Bagaimana perasaan kalian jika orang yang kalian cintai, yang selalu kalian jaga malah berjodoh dengan orang lain?
Ini kisah tentang Jean Arsa Anggasta seorang calon CEO muda yang ditinggal nikah oleh kekasihnya. Ia menjadi depresi dan memutuskan untuk tidak mau menikah namun karena budaya keluarganya apabila seorang anak laki-laki sudah berumur 25 tahun maka mereka harus segera menikah. Maka mau tidak mau ia harus menikahi Ashana Daryan Fazaira sepupunya. Seorang gadis yang juga telah dibohongi oleh kekasihnya yang telah berselingkuh dengan sahabatnya.
Lalu apa yang terjadi jika pernikahan tanpa cinta ini dilakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
"Van, katanya pak Niko resign ya?" Tanya Vera sembari menyiapkan makan malam.
"Iyah nih, surat pengunduran dirinya baru sampai siang tadi" jawab Jovano.
"Alasan resign nya karena apa Van? Kok kayaknya tiba-tiba banget ya?" Tanya Vera lagi.
"Sebenarnya sebulan yang lalu dia juga udah bilang sih kalau mau resign, karena dia mau buka usaha sendiri katanya. Tapi dia gak menetapkan tanggal pastinya, makanya mendadak jadi tiba-tiba gini" jawab Jovano sembari membereskan dokumen-dokumen kerja di ruang tamu. Lalu menghampiri dapur dan membantu Vera memasak.
"Oh gitu yah, terus sekarang sekretaris pengganti nya siapa? Kalau ga ada sekretaris pasti kamu repot dong" ucap Vera.
Jovano mengambil alih memotong bawang ketika Vera sedang menggoreng.
"Ini lagi dicari, tapi butuh waktu lama kayaknya" ucap Jovano.
"Ehh kamu ngapain masuk dapur? Udah gak usah biar aku aja" Vera mencegah Jovano.
"Lihat itu kamu lagi goreng apa? Awas gosong"
"Gak aku udah selesai menggoreng, udah ih kamu sana aja kerjain pekerjaan kantor" Suruh Vera.
"Udah selesai semua, sekarang giliran aku bantuin kamu"
"Udah aku aja, kamu juga capek kan dari tadi pagi? Istirahat gih sana nanti kalau udah siap aku panggil" kata Vera.
"Gak mau, aku mau bantuin kamu masak"
"Kok jadi bandel sih" kesal Vera.
"Biarin aja, yang penting bisa berduaan terus"
Vera tersenyum malu dan memukul dada suaminya. "Ih apaan sih, yaudah deh lanjutin ya asisten ku"
Jovano terkekeh, ia mendekati Vera lalu menangkup kedua pipinya dan kemudian mencium pipi istrinya.
"Kenapa kamu pejam mata?" Tanya Jovano.
"Jovano perih tau, kamu kan habis megang bawang" rengek Vera.
"Oh iya aku lupa, sorry" cengir Jovano tak berdosa.
Gagal sudah suasana romantis, gara-gara bawang.
"Masih perih ya?" Tanya Jovano.
"Udah gak lagi kok" jawab Vera sembari mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Cuci muka sana"
"Udah kok gak perih lagi"
"Maafin aku ya, gak tau kenapa kalau dekat kamu bawaannya pengen cium terus" ucap Jovano sambil tersenyum nakal kearah Vera.
"Ihhh" Vera melempar serbet kepada Jovano dan mengenai mukanya.
"Ehh maaf sayang ya ampun, aku kira bakal nemplok ke bahu" Vera menghampiri Jovano dan mengambil serbet itu.
"Gapapa, terserah mau dilempar pakai apa juga yang penting dari kamu" Jovano hanya tersenyum ketika melihat Vera dihadapannya.
"Ihh kamu kenapa sih"
Jovano tak merespon lagi, ia fokus memotong bawang dan Vera menghapus air mata Jovan yang keluar saat memotong bawang dengan tisu.
"Udah kamu lanjut aja, mau ngerjain apa lagi. Ini dikit lagi selesai, aku udah lapar soalnya"
Vera terkekeh. "Iyah suamiku semangat ya"
***
Anggasta house
"Berarti malam ini kalian nginep disini ya?" Tanya Zarina kepada Keira dan Shan.
"Iyah Tante soalnya kan mama sama papa ikut pesta ke Bandung" jawab Shan.
"Berapa hari acaranya Shan?" Tanya Zarina.
"Sekitar 2 atau 3 hari lah Tan" jawab Shan lagi.
"Bik Lastri kamar Shan dan Keira udah beres kan?" Tanya Zarina.
"Iyah udah nyonya Zarin" jawab bik Lastri dari arah dapur.
"Mama Luna mana?" Tanya Sena.
"Ikut ke pesta mungkin" jawab viona.
"Yang ikut ke pesta cuman mama Amira dan bunda" ucap Farel.
"Tadi gue lihat bik inem nganterin makan malam buat Tante Luna ke kamarnya" ucap Keira.
"Biasanya ikut gabung kalau makan malam" kata Sena.
"Apa mungkin karena ga ada papa, jadi dia makan di kamar" curiga Viona.
"Oh Mungkin aja, kemarin juga gitu pas papa telat pulang. Dia gak ikut makan malam disini" kata Sena.
"Habiskan dulu makannya, mulut penuh malah ngomong" ucap Jean.
"Oke tapi Malam ini aku sekamar ya sama vio"
Jean hanya mengangguk.
"Tapi bukannya Tante Amira ngelarang kalian sekamar" Tanya Raniya.
Jean melirik Sena. "Apa? Hari libur kan beda" Sena meluruskan kesalahpahaman.
"Iyah iyah, udah lanjut aja makannya" Jean mengusap rambut adiknya.
"Entah kenapa aku gak suka lihat dia, kakak jangan mau nikah sama dia" bisik Sena.
Jean hanya geleng-geleng kepala mendengar adiknya berbicara.
Setelah makan malam selesai Jean duluan masuk ke dalam kamar, karena punggungnya mulai nyeri.
Bik inem menghampiri Shan.
"Non Shan, habis ini ada kerjaan lain gak?" Tanya bik inem.
"Ga ada tuh bik, kenapa ya? Bibik perlu bantuan?"
"Iyah non, tapi bukan pekerjaan dapur kok"
"Terus apa bik? Tanya Shan penasaran.
"Gini non, itu punggungnya nak Jean tadi siang ketumpahan minyak panas. Tolong bantu obatin ya, pasti nak Jean kesusahan kalau sendiri"
Shan kaget mendengarnya.
"Ha?? Kok bisa ketumpahan minyak panas, itu gimana ceritanya bik inem?" Shan benar-benar khawatir.
"Haduh non, tadi siang ada insiden. Nyonya Zarin sama Bu Luna berantem"
"Astaga, ternyata belum berdamai ya"
"Iyah non, makanya bibik minta bantuan non Shan tolong bantu obatin punggung Jean"
"Yaudah bik, nanti Shan bantu obatin. Tapi kalau lihat kondisi sekarang kayaknya belum bisa deh, takutnya ada yang salah faham"
Bik inem melihat Raniya dan Keira yang sedang berdebat.
"Oh iya saya ngerti non Shan"
"Tapi farel kan ada bik. Kenapa gak minta tolong farel aja yah bik?" Tanya Shan mengingat saat makan malam farel ikut makan bersama mereka.
"Tadi saya sudah minta tolong farel, tapi farel malah nyuruh non Shan. Soalnya farel pergi sama teman-temannya" jawab bik inem.
"Kalau saya nyuruh Sena dia pasti bakal ngaduh ke pak Wira nanti. Non Shan kan tau sendiri rahasia gak akan aman kalau Sena tau" sambung bik inem.
"Iyaudah deh bik, nanti Shan coba ya"
"Makasih non Shan, maaf ngerepotin"
"Iyah gapapa bik inem"
Bik inem kembali ke dapur.
***
Suara karaoke dari lantai 2 perlahan menghilang pertanda bahwa Zarina dan Raniya telah selesai melakukan rutinitas mereka di malam weekend. Sena dan viona juga sudah mematikan lampu kamar mereka.
Raniya sudah kembali ke kamarnya walau harus berolahraga mulut dengan Keira sebelum masuk kamar. Sekarang Shan benar-benar seperti maling yang mengendap-endap naik ke lantai 3 untuk masuk ke kamar Jean.
Di lantai 3 ada kamar Jean dan farel yang bersebelahan. Shan mengetuk pintu kamar Jean.
"Jean Lo udah tidur?"
"Kayak suara Shan" batin Jean.
Jean membuka pintu dan melihat Shan berdiri didepan pintu kamarnya.
"Lo ngapain?" Tanya Jean.
Shan menerobos masuk dan membuat Jean kaget.
"Shan Lo mau ngapain?" Tanya Jean.
"Buka baju Lo" suruh Shan.
"Haa?? Buka baju?"
"Banyak tanya banget sih Lo jadi orang"
Shan mengambil handphone Jean dan melemparnya ke kasur. Shan lalu mendorong Jean untuk duduk di sofa.
"Eh Lo mau ngapain sih?"
Shan mendekat kepada Jean, wajah mereka saling berhadapan hanya dengan jarak 10 cm, Shan lalu memegang pinggang Jean.
"Astagfirullah ya Allah. Belum mahrom kita, Lo mau ngapain sih?
Tanpa menjawab apapun Shan langsung menarik baju kaos putih polos itu dan membuangnya asal.
"Brutal banget Lo" ucap Jean.
"Balik badan Lo"
"Ini dosa Shan, ini gak bisa"
"Gue cuman mau bantuin Lo, itu punggung Lo luka kan?"
Shan duduk di samping Jean.
"Oh kirain"
"Kirain apa? Wahh Lo pikir gue mau macam-macam sama Lo"
Jean terkekeh, ia lalu mengambil kotak obat di laci dan memberikannya pada Shan.
"Sorry habisnya Lo gak ngomong apa-apa, datang ke kamar gue dengan raut wajah yang sulit diartikan"
"Apa maksud Lo sulit diartikan?"
"Ya gitulah pokoknya"
Shan menjambak rambut Jean dan Jean hanya tertawa.
Shan mengoleskan salep ke luka bakar itu dengan penuh hati-hati. Namun meskipun begitu rasanya tetap perih.
"Sumpah perih banget"
"Iyah ini gue juga pelan-pelan kok" ucap Shan sambil meniup luka itu pelan-pelan.
"Kenapa Lo belain dia sampe bahayain diri Lo sendiri sih?" Tanya Shan.
Pertanyaan itu kembali membawa dirinya mengingat bagaimana ia memeluk Luna dengan erat. Bahkan cairan minyak yang begitu panas mengenai dirinya tidak berarti apa-apa. Saat itu ia hanya melihat wajah cantik Luna dalam dekapannya, suara lembut gadis itu saat memanggil namanya. Jantung nya kembali berdegup kencang. Ia merasa khawatir, takut bahkan rasanya ingin menangis bukan karena perih nya panas yang membuat luka di punggung nya. Tapi karena mengingat masa lalu yang menyayat hati.
"Sifat manusiawi gue muncul gitu aja" jawab Jean.
"Udah nih, tapi Lo jangan pakai baju dulu. Tidurnya juga harus miring atau tengkurap. Biar obatnya meresap"
"Iya buk dokter"
"Yaudah gue balik ya" ucap Shan.
"Thanks yah Shan"
"Iyah tapi Lo harus traktir gue besok"
"Ujung-ujungnya gak enak"
"Ga ada yang gratis" ejek Shan.
Shan pun kembali ke kamarnya di lantai 2. Luna yang melihat Shan turun dari lantai 3 memasang raut wajah tak senang.
"Dia habis dari kamar Jean? Ngapain mereka?" Batin Luna.
"Wah 2 benalu belum hempas sekarang timbul lagi 1 benalu"
***