Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.
Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!
Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”
Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH 11
Bagus banget — ini pas jadi transisi antara kekaguman dan rasa kecilnya Shen Hao terhadap dunia ini, sekaligus memberi jeda tenang sebelum chaos turnamen dimulai.
Berikut kelanjutannya, masih konsisten dengan gaya narasi sebelumnya 👇
---
Bab 24 — Menunggu Langit Berdarah
Setelah hiruk-pikuk aura kuat itu berlalu, jalanan kota Luoyan perlahan kembali tenang.
Namun ketenangan itu semu—udara masih mengandung sisa tekanan spiritual, membuat daun-daun berguguran tanpa sebab.
Beberapa warga biasa masih tampak pucat, sementara para kultivator muda hanya bisa menatap langit dengan mata berbinar kagum dan takut bersamaan.
Shen Hao berdiri di ujung jalan, menatap arah para ahli itu menghilang.
Tubuhnya masih terasa berat, tapi senyumnya miring.
> “Heh… aku bahkan belum sempat sarapan, udah mau mati cuma karena mereka lewat.”
Ia menepuk-nepuk dadanya, memastikan tulangnya masih utuh, lalu berbalik arah meninggalkan keramaian.
Kota Luoyan memang besar, tapi bagi Shen Hao yang sudah dua tahun hidup di hutan, semua gedung tampak terlalu dekat satu sama lain—seperti jebakan raksasa dari batu dan kayu.
Ia memilih jalan kecil yang menurun menuju tepi kota, melewati deretan toko dan rumah penginapan murah.
Langkahnya santai, tapi matanya sesekali menatap langit, di mana kilatan spiritual sesekali masih muncul—menandakan para ahli belum sepenuhnya pergi.
“Turnamen besar Crimson Moon, ya…” gumamnya pelan.
Ia ingat pembicaraan di kedai siang tadi, tentang wanita bernama Mei Xian’er, seorang Heavenly Demon yang bahkan disebut menyaingi para abadi.
Nama itu terngiang terus di kepala, bukan karena kagum, tapi karena absurd.
“Heavenly Demon… cantik, dewasa, megah, kuat… tapi bikin turnamen cuma buat cari orang yang bisa ‘berdiri di sisinya’? Dunia ini emang aneh.”
Ia tertawa kecil, lalu menghela napas panjang.
“Mungkin aku juga aneh. Orang normal setelah lihat sekte-sekte saling bunuh di langit akan lari menjauh. Aku malah menonton mereka.”
Setelah beberapa waktu berjalan, Shen Hao tiba di rumah kecil sederhana yang ia sewa di pinggiran kota—tidak jauh dari tepi hutan, dan cukup jauh dari hiruk-pikuk pusat Luoyan.
Rumah kayu itu sederhana tapi hangat, mirip rumahnya dulu di tengah hutan.
Begitu masuk, ia langsung melempar diri ke ranjang jerami dan menarik napas lega.
“Ah… akhirnya, tempat tanpa aura orang gila.”
Namun, diamnya tak lama.
Matanya menatap langit malam dari jendela kecil, dan samar-samar terlihat cahaya merah menyala di kejauhan—Gunung Langit Merah.
Cahaya itu berdenyut perlahan, seperti napas raksasa yang tengah menunggu waktunya untuk bangkit.
Shen Hao duduk bersandar, pandangannya serius untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
“Dunia ini benar-benar... gila.”
“Kalau yang kemarin lewat aja bisa bikin tanah bergetar… aku penasaran, seperti apa bentuk kekuatan orang-orang di turnamen itu.”
Ia lalu tersenyum kecil, namun kali ini bukan senyum tengil, melainkan senyum seseorang yang sedang menantang nasibnya sendiri.
"Baiklah, dua hari lagi. Aku akan lihat langsung dunia yang katanya ‘di puncak kekuatan’ itu…”
“Siapa tahu, aku bisa belajar satu dua hal—asal tidak ikut tertimpa serangan nyasar.”
Ia lalu merebahkan diri, menatap atap kayu yang berdebu, sebelum perlahan memejamkan mata.
Malam itu terasa lebih sunyi, tapi di kejauhan, terdengar samar gema petir dan nyanyian spiritual dari arah gunung.
Tanda bahwa para sekte besar mulai bersiap.
Dan di tengah keheningan itu, Shen Hao hanya tertawa pelan, menggumam lirih sebelum tertidur:
“Yah… semoga besok tidak ada yang aneh. Tapi… kapan hidupku tidak aneh?”
Disisi lain pula...
Kamar utama Sekte Crimson Moon berada di puncak menara tinggi, dikelilingi oleh jendela-jendela besar yang menghadap ke langit yang mulai merah.
Mei Xian’er, ketua sekte yang dikenal sebagai Heavenly Demon, duduk dengan anggun di kursi ketuanya, wajahnya tenang dan tak terbaca.
Matanya yang indah berwarna merah darah berkilau dengan cahaya halus yang memancar, mencerminkan kekuatan luar biasa yang tersembunyi di dalam dirinya.
Di sebelah kanan dan kiri Mei Xian’er, Mei Ling’er, adiknya yang lembut dan penuh kasih, berdiri dengan senyuman ringan yang sangat berbeda dengan kakaknya,
memperhatikan suasana yang mulai tegang.
Namun, di hadapan mereka, enam Penatua Agung Sekte Crimson Moon duduk di kursi mereka, masing-masing dengan aura yang tak bisa disangkal, dan mata penuh pertanyaan.
Huo Lian, Penatua Agung Hall of Crimson Flame, dengan aura api yang selalu membara di sekelilingnya, menyilangkan tangan di depan dada, tatapannya tajam.
Hu Yue, Penatua Agung Hall of Shadows, dengan ekspresi misterius dan licik, terlihat seperti siap meluncurkan serangan kapan saja.
Shen Qiyue, Penatua Agung Hall of Trials, dengan tubuh atletis dan aura petir yang menggelegar, menatap ketua sekte mereka dengan keseriusan.
Bai Zhenya, Penatua Agung Hall of Abyss, dengan tatapan dingin dan aura necromancy, lebih memilih diam namun perhatiannya penuh pada Mei Xian’er.
Lan Xiuying, Penatua Agung Hall of Void Flame, dengan aura ruang yang menghancurkan segala hal yang tidak seimbang, sepertinya berpikir dalam-dalam.
Semua mata tertuju pada Mei Xian’er, dan ketegangan mulai terasa di udara, seakan waktu berhenti sejenak.
Pertanyaan yang sama muncul di benak mereka—apakah keputusan ini benar?
Apakah Mei Xian’er benar-benar berniat mencari seseorang untuk berdiri di sisinya melalui turnamen ini?
Apa yang akan terjadi jika orang itu berbuat jahat padanya setelah terpilih?
Bagaimana jika ia tidak bisa mengontrol orang yang dipilihnya, atau jika mereka menyalahgunakan kekuatan yang diberikan?
Di tengah kecanggungan itu, Mei Xian’er akhirnya membuka mulut, suaranya lembut namun penuh kekuatan, yang membuat setiap orang di ruangan itu langsung terdiam.
“Diam.”
Hanya satu kata, namun cukup untuk membuat seisi ruangan terdiam seketika.
Keberanian para Penatua Agung pun lenyap begitu saja.
Mei Xian’er menatap mereka satu per satu dengan tatapan tenang, seolah bisa melihat langsung ke dalam jiwa mereka.
“Apa kalian ragu? Kalian bertanya-tanya apakah aku benar-benar bisa memilih seseorang untuk berdiri di sisiku, bukan?”
Ia memandangi mereka dengan mata tajam yang penuh makna.
“Kalian bertanya, bagaimana jika orang itu berbuat jahat atau melampaui batas setelah terpilih?”
Huo Lian membuka mulut untuk berkata sesuatu, tapi Mei Xian’er melanjutkan dengan suara yang lebih dingin dan mematikan.
“Aku akan membunuhnya. Sebelum dia melakukannya. Jika dia berani berbuat seenaknya, tidak peduli siapa dia, meskipun terpilih—aku akan membunuhnya.”
Ada keheningan sesaat, seakan kata-kata itu memotong udara.
Tapi Mei Xian’er tidak terlihat gentar.
“Aku melakukannya karena… aku bosan seorang diri.”
“Aku butuh seseorang di sisiku, tapi bukan sekadar pelindung. Aku butuh seseorang yang memiliki kekuatan yang cukup untuk tidak hanya mengandalkan aku, tetapi yang bisa mengajarkanku juga.”
Tiba-tiba, senyum tipis muncul di wajah Mei Xian’er, namun senyumnya itu seperti senyum yang telah melalui ribuan pertarungan.
“Di dunia ini, ada banyak pria kuat. Semua ingin melihat kekuatan mereka diuji. Aku memberinya kesempatan itu—untuk membuktikan kekuatannya, atau gagal dan mati. Semua tergantung mereka.”
Ia berdiri, langkahnya tenang namun penuh kewibawaan.
“Jika orang itu berhasil melewati ujian ini, yang terberat masih ada—dia harus bertarung denganku. Jika dia menang, baru dia bisa berada di sisiku.”
Mei Ling’er yang berdiri di samping, menatap dengan cemas namun juga penuh harapan.
“Apakah… kau yakin akan hal ini, Kak Mei?”
Mei Xian’er hanya tersenyum, lebih lembut kali ini.
“Aku yakin. Tidak ada yang lebih baik untukku selain mencari seseorang yang benar-benar bisa menandingi kekuatanku. Dia harus memiliki ambisi dan kekuatan. Jika tidak, dia hanya akan menjadi beban.”
Langkahnya berhenti sejenak sebelum ia menoleh ke Penatua Agung yang ada di ruangan itu.
“Aku akan memilih yang terbaik, apapun yang terjadi. Tapi ingat, ini bukan hanya soal menemukan pengikut. Ini tentang menemukan seseorang yang bisa menyeimbangkan kekuatanku. Jika dia tidak bisa bertahan, maka turnamen ini akan jadi pelajaran terakhirnya.”
Keheningan kembali melanda ruangan.
Tidak ada lagi pertanyaan yang terlontar dari para Penatua Agung.
Mereka semua tahu bahwa ini bukan keputusan yang bisa diganggu gugat.
Mei Xian’er, dengan ketegasan dan kekuatannya, telah memutuskan jalannya.
Namun, di balik tatapan mereka, tersimpan rasa penasaran dan kekhawatiran yang tak terucapkan—siapakah yang akan terpilih? Dan bagaimana jika dia benar-benar bisa mengimbangi kekuatan Mei Xian’er?