Rinda mengenalkan sahabatnya yang bernama Dita dengan Danis, kekasihnya. Sikap dan kebiasaan Danis berubah, setelah Rinda kenalkan pada Dita. Tidak ada lagi Danis yang selalu ada disetiap Rinda membutuhkannya. Karena setiap kali Rinda butuh Danis, pria itu selalu bersama Dita.
Rinda menyesal mengenalkan Dita pada Danis. Rinda tidak menyangka orang terdekatnya akan mengkhianati dirinya seperti ini.
Puncak penyesalan Rinda, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Danis dan Dita masuk ke dalam hotel sambil menautkan jari-jari tangan mereka. Kebetulan Rinda sedang bersama Keenan, pria yang baru saja menjadi temanya. Rinda tidak tahu, jika Keenan adalah calon suami Dita.
Bagaimana sikap Rinda selanjutnya pada Danis dan Dita?
Keputusan apa yang akan dipilih Rinda tentang hubungannya dengan Danis
Bagaimana sikap Rinda pada Keenan, setelah tahu pria itu calon suami Dita?
Yuk simak cerita 'MENYESAL' selengkapnya, hanya di NOVEL TOON
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Pamit
"Kamu kebangetan sama calon mertua, Nda. Bisa-bisanya pura-pura tidur," ucap Delia, begitu Rinda membuka mata setelah mama Danis pergi.
"Udah enggak jadi calon mertua," balas Rinda meralat ucapan Delia.
"Kenapa!" Delia bertanya serius.
"Aku belum siap memberikan jawaban, jika ditanya mengapa tidak menerima lamaran Danis," jawab Rinda.
"Tapi kamu tidak bisa terus menghindar seperti ini."
Rinda membenarkan pendapat Delia. Dia tidak bisa diam selamanya. Semakin cepat dia memberitahu orang tua Danis, cepat juga masalah antara dia dan Danis selesai. Sekarang masalah bertambah, ayah Riza mengalami kecelakaan. Rinda tidak mungkin meninggalkan bunda Nara dengan keadaan seperti.
Mungkin ini jawaban dari Rinda meminta waktu pada Keenan. Pergi dari Bandung tidak bisa menyelesaikan masalah. Itu sikap seorang pengecut. Lebih baik Rinda jujur, jika dia sudah mengetahui perselingkuhan Danis dan Dita.
"Tante Ira dan om Cipto orang baik Del. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana kecewanya mereka pada Danis."
"Kamu masih sayang sama Danis?" tanya Delia.
"Kalau kamu bisa memaafkan, mungkin -."
"Aku bisa memanfaatkan, tapi tidak akan memberikan kesempatan kedua. Aku tidak sebaik itu Del. Sekali pernah selingkuh, dia akan mengulangi suatu saat nanti." Ucap Rinda memotong ucapan Delia.
"Pernikahan bukan untuk uji coba, tapi belajar untuk lebih baik. Cinta dan sayang saja tidak cukup. Kita harus punya tujuan yang sama, kemana kita akan berlabuh. Sehingga, disaat kita berlayar, apapun yang menghalangi, kita bisa saling menguatkan. Karena kita sama-sama ingin mencapai tujuan yang sama."
Mendengar ucapan Rinda, Delia merasa tertampar. Dia dan Irfan memutuskan menikah, hanya karena saling suka dan sayang. Delia tidak tahu ke arah mana mereka berlayar.
"Kamu dengar aku kan, Del?" Rinda bertanya, karena Delia diam saja.
"Aku dengar Nda. Dan itu membuat aku sadar, aku dan mas Irfan belum pernah bicara dari hati kehati, tentang apa yang jadi tujuan kami menikah," jawab Delia.
"Coba saja kamu ajak mas Irfan bicara. Dan pastikan niat kalian sudah lurus. Menikah itu untuk menyempurnakan ibadah, niatkan untuk mendapatkan ridho dari Allah Subhanahu wa Ta'ala."
"Baik Ustadzah Rinda Sabrina," balas Delia, setelah mendengarkan tausiah sahabatnya itu.
"Aku mau kembali ke tempat ayah," ucap Rinda.
"Jangan bergerak," ucap Delia menahan Rinda yang akan turun dari ranjang rumah sakit.
"Habiskan dulu itu," Delia menunjuk kantung infus yang mengalir lewat selang menuju tangan Rinda yang sudah terpasang jarum.
"Itu nutrisi buat kamu, biar tidak pingsan lagi. Dokter bilang harus sampai habis. Paham!" Delia menambahkan.
"Baik Dok. Tapi, bisakah belikan pasien anda ini makanan. Karena itu saja tidak bisa membuat saya kenyang," balas Rinda menunjuk kantong infus.
"Yang satu ustadzah, yang satu lagi dokter. Hebat, kalian berdua."
Rinda dan Delia sama-sama menoleh ke sumber suara. Sosok Keenan masuk sambil tersenyum lebar. "Ini Saya bawakan makanan," ucap Keenan lagi.
Sejak tadi dia mendengar percakapan kedua sahabat itu. Tadinya Keenan berniat langsung masuk dan membawakan makanan untuk Rinda dan Delia. Tapi Keenan mengurungkan niatnya. Dia tidak tega menyela percakapan Rinda dan Delia, yang justru membuatnya ikut berpikir tentang tujuannya menikah.
"Ini untuk kamu." Keenan memberikan makanan yang dia bawakan untuk Delia.
"Terima kasih Pak ... Tuan," balas Delia bingung, ingin memanggil bos besarnya dengan panggilan apa.
"Rin, Saya mau pamit. Maaf tidak bisa menemani kamu lebih lama lagi. Saya harus segera kembali ke Jakarta."
"Tidak apa-apa Keen. Terima kasih sudah datang dan membawakan makanan," balas Rinda.
"Untuk jawaban kamu, tidak perlu terburu-buru memberikan jawabannya. Saya beri kamu waktu tambahan," ucap Keenan.
"Terima kasih Keen," balas Rinda.
"Salam untuk ayah, bunda dan Ardi. Saya pulang dulu. Sampai ketemu lagi." Keenan meninggalkan ruangan tempat Rinda mendapatkan perawatan di IGD.
"Keen?" Delia bertanya pada Rinda, setelah Keenan hilang dibalik pintu.
"Namanya Keenan," jawab Rinda.
"Keren ya namanya. Sama seperti orangnya," balas Delia sambil senyum-senyum sendiri.
"Mulai deh halu." Rinda menegur Delia.
"Nda, kamu kok bisa dekat sama pak ceo?" Tanya Delia menyelidik.
"Siapkan makanan untuk ku, nanti aku ceritakan."
***
Ayah Riza sudah sadarkan diri. Bunda Nara yang mengetahuinya terlebih dulu. Dia pun memanggil dokter dan perawat untuk memeriksa kesehatan ayah Riza. Bunda Nara bersyukur. Karena menurut dokter, ayah Riza baik-baik saja. Dia akan dipindahkan ke kamar rawat inap, untuk proses penyembuhan luka-lukanya akibat tertabrak.
"Rinda dimana Bun?" Ayah Riza mencari putrinya.
Bunda Nara sudah menerima kabar dari Delia, jika Rinda sempat tidak sadarkan diri. Dan sekarang sedang mendapatkan cairan nutrisi, agar tubuhnya kembali kuat. Tapi, bunda Nara tidak bisa memberitahu ayah Riza yang sebenarnya. Menurut dokter, kesehatan jantung ayah Riza harus di jaga.
"Rinda sedang ke kantin. Ayah tahu sendiri, anak itu tidak boleh telat makan," jawab bunda Nara. Ayah Riza mengangguk paham.
Disaat yang bersamaan, Mama Ana dan Dita masuk ke kamar rawat inap ayah Riza. "Aduh maaf baru datang. Saya baru tahu dari Dita. Dapat informasi dari Danis, katanya." Ucap mama Ana mencoba menjelaskan.
"Tidak apa-apa. Ayahnya Rinda juga baru dipindahkan ke kamar rawat inap," balas bunda Nara.
"Ceritanya bagaimana? Kenapa ayahnya si kembar bisa ditabrak?"
"Saya belum mendapatkan penjelasan apa pun. Danis yang melihat kejadiannya. Dia juga yang membawa ayahnya anak-anak ke rumah sakit." Jawab bunda Nara.
Sementara bunda Nara dan mama Ana bicara, Dita menghampiri ayah Riza. "Cepat sembuh Yah," ucap Dita.
"Terima kasih. Bagaimana kabar kamu?"
"Baik Yah. Bahkan sangat baik." Jawab Dita bersemangat. Entah baik apa yang dia maksud.
"Kamu pasti sibuk sekali. Soalnya sejak kamu pulang ke Indonesia, Ayah belum pernah bertemu kamu."
"Maaf Yah, kemarin-kemarin banyak yang harus Dita urus. Jadi ketemunya sekarang deh, waktu ayah sakit," jawab Dita.
Manis sekali cara Dita bicara dengan ayah Riza. Seolah-olah semua baik-baik saja. Padahal dia sedang membuat bola panas yang suatu saat akan meledak. Membuat Danis selingkuh dan sudah berani terang-terangan menyalakan api permusuhan dengan Rinda. Entah apa lagi yang akan Dita perbuat berikutnya.
"Rinda tidak kelihatan. Dia kemana?" Dita bertanya pada ayah Riza.
"Kata bunda, Rinda sedang cari makan."
"Cari makan atau sibuk sama Danis. Kenapa tidak segera dinikahkan saja, Yah. Rinda itu ..., gimana ya Dita kasih tahunya ke Ayah."
"Rinda itu kenapa?" tanya ayah Riza penasaran.
"Ayah tahu tidak, Rinda dan Danis merayakan hari jadi?" Tanya Dita.
Ayah Riza mengangguk. "Ayah tahu."
"Gimana ya, ...."
"Kamu itu sebenarnya mau kasih tahu Ayah atau tidak?" Tanya ayah Riza yang semakin penasaran.
Sepertinya Dita sengaja mempermainkan emosi Aya Riza. Tapi dia tidak tahu akibat yang akan terjadi. "Mau kasih tahu, tapi takut Ayah sedih, Ayah kecewa," jawab Dita.
"Ayah tidak apa-apa. Katakan saja."
"Baiklah, karena ayah yang minta, sekarang Dita kasih tahu Ayah."
Dita diam sejenak. Dia melihat pada bunda Nara dan mama Ana yang masih sibuk berbincang. Entah apa yang dibahas kedua wanita paruh baya tersebut, Dita tidak peduli.
"Rinda dan Danis ke hotel, mereka pesan kamar." Dita bicara sambil berbisik.
Nafas ayah Riza terasa sesak, mengetahui putri kesayangannya pergi ke hotel dengan seorang pria, meskipun pria itu Danis. Ayah Riza tidak ingin percaya, tapi pikirannya tidak tenang.
"Ayaaahhh." Dita ketakutan melihat ayah Riza yang kesulitan bernapas.
Suara Dita membuat mama Ana dan bunda Nara terkejut. "Ayah kenapa Dita?" Tanya bunda.
"Dita tidak tahu Bunda. Ayah tiba-tiba seperti ini," jawab Dita yang sudah pasti berbohong.
Bunda segera menekan tombol panggilan darurat, untuk memanggil dokter. Disaat yang bersamaan, Rinda dan Delia tiba di ruangan ayah Riza. Rinda segera menghampiri ayah Riza yang memegang dadanya.
"Ayah kenapa?" tanyanya.
Sebelum ke ruangan ayah Riza, Rinda bertemu dokter yang merawat ayahnya. Dokter menyampaikan ayah Riza baik-baik saja setelah pria paruh baya itu sadar. Namun yang dia lihat saat ini, ayah Riza tidak baik-baik saja.
"Nda," ucap ayah Riza pelan.
"Iya Yah, ini Nda. Ayah kenapa?"
Belum sempat ayah Riza bicara lagi, dokter datang untuk memeriksa kondisi ayah Riza. Rinda dan yang lain diminta menunggu di luar. Tersisa bunda Nara saja yang menemani ayah Riza.
Rinda menghampiri Dita yang tampak tenang. Tidak ada perasaan bersalah sedikitpun yang Dita rasakan. Entah terbuat dari apa hati gadis itu. Hingga tega berbohong demi mempermainkan pikiran ayah Riza.
"Sampai terjadi sesuatu pada ayah, aku tidak akan melepaskan kamu!"
lanjut ttp semangat thor💪 ceritanya bagus 👍