.
"Saya minta maaf," ulangnya dengan suara pelan.
"Aku masih tidak mendengarnya Tuan." Sera, mengorek telinganya. Darren mulai kesal , yang menatapnya dengan marah.
"AKU MINTA MAAF!" suaranya dengan lantang. Saking lantangnya sampai terdengar oleh Ane, dan Joko. Mereka yang sedang bertengkar pun terjeda.
Sera tersenyum ia sangat puas. "Kalau minta maaf itu yang jelas Tuan," ujar Sera, membuat Darren mengerutkan keningnya.
Sumpah, ini cewek bikin kesal saja. Pake minta maaf harus jelas segela
"Hmm ..." Darren berdehem. "Ok, aku ulangi dengan jelas. Sera, aku papanya Lio meminta maaf sebesar-besarnya karena sudah menuduhmu sebagai pencuri dan memecatmu."
Sera manggut-manggut.
"Apa itu kurang jelas? Perlu saya revisi," kata Darren sebagai lelucon tapi mengandung kekesalan.
Sera tersenyum lalu melirik Darren, "Terima kasih Tuan Darren, tapi ... saya tetap tidak bisa bekerja lagi dengan Anda sebagai ibu susu Lio."
Darren, tertegun ia langsung menggenggam tangan Sera, lagi tapi kali ini genggaman itu sangat menyakitkan seolah tidak terima dengan keputusan Sera.
Aku harus bawa pulang Sera, sekarang. Aku tidak bisa menunda lagi, jika tidak ... Mama akan marah, aku tidak bisa dijauhkan dengan Lio selamanya, jadi ... aku harus membawa Sera pulang
Darren, menatap Sera sambil bergumam dalam hati. Sementara Sera, ia mencoba melepaskan genggaman Darren yang semakin kuat dan menyakitkan.
Namun, tubuhnya refleks terbawa, Darren menariknya hingga wajahnya mendarat di depan wajah Darren, mereka saling pandang dengan detak jantung yang tidak bisa diartikan.
"Tuan Darren kau ...."
"Aku akan lakukan apapun asal kamu pulang bersamaku."
Kata-kata Darren itu sangat menyentuh hati bagi siapa pun yang mendengarnya. Ane, dan Joko yang sedang mengintip dan mendengar di bawah tangga, mulai terenyuh. Ane, terharu sampai ingin menangis. Ungkapan Darren seperti ungkapan suami kepada istrinya. Sera dan Darren, seperti pasangan suami istri yang sedang bertengkar.
"Sayang, Tuan Darren seperti suaminya saja. Dia seperti menantu yang sedang membujuk anak kita." Joko, berkata sambil mengusap air mata dengan kain lap yang selalu ia pakai untuk membersihkan dapur.
"Jangan lebay!" tegur Ane yang berada di bawahnya. "Jangan kamu pikir aku lupa dengan masalah kita, malam ini esok kamu tidur di luar!"
Joko, tercengang ia menatap sedih kepada Ane yang melewatinya naik ke atas. Joko pun menyusulnya. "Sayang! Jangan hukum aku, kita sudah hidup bersama selama 30 tahun, seharusnya kita selesaikan masalah ini baik-baik. Sayang ....!" teriaknya menyusul Ane ke atas.
Kembali kepada Sera dan Darren. Sera, segera melepaskan genggaman itu, lalu menjauhkan tubuhnya yang berjarak dekat dengan Tuannya. Dalam sedetik mereka jadi salah tingkah, Darren langsung terdiam yang memalingkan muka dari pandangan Sera, begitu dengan Sera, yang berdiri menjauhi Darren.
"Apa kamu sungguh-sungguh? Aku ingin melihat seberapa sayang kamu kepada Lio, jika kamu benar-benar ingin aku kembali, kamu harus berjuang. Karena harta yang sudah dibuang tidak mudah untuk diambil kembali."
Darren, berdiri dengan tegas ia berkata, "Ya, aku akan lakukan apapun."
Ini demi Lio, aku harus bisa dan pura-puralah, setelah dia kembali ke rumah aku bisa membalas perlakuan angkuhnya ini kepadaku
Sera, mendelik matanya menyipit, menatap tubuh Darren dari atas hingga bawah. Sedetik senyum di wajahnya mengembang.
Darren, dan Sera kini berada di dapur. Darren sudah lengkap dengan atribut seperti apron yang menempel ditubuhnya, sarung tangan plastik yang terpasang di kedua tangannya. Matanya membola menatap setumpukkan piring kotor pada westafel.
"Aku harus mencuci piring sebanyak ini?" tanyanya melirik Sera.
"Hmm." Sera mengangguk.
Darren memejamkan mata, seumur hidupnya baru kali ini ia disuruh mencuci piring dan paling parahnya, yang menyuruhnya adalah ibu susu bayinya.
"Kamu pikir saya pembantu? Jangan mentang-mentang aku membutuhkanmu kamu seenaknya menyuruh aku mencuci semua piring-piring ini." Darren, langsung membuka apron dan sarung tangan plastiknya.
"Ya, sudah kalau tidak mau. Jangan harap aku akan pulang ke rumah kamu."
Darren, berpikir lagi. Ia sudah diancam Maudy dan harus kembali dengan Sera, jika tidak maka ia tidak diizinkan pulang dan bertemu Lio.
Darren, menghela nafas yang terdengar sangat berat. Ia memakai kembali apronya, juga juga sarung tangannya.
"Ok, aku akan lakukan dan ini pertama dalam hidupku," ucapnya menatap Sera dengan intens.
Darren mulai megambil piringnya, membersihkan dengan air sabun menyelesaikannya sampai tumpukkan itu habis. Namun, bukannya habis Sera kembali datang membawa piring piring-piring kotor yang diletakkannya dalam westafel
Darren, mengeluh nafasnya berhembus pelan, tapi Sera malah tersenyum. Dengan ekspresi marah dan emosi Darren mengambil lagi piring itu, melakukannya dengan cepat sampai semuanya bersih, Darren menyelesaikan dalam waktu dua jam.
Tubuhnya tumbang karena lelah.
"Ini minumlah dulu, dan makanlah." Sera, mengantarkan makanan dan minuman untuk Darren. Saking lelahnya Darren tidak berkata-kata yang langsung memakan hidangan itu sampai habis.
"Aku sudah selesai, sekarang ayo kita pulang. Kau ikut denganku."
"Tidak, masih ada dua lagi," ungkap Sera membuat Darren memandangnya dengan lelah.
"Kamu harus membersihkan seluruh meja. Di lap-lap saja sampai bening."
"Dia benar-benar menyiksaku, awas saja jika nanti saat di rumah akan aku balas," gumam Darren, lalu berjalan menuju meja-meja yang berjajar. Dengan satset, Darren membersihkan meja itu sampai mengkilap.
Darren, terlhat sangat lelah. Nafasnya ngos-ngosan sambil tangannya yang sesekali mengusap keringat di keningnya. Sementara Sera, wanita itu duduk manis sambil menikmati jeruk.
"Ini, makanlah," kata Sera, tiba-tiba yang sudah berdiri dihadapan Darren. Tangannya menyodorkan satu buah jeruk yang sudah dikupas.
"Tidak, terima kasih," balas Darren, yang menolak.
"Jangan menolak, ini makanlah."
Darren tercengang, matanya membola dengan mulut kembung yang penuh dengan buah jeruk. Sera, memasukkan beberapa potongan jeruk ke mulutnya.
"Semangat Tuan Darren," katanya lalu kembali berjalan menuju tempatnya tadi.
Darren terpaksa mengunyah jeruknya, sambil menatap Sera kesal.
Setelah selesai Sera, kembali memberikan satu pekerjaan. Kali ini sangat berat bagi seorang Darren yang harus membersihkan kamar mandi yang terlihat lusuh dan berjamur.
Darren, sampai jijik untuk menginjak kamar mandi itu.
"Untuk ini aku menolak."
"Ya sudah, aku juga menolak untuk pulang bersamamu. Biarkan saja, Lio menangis aku tidak peduli, lagipula dia bukan anakku."
Darren tercengang, ia melempar sikat dan sabun pembersih ke dalam WC. Dia tidak mungkin melewatkan ini, masa sudah capek-capek begini tidak ada hasilnya.
Darren, pun terpaksa membersihkan. Sera, tertawa sambil merekam Darren yang tengah berjongkok menyikat lantai WC, lalu rekaman itu ia kirimkan kepada Maudy. Sera, sebenarnya sudah senang di minta untuk kembali karena ia pun sangat merindukan Lio, tapi karena Maudy meminta Sera, untuk menghukum Darren, dengan pekerjaan yang tidak bisa Darren lakukan.
Darren, bangkit yang melangkah menuju keran. Tangannya mulai memutar keran dan mengarahkan selang, tapi ia terheran-heran karena airnya tidak mengalir.
"Kenapa ini tidak ada airnya." Darren, terus memutar keran, sementara satu kakinya menginjak selang itu, yang membuat airnya mampet.
"Ini tidak airnya apa?"
"Ada," jawab Sera melangkah masuk ke dalam. "Airnya mengalir deras, kenapa tidak ada?"
"Mana aku tahu," seru Darren lalu melangkah pergi.
Namun, tiba-tiba air dari selang keluar, setelah kaki Darren melangkah. Air yang mengenai tubuh Sera dan Darren.
"Akh, akh!"
"Wow, Wow ... Sera, jangan semprotkan padaku."
"Bukan aku selangnya saja yang tidak terkendali."
"Apa!"
Darren, mengambil selang itu, yang memegangnya dengan Sera. Mereka terus berputar mengikuti arah gerakan selangnya. Hingga sampai akhirnya Darren, mematikan keran.
Air pun berhenti, bersamaan dengan selang yang terjatuh. Darren dan Sera, terpaku menatap tubuh keduanya yang sangat basah. Mereka terdiam menatap kedua wajah yang ternyata sangat dekat.
...----------------...
Akhirnya dua bab, tambah lagi gak ya?
dukungannya jangan lupa 🤗