NovelToon NovelToon
Hilangnya Para Pendaki

Hilangnya Para Pendaki

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:329
Nilai: 5
Nama Author: Irmann Nhh

Lima mahasiswa mendaki Gunung Arunika untuk hiburan sebelum skripsi. Awalnya biasa—canda, foto, rasa lelah. Sampai mereka sadar gunung itu tidak sendirian.

Ada langkah ke-enam yang selalu mengikuti rombongan.
Bukan terlihat, tapi terdengar.
Dan makin lama, makin dekat.

Satu per satu keanehan muncul: papan arah yang muncul dua kali, kabut yang menahan waktu, jejak kaki yang tiba-tiba “ada” di tengah jejak mereka sendiri, serta sosok tinggi yang hanya muncul ketika ada yang menoleh.

Pendakian yang seharusnya menyenangkan berubah jadi perlombaan turun gunung… dengan harga yang harus dibayar.

Yang naik lima.
Yang turun… belum tentu lima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irmann Nhh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25— Sesuatu yang Kembali

 Seseorang kembali, tapi tidak ada “kepulangan” yang benar-benar sederhana di dunia Arunika.

POV RAKA

Aku tidak ingat sensasi berlari.

Tidak ingat detik ketika kegelapan menyentuhku.

Tidak ingat bagaimana tubuhku menembus cahaya.

Yang aku ingat hanya ini:

Aku memilih pulang — bukan untuk diselamatkan, tapi untuk hidup.

Dan setelah itu…

Aku membuka mata.

Aku terbaring di tanah — rumput dingin menempel di pipi.

Aku mencium bau malam.

Bukan bau kabut arsenik Arunika, bukan bau lembap ruang liminal.

Bau dunia nyata.

Aku bangun perlahan.

Tangan gemetar seperti seseorang yang belajar hidup lagi.

Aku berada di tengah lapangan rumput luas dekat desa pendakian — tempat pertama sebelum pos.

Tidak ada luka di tubuh.

Tidak ada darah.

Tidak ada tanda fisik kehilangan.

Tapi tubuhku… lebih ringan dan lebih berat di saat yang sama.

Lebih ringan karena bebannya hilang.

Lebih berat karena aku tahu kepulanganku punya harga psikologis.

Aku berdiri dengan langkah goyah.

Di langit — bulan sabit.

Tidak ada kabut.

Tidak ada suara langkah.

Dan di dadaku…

tidak ada gelang biru.

Bukan jatuh.

Bukan dicopot.

Gelang itu hilang karena aku tidak lagi dikaitkan dengan daftar mana pun.

Aku akhirnya pulang.

Tapi pulang berarti menghadapi kenyataan — bukan ilusi.

Aku harus memilih:

Telepon Sari?

Telepon Kayla?

Atau berjalan ke arah mereka tanpa kabar?

Kalau aku muncul tiba-tiba… mereka bisa shock.

Kalau aku telepon… mereka bisa tidak percaya.

Kalau aku menunggu… aku mungkin tidak akan pernah punya keberanian lain.

Aku menghela napas panjang.

> “Kalau aku pulang… aku pulang sepenuhnya.

Bukan sebagai alasan seseorang menangis lagi.”

Jadi aku mulai berjalan.

Tidak terburu-buru.

Tidak bersembunyi.

Tidak memanggil siapa pun.

Aku pulang sebagai manusia.

Dan untuk pertama kalinya sejak tragedi itu… aku merasa hidup.

 

POV SARI

Pukul 03:48 dini hari.

Sari terbangun lagi.

Bukan karena suara, bukan karena mimpi.

Tapi karena rasa — bagian tubuhnya seperti mengingat sesuatu dulu pernah terhubung.

Kayla tertidur di sofa, selimut setengah jatuh ke lantai.

Sari bangkit, mengambil air minum, mencoba bernapas seperti biasa.

Lalu…

bel pintu berbunyi sekali.

Tidak agresif.

Tidak 6 ketukan.

Satu bunyi.

Seperti orang biasa.

Sari langsung kaku.

Semua trauma berusaha kembali — ingatan langkah enam kali, suara panggilan, semuanya.

Tapi sesuatu terasa berbeda.

Tidak ada magnet ketakutan.

Tidak ada daya tarik gaib.

Bel kedua berbunyi.

Kayla membuka mata pelan, menoleh ke pintu, tubuhnya langsung gemetar.

Tanpa bicara, Sari mengangguk kecil — memberi isyarat jangan panik.

Mereka sama-sama berdiri, mendekat… tapi tetap menjaga jarak dari pintu.

Sari menempelkan telapak tangan ke dinding sebelah kusen.

Dulu, dia pasti akan melihat dari lubang intip.

Tapi sekarang, dia tidak memata-mati.

Dia mendengarkan.

Tidak ada tarikan napas berat.

Tidak ada suara langkah tak wajar.

Hanya… keberadaan.

“Kalau itu dia…” suara Kayla pecah, “…gue takut gue nggak siap.”

Sari meraih tangan Kayla — justru untuk menenangkan, bukan untuk meminta perlindungan.

“Tersiap atau nggak… kita hadapin bareng.”

Bel berbunyi lagi.

Sari menelan ludah, menarik napas panjang…

dan membuka pintu.

Pelan.

Tidak dramatis.

Tidak heroik.

Pintu terbuka ke arah dunia nyata — bukan kabut.

Angin malam masuk.

Dan di depan mereka…

berdiri Raka.

Kurus.

Berantakan.

Tapi hidup.

Tidak pucat seperti hantu.

Tidak kosong seperti orang kerasukan.

Hanya… manusia.

Yang kembali dari tempat yang mencoba menghapus dirinya.

Tidak ada yang bicara.

Sari terpaku.

Kayla menutup mulut dengan kedua tangan.

Raka tersenyum kecil — hampir tidak terlihat, tapi nyata.

“Aku pulang.”

Bukan “maaf”.

Bukan “tolong”.

Bukan “aku hilang”.

“Aku pulang.”

Dan di detik itu, tidak ada musik dramatis.

Tidak ada pelukan langsung.

Tidak ada jeritan histeris.

Yang ada hanya tiga manusia yang akhirnya berani merasakan sesuatu yang paling sulit:

Kebahagiaan yang bercampur takut.

Takut kehilangan lagi.

Tapi tetap memilih bahagia.

Kayla menangis duluan — bukan karena trauma… tapi karena lega.

Sari menutup mata — akhirnya mengizinkan dirinya percaya.

Dan Raka… untuk pertama kali sejak hilang…

memeluk bukan sebagai seseorang yang butuh diselamatkan,

tapi sebagai seseorang yang ingin ada tanpa membuat orang lain hilang.

 

Tapi bahkan kepulangan punya bayangan.

Saat mereka bertiga memeluk pelan —

gelang biru yang sebelumnya menghilang…

tiba-tiba muncul di meja ruang tamu.

Tidak pada tangan siapa pun.

Tidak pada lantai.

Hanya tergeletak — diam.

Dan ukirannya tidak lagi kosong. Tidak lagi daftar. Tidak lagi “selesai”.

Sekarang tertulis:

> BABAK BARU DIMULAI

Tidak ada ancaman.

Tidak ada nama.

Hanya peringatan:

Arunika belum selesai.

Bukan karena ingin mengambil.

Tapi karena ada kisah baru yang belum ditulis.

Kali ini… bukan tentang hilangnya pendaki.

Bukan tentang pintu yang menunggu korban.

Kali ini tentang apa yang dilakukan orang-orang yang kembali… setelah menolak menjadi korban.

Dan pada akhirnya…

yang paling menakutkan bukan gunungnya.

Yang paling menakutkan adalah:

> Apa yang dilakukan manusia setelah belajar menghadapi dirinya sendiri.

1
Roro
waduh gak mudeng aku thor
Roro
hummmm penasaran
Irman nurhidayat: sebenernya aku gak serius si ngerjain novel ini wkwk,tapi kalo misal udah baca sampe ke bab terakhir dan minta lanjut,bakal aku lanjutin si,tpi aku ada prioritas novel lain yg lebih horor lagii,pantau yaa💪
total 1 replies
Roro
🤣🤣🤣🤣🤣 kok makin kesini malah gak horor tur, malah lucu
pintu tertutup terbuka aja
lama banget horonrnya datang
Irman nurhidayat: cek novel terbaruku kak,lebih seru,seram,mudah di cerna,lebih horor dan seram 🔥🔥
total 3 replies
Roro
ahhh keren inj
Roro
lanjut besok aja, jadi merinding aku
Roro
ouu UU main horor lagi,
Roro
lah... Arif apa kabar
Roro
sulit aku mencerna , tapi seru u tuk kubaca, dan akhirnya aku faham jalan cerita
Roro: iya kek nya Thor, tapi aku tetap menikmati bacaanya
cerinya nya seru banget
total 2 replies
Roro
beuhh makin keren aja
Roro
hah... tamat kah
Roro
makin seru dan makin penasaran aku
Roro
ahhhh keten banget
Roro
gak sabar pengen tau Arif sama Dimas udah koit atau kek mana yah
geram sekali sama mereka main kabur aja
Roro
keren.. makin penasaran aku
Roro
aku doakan pembaca mu banyak Thor, aku suka banget sumpah
Irman nurhidayat: Aamiin🤲makasih yaaaaa🙏
total 1 replies
Roro
Ter amat bagus...
Irman nurhidayat: mantapp makasih rating bintang 5 nyaa😍😍
total 1 replies
Roro
aku bacanya sesak nafas,
terasa banget horor nya.
Irman nurhidayat: bisa sampe sesak nafas yaa🤣
total 1 replies
Roro
ahhh seru banget
Irman nurhidayat: Bantu share yaaa💪💪
total 1 replies
Roro
misteri...
aku suka horor
Irman nurhidayat: mantap kak lanjut baca sampai tamatt💪💪
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!