Seorang pembunuh bayaran harus mati ditangan sang kekasih. Namun tiba-tiba dia terbangun di sebuah tempat yang bernama lembah Iblis.
Seperti namanya lembah itu terkenal seram dan penuh dengan misteri. Banyak orang yang masuk kedalam lembah tersebut namun tidak pernah kembali lagi.
Bagaimana jadinya jika seorang pembunuh bayaran di buang ke tempat itu?
Ternyata jasad yang tempati oleh si pembunuh bayaran, adalah putri dari seorang perdana menteri. Gadis itu menjadi korban penculikan sekaligus pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekatnya.
Mampukah gadis itu keluar dari lembah iblis dan membalas semua dendam sang pemilik tubuh?
Baca keseruannya disini🥰🥰🥰🥰. Jangan lupa dukungannya agar bisa semangat dalam berkarya. Terima kasih😘💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU SILUMAN RUBAH
Assalamualaikum....
Minal Aidzin wal Faidzin mohon maaf lahir batin. Maaf beberapa hari ini tidak up, karena harus bersilaturrahmi ke tetangga dan saudara 🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Terima kasih karena masih setia mengikuti alur cerita yang sudah Saya buat. Jangan lupa dukungannya ya....agar terus semangat dalam berkarya.
Desa pertama yang menjadi tempat persinggahan Jiang He bernama Desa Hu. Jumlah penduduknya tidak lebih dari seratus kepala keluarga. Mata pencaharian mereka sebagian menjadi seorang petani. Sedangkan yang lainnya hanya mengandalkan hasil hutan.
Dari batas lembah iblis ke Desa Hu juga tidak terlalu jauh. Bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dengan hasil hutan, setiap hari akan pergi ke hutan. Bahkan tak jarang sampai menembus tebing batu. Sebagian dari mereka pernah melihat aksi Jiang He di atas pohon dan menyebutnya Dewi lembah Iblis.
"Apa Nona tidak keberatan jika harus tingal di rumah ini? Maaf jika tempatnya kurang nyaman, " ucap kepala Desa dengan ramah.
Jiang He mendatangi rumah kepala desa dan meminta izin sekaligus menyewa rumah untuk ia tempati sementara waktu sebelum kembali melanjutkan perjalannya ke ibu Kota.
"Ini sudah lebih dari cukup. Terimakasih atas bantuan Paman Kepala Desa yang telah memberi Ijin untuk tingggal di desa ini selama beberapa hari," jawabnya dengan tulus.
"Syukurlah kalau begitu. Tidak banyak rumah kosong yang ada di desa ini."
"Soal harganya bagaimana?"
Selanjutnya Jiang He dan kepala desa membahas jumlah uang yang harus ia keluarkan selama tinggal di rumah ini. Setelah mencapai kesepakatan kepala Desa berpamitan untuk pulang.
Kepala desa memiliki seorang Istri sudah beberapa bulan ini tidak turun dari ranjang. Segala sesuatunya dibantu oleh suami dan kedua anaknya.
"Apa gadis itu setuju tinggal di rumah sebelah?" tanya istri kepala desa dengan lemah.
"Setuju bahkan sudah memberikan pembayaran diawal. Dengan uang ini kita bisa membelikan obat untuk ibu minum," jawab Kepala Desa dengan lembut.
Meski sudah berumah tangga cukup lama namun perhatian kepala desa kepada sang istri tidak pernah berubah.
kepala Desa menunjukkan sekantong uang koin ke hadapan sang istri. Kedua bola mata sang istri langsung melotot begitu melihat jumlahnya.
Uang yang dipakai disini berupa uang koin dan uang kertas. Uang koin terdiri dari koin tembaga, perak dan emas.
1 koin perak bernilai 10 koin tembaga.
100 koin perak bernilai 1 koin emas
1000 koin tembaga bernilai 1 koin emas
"Banyak sekali uangnya, " ucap istri kepala desa heran. Tangannya terulur untuk menyentuhnya.
"Ayah juga sudah bilang begitu, katanya sih sebagai ucapan terimakasih karena sudah diizinkan untuk tinggal disini sementara waktu."
Mendengar ucapa Kepala desa, sang istri merasa agak curiga. Gadis seperti apa yang menyewa rumah bobrok dengan jumlah yang tidak sedikit. Perasaanya menjadi was-was.
"Memangnya gadis itu berasal dari mana? " tanya istri kepala desa dengan hati-hati.
"Dari ibu kota."
Kecurigaan istri kepala desa makin besar. Apa gerangan yang akan dilakukan gadis itu di desa kecil seperti ini? Namun ia tetap bersaha tenang.
"Terus mau kemana? "
"Mau pulang."
Istri kepala desa sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, namun kepalanya tiba-tiba pusing. Kepala Desa yang khawatir langsung memberikan sisa obat yang masih tersisa.
"Jangan terlalu banyak berfikir. KIta berdoa saja semoga gadis itu tidak melakukan macam-macam. Kalau memang dia berani bertindak macam-macam, Aku juga tidak akan tinggal diam saja."
Istri Kepala Desa mengangguk dengan lemah. Setelah meminum sisa obatnya, Ia langsung kembali terlelap.
Jiang He memutuskan untuk tinggal disana karena merasakan adanya Aura jahat yang tersembunyi di Desa Hu. Auranya cukup kuat. Takutnya jika ia biarkan akan mengganggu kepentingan warga. Dan yang lebih berbahaya lagi jika orang yang memiliki aura jahat itu sampai pergi ke Lembah Iblis
Tanpa seorang pun tahu memang ada satu siluman yang menyamar menjadi manusia biasa. Dia merupakan mata-mata yang dikirim oleh Raja Siluman untuk mengetahui situasi di Kerajaan Ming. Serta mencari letak raja iblis di segel.
Namanya Yu Li Tien. Siluman rubah yang sudah berusia ratusan tahun. Siluman itu sudah berhasil merubah tubuhnya menjadi seorang pemuda yang tampan.
Setiap bulan sekali yu Li Tien akan berubah menjadi manusia yang mempunyai ekor sembilan. Sudah Tiga bulan ini Yu Li Tien tinggal di Desa Hu. Ia juga sudah beberapa kali menembus perisai di sekitar tebing untuk turun ke lembah.
Jiang He ditempatkan di rumah kosong di sebelah rumah Kepala Desa. Rumah itu merupakan rumah tua yang sebelumnya tidak di tempati . Rumahnya sudah agak tua dan nampak kotor. Namun Jiang He tidak mempermasalahkannya. Ia bisa masuk kedalam ruang Giok untuk beristirahat.
Saat kepala desa pulang, Jiang He menggunakan kekuatannya untuk bersih-bersih. Ruangan yang sebelumnya berdebu kini jadi bersih.
"Apa Kita akan tinggal disini, Nona?" tanya Liong yang tiba-tiba muncul dihadapan Jiang He. Sebelumnya ia masih berada di dalam ruang Giok Naga.
"Untuk sementara saja. Apa Kamu bisa mendeteksi siluman apa yang tinggal di desa ini?"
"Jadi Nona juga menyadarinya? Apa ini alasannya Nona mau tinggal di desa ini untuk sementara waktu."
"Benar." Jiang He tidak menyebunyikan tujuannya untuk tinggal di Desa Hu.
Awalnya Jiang He tidak berniat untuk ikut campur. Apalagi sebagai mantan pembunuh bayaran, rasa kepeduliannya terhadap orang asing sangat rendah.
Namun ia tiba-tiba teringat ucapan Guru Xi sebelum meninggal.
"Gunakan ilmu yang sudah Kamu pelajari dengan bijak. Bantulah orang yang butuh bantuan. Manfaatkan semuanya dengan sebaik-baiknya."
Kata-kata itu terlalu membekas dalam ingatannya.
"Baguslah kalau begitu. Nanti malam Aku akan mencari tahu keberadaanya."
Jiang He setuju. Kemudian mereka masuk kedalam ruang batu giok. Jiang He butuh berendam. Jadi ia pergi ke sungai. Sedangkan Liong menyantap makananya yang ada di dapur.
Setiap makanan yang ada di dalam ruang Giok Naga akan selalu terisi begitu di gunakan, jadi Jiang He tidak perlu khawatir kekurangan makanan.
Selain itu juga berfungsi sebagai pengawet. Makanan yang dimasukkan ke dalam ruang Giok Naga ia akan secara otomatis masuk ke dalam dapur. Makanan itu akan awet dan tahan lama. Kesegarannya juga terjamin.
Selesai mandi Jiang He masuk kedalam dapur. Ia mengambil dua buah roti tawar kemudian di panggang. Sebelum menyantapnya, ia melumurinya dengan selai coklat kesukaanya.
"Enak sekali."
"Apa Nona tidak bosan makan itu ?"
"Kenapa harus bosan. Rasanya enak kok. Apa Kamu mau coba?"
"Tidak usah. Terima kasih."
"Baiklah."
Kali ini Jiang He makan rotinya dengan anggun tanpa buru-buru. Begitu habis ia pun berniat untuk ke kamar.
"Aku mau tidur ... Jangan ganggu!"
"Hmmm.." gumam Liong dengan mulut yang penuh makanan. Jiang He tidak perduli. Yang penting sekarang memejamkan matanya.
Jiang He tidur cukup lama . Setelah bangun, ia segera mencuci muka dan keluar dari ruang batu giok. Saat itu ada yang mengetuk pintu rumah. Jiang He segera bergegas membukanya. Ternyata Gao-gao lah yang datang. Ditangannya ada semangkok mie yang masih panas.
"Jie-jie ini dari Ibuku," kata Gao-gao dengan semangat. Padahal gadis itu masih kecil, apa tidak takut kuah panas itu mengenai tangan kecilnya. Jiang He segera mengambilnya. Kemudian mengajak Gao-gao masuk kedalam.
"Masuklah."
"Bolehkah?" tanyanya dengan imut.
"Tentu saja boleh. Jie-jie sangat senang biisa ada temannya. Ayo masuk!"
"Terima kasih."
Jiang He masuk dan meminta gao-gao untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Ia meletakkan mangkok di atas meja. Kemudian masuk kedalam kamar. Mengambil beberapa buah dari dalam ruang Giok Naga. Lalu membawanya ke ruang tamu.
Gao-gao nampak patuh duduk di kursi. Selain mengambil buah , Jiang He juga mengambil sepasang sumpit dan juga sendok.
"Jie-jie punya buah makanlah," kata Jiang He setelah duduk di kursi. Kedua mata Gao-gao berbinar begitu melihat buah yang ada ditangan Jiang He .
"Terima kasih. Jie-jie juga harus makan mienya. Takutnya nanti dingin. Itu kata Ibu."
"Bilang terima kasih sama ibu Gao-gao."
"Baik."
"Apa gao-gao mau makan mie bersama Jie-jie?"
"Gao-gao sudah makan."
"Kalau begitu jie-jie makan dulu ya."
Gao-gao mengangguk dengan semangat. Kemudian ia mengambil buah apel untuk dimakan. Gao-Gao sangat senang dengan rasanya.
Cukup lama gao-gao menemaninya. Ia pulang karena disusul oleh ibunya. Andai tidak disusul pasti gadis itu akan dengan senang hati menemani Jiang He.
Malamnya baik Jiang He maupun Liong mulai beraksi. Mereka mencari jejak keberadaan siluman rubah.