Harry sama sekali tak menyangka, bahwa pacarnya yang selama ini sangat ia sayangi, ternyata justru menjalin hubungan dengan ayah kandungnya sendiri di belakangnya! Dan parahnya lagi, pacarnya itu adalah simpanan ayahnya sekaligus selingkuhan ibunya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Keterkejutan Harry
Suara gemericik air dari kamar mandi mengisi keheningan apartemen itu. Harry duduk santai di sofa, segelas minuman dingin di tangannya, sementara tayangan televisi hanya menjadi latar suara tanpa benar-benar menarik perhatiannya. Kepalanya masih terasa berat oleh pekerjaan kantor, namun suasana nyaman di tempat Raline sedikit membantunya merasa rileks.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah ketika suara notifikasi dari ponsel Raline yang tergeletak di meja kaca depan televisi terdengar jelas.
Harry hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar TV. Tapi bunyi notifikasi lain kembali berbunyi, membuatnya tak bisa menahan rasa penasarannya.
Dengan ragu, ia melirik ke arah pintu kamar mandi. Suara air masih terdengar—artinya Raline belum selesai. Hatinya berdebar tak tenang, tapi tangannya sudah bergerak meraih ponsel Raline.
"Maaf, Sayang... aku cuma mau cek hp kamu sebentar kok," gumamnya pelan, seolah meminta izin pada gadis itu yang belum tahu apa-apa.
Layar ponsel menyala saat ia menyentuhnya, menampilkan notifikasi pesan dari aplikasi chat.
Daddy:
Kirim fotomu sekarang. Daddy mau yang lebih seksi, seperti biasanya.
Mata Harry membelalak. Nafasnya tercekat, jari-jarinya yang menggenggam ponsel seketika mengeras. Pesan itu… terasa seperti hantaman ke dadanya. Tidak hanya karena isinya yang tak pantas, tapi karena pengirimnya—Daddy?
Harry menatap layar itu lama, seolah berharap apa yang ia lihat hanyalah mimpi buruk. Namun kenyataan tak bisa dibantah. Pesan itu nyata, dan dikirim hanya beberapa menit lalu. Ia menatap ke arah kamar mandi lagi, masih terdengar suara air. Jantungnya berdegup keras.
Tanpa berpikir panjang, ia membuka aplikasi itu dan membaca percakapan sebelumnya. Isi chat itu membuat kepalanya panas. Beberapa foto—meskipun tidak terlalu vulgar—dikirimkan oleh Raline sebelumnya. Pose menggoda, ekspresi sensual. Semua itu terasa seperti tamparan keras bagi Harry yang selama ini menganggap Raline sebagai wanita yang polos dan setia.
"Jadi... ini yang selama ini kamu sembunyikan dariku?" gumamnya, rahangnya mengeras.
Ia menelusuri lebih dalam, mencoba mencari tahu siapa sosok ‘Daddy’ itu. Tapi akun tersebut tidak menampilkan nama atau foto asli. Hanya inisial, tanpa keterangan apapun. Harry merasakan dadanya sesak. Gadis yang selama ini ia cintai, tunangannya, ternyata menyimpan rahasia kelam seperti ini?
Tiba-tiba, suara air dari kamar mandi berhenti.
Harry sontak menaruh kembali ponsel itu di tempat semula dan berpura-pura menonton TV seperti biasa, meski dadanya terasa seperti terbakar. Matanya tak bisa fokus, pikirannya berkecamuk. Ia berusaha mengatur napasnya, menyembunyikan kemarahan yang mendidih.
Tak lama, Raline keluar dari kamar mandi dengan handuk membalut tubuhnya. Wajahnya bersih dan segar, rambutnya masih basah meneteskan air. Ia tersenyum melihat Harry.
"Kamu nungguin aku, ya? Maaf ya lama," katanya sambil menghampiri dan duduk di sampingnya.
Harry tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Aku bisa nunggu."
Tapi senyuman itu terasa dingin. Mata Harry menatap ke depan, namun tak benar-benar melihat. Ia masih mencoba mencerna kenyataan yang baru saja ia temukan. Raline menatap Harry penuh cinta, tak menyadari bahwa dunianya akan berubah dalam hitungan waktu.
Dan di dalam hati Harry, sebuah pertanyaan mulai muncul:
Siapa Daddy itu sebenarnya?
Dan... apakah Raline benar-benar mencintainya?
÷÷÷
Usai mandi, Raline tampak segar dengan balutan handuk pendek yang membungkus tubuhnya. Rambutnya masih basah, namun tetap terurai indah dan menebar wangi khas yang selalu membuat Harry mabuk kepayang. Ia berjalan mendekati sang kekasih yang tampak duduk termenung di sofa, masih dengan gelas minuman di tangan.
Raline lalu duduk di samping Harry, lalu merangkul leher pria itu dari samping dengan manja.
"Hmm... kamu kelihatan capek banget, Sayang," bisiknya lembut. "Malam ini... mau aku manjain?"
Matanya menatap dalam, senyumnya menggoda. Ia mendekat, menempelkan tubuhnya yang masih hangat karena mandi ke sisi tubuh Harry.
"Apa kamu pengen... menghabiskan malam panas bareng aku?" bisiknya lagi, menempelkan bibirnya di telinga Harry, membuat getaran kecil menjalar di tubuh pria itu.
Harry tersenyum tipis. Ia menoleh, lalu meraih pinggang Raline dan mengangkat tubuh gadis itu dengan mudah, memindahkannya ke atas pangkuannya. Raline terkekeh kecil, senang sekali saat tubuhnya dibawa begitu dekat.
Harry memeluknya erat, lalu mulai menunduk dan menciumi leher Raline yang masih basah. Ia menghirup aroma sabun mandi yang lembut, bibirnya menyusuri kulit halus kekasihnya yang selama ini ia puja-puja. Tapi tiba-tiba, langkah itu terhenti.
Di tengah kenikmatan yang mulai menyala, sebuah bayangan muncul di kepala Harry. Pesan dari ‘Daddy’ itu kembali terngiang-ngiang, begitu jelas dan menusuk. Kata-kata mesum yang ditujukan pada Raline. Permintaan foto seksi. Balasan dari Raline.
Tubuh Harry menegang, bukan karena nafsu, tapi karena rasa jijik yang mendadak muncul.
Dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya—siapa sebenarnya Raline? Apakah gadis yang sedang duduk di pangkuannya ini benar-benar miliknya? Atau… milik orang lain juga?
Apakah tubuh yang selama ini ia peluk dengan penuh cinta… juga dipeluk oleh pria lain di belakangnya?
Raline mengusap pipi Harry, menyadari kalau pria itu mendadak diam dan tak merespon seperti biasanya.
"Sayang?" bisiknya, memiringkan kepala. "Kenapa? Kamu lelah, ya?"
Harry segera menyembunyikan ekspresi ragu dari wajahnya, lalu tersenyum tipis.
"Sedikit. Kepalaku agak berat karena kerjaan tadi."
Raline terlihat iba. Ia lalu mengelus pelan kepala Harry dan berkata, "Maaf ya... aku malah ganggu kamu. Harusnya kamu istirahat aja."
Ia pun berniat bangkit dari pangkuan, tapi Harry menahan pinggangnya dan membiarkannya tetap duduk di sana.
"Enggak. Di sini aja... Temenin aku sebentar."
Harry memeluknya erat, tapi dalam diam, pikirannya berputar cepat. Ia harus tahu siapa ‘Daddy’ itu. Ia harus mencari tahu apa sebenarnya hubungan Raline dengan pria itu. Tapi bukan dengan emosi. Ia tak bisa langsung menuduh tanpa bukti yang kuat.
Ia akan main cantik. Ia akan menyelidiki diam-diam. Dan jika benar Raline bermain di belakangnya…
...maka malam panas yang digoda Raline tadi, mungkin akan menjadi malam terakhir mereka.
÷÷÷
Sinar matahari pagi menembus tirai kamar, menyinari tubuh polos Raline yang masih terbaring di ranjang. Napasnya teratur, wajahnya terlihat begitu lelah setelah malam panjang yang ia lalui bersama Harry.
Di sisi lain, Harry sudah bangun lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang, mengenakan kembali kemeja yang sempat ia lepas semalam. Tangannya dengan cepat mengancingkan satu per satu kancingnya, tapi gerakannya terlihat kasar dan terburu-buru.
Pikirannya masih dipenuhi amarah yang ia tahan sejak tadi malam. Ia memang menumpahkan semuanya pada Raline—bukan dengan kata-kata, tapi dengan caranya sendiri. Ia melampiaskan emosinya saat menyentuh tubuh gadis itu, tidak lagi dengan kelembutan seperti biasanya, melainkan dengan dorongan penuh dendam yang terselubung.
Namun, meski sudah meluapkan semuanya, rasa sakit di dadanya belum juga hilang.
Harry menghela napas berat, lalu berdiri. Ia berniat pergi dari apartemen ini, menjauh sejenak untuk menenangkan pikirannya. Namun saat ia berbalik, tiba-tiba jemari lemah Raline mencengkeram pergelangan tangannya.
"Harry..." suara Raline lirih, matanya masih setengah tertutup, menunjukkan betapa ia masih lelah dan mengantuk. "Kamu mau ke mana?"
Harry menghentikan langkahnya, tapi ia tak segera menoleh. Ia hanya menatap tangan Raline yang menggenggamnya erat, seolah tidak ingin membiarkannya pergi.
"Aku mau pulang," jawabnya singkat. Suaranya dingin, nyaris tanpa emosi.
Raline mengerjap, mencoba bangkit meskipun tubuhnya terasa begitu lemas dan pegal. Semalam, Harry benar-benar berbeda—ia tidak lagi menyentuhnya dengan kelembutan, melainkan dengan nafsu yang bercampur amarah. Dan meskipun Raline tidak tahu pasti apa yang membuat pria itu berubah, ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Kamu... kenapa?" Raline bertanya, suaranya penuh kebingungan. "Kenapa kamu jadi dingin begini?"
Harry akhirnya menoleh, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dalam hatinya, ia masih ingin mempertanyakan semua yang ia lihat di ponsel Raline. Tapi ia tahu, ini bukan waktu yang tepat.
"Aku hanya lelah."
Jawaban itu membuat Raline terdiam. Ia tahu Harry sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kamu marah sama aku?" tanyanya lagi.
Harry tersenyum kecil, tapi senyuman itu terasa asing. "Kenapa aku harus marah sama kamu?"
Raline menggigit bibirnya. Ia ingin berkata sesuatu, tapi sebelum sempat membuka mulutnya, Harry sudah menarik tangannya dan melepaskan genggaman Raline dengan lembut.
"Aku pergi dulu."
Setelah mengatakan itu, Harry berbalik dan berjalan keluar kamar, meninggalkan Raline yang masih terduduk di ranjang dengan tatapan bingung.
Saat pintu apartemen tertutup, Raline akhirnya menyadari sesuatu.
Ada yang berubah dari Harry.
Dan ia takut, perubahan itu bukanlah hal yang baik.