Menikahi Sepupuku
Jarum detik di jam tangan pria itu mengisi keheningan di meja sepasang kekasih.
Terlihat seorang gadis yang tengah jenuh menunggu respon dari kekasihnya. Duduknya mulai tak nyaman, netra gadis itu terus melirik jam di tangan kiri pria dihadapannya itu.
Seolah-olah dalam diam gadis itu berkata "Tolong bicaralah, jangan diam saja"
Hingga deruan nafas terdengar dari pria itu, gadis itu menatapnya dengan penuh harap.
"Jadi Kamu mau kuliah di Amerika?"
Gadis itu terlihat lega.
30 menit berlalu akhirnya pria itu bersuara.
"Iya Je... Aku kan udah pernah bilang sebelumnya sama kamu soal ini" jawab gadis itu.
Pria itu menghela nafas.
"Yaudah kalau itu memang keinginan kamu"
"Karena kamu udah setuju, aku harap kamu juga menghargai keputusan aku yang satu lagi"
Pria itu mengernyitkan dahinya.
"Keputusan apa?" Tanya pria itu.
"Aku mau kita break " ucap gadis itu.
"Loh kenapa harus break? Hubungan kita juga gak bakal mengganggu kuliah kamu kan? Emang ada peraturan gak boleh pacaran di kampus itu?" Jean sedikit kesal.
Gadis itu berdalih.
"Aku mau fokus sama pendidikan aku. Bisa kan? Lagian aku kuliah disana cuman dua tahun doang kok"
Pria itu menggusar kasar Surai rambutnya.
"Gak masalah mau berapa tahun pun aku akan selalu dukung keputusan kamu. Tapi kenapa harus break? Kita juga sama-sama kuliah kan? Aku juga gak bakal lah sering hubungi kamu, aku juga tahu kesibukan kamu" ucap pria itu seraya memegang kedua tangan pacarnya.
"Je... Kita bakal lost Contact loh. Mungkin sampai berbulan-bulan aku gak ngabarin kamu"
"Ya terus masalahnya apa? Aku gak peduli soal kamu gak ngabarin aku. Yang penting hubungan kita tetap berlanjut" tegas pria itu.
"Kamu itu keras kepala banget sih" gadis itu pergi meninggalkan Jean dengan kesal.
Jean tidak habis pikir, memang apa masalahnya jika lost Contact? Rasa cinta Jean tidak akan pernah menghilang sedikitpun dan tetap akan menjaga komitmen mereka.
Jean pulang ke rumah dengan rasa kesal yang masih bersemayam di dalam hatinya.
"Kamu kenapa Je?" Tanya seorang wanita berusia 55 tahun yang masih terlihat awet muda itu. Dia adalah Amira ibu Jean.
"Ma... Luna mau lanjut kuliah di Amerika katanya" ucap Jean.
"Loh yah bagus dong" ucap ibunya.
"Iyah emang keputusan yang bagus, tapi.. masa dia minta break " mata Jean memerah, ibunya tersenyum kecil dan menoyor kepala putranya itu.
"Jean masa gitu aja nangis, ihh mama foto kamu yah terus mama send ke Ashana biar dia tau kalau ternyata dibalik jiwa cool dan arogannya Jean Arsa Anggasta ini juga bisa mewek" ledek Amira.
Jean tidak merespon candaan ibunya, kali ini hatinya benar-benar terasa sakit.
"Sayang... Udah gak usah sedih gitu. Kan Luna emang mau fokus sama pendidikannya, atau kamu mau susul Luna kuliah di Amerika?"
Itu terdengar seperti ide yang bagus, kalaupun memang ia ingin pasti akan langsung dipenuhi oleh ayahnya (Wira Hardi Anggasta) tapi tetap saja Jean tidak pernah berminat untuk belajar di luar negeri sekalipun demi seseorang. Karena sambil berkuliah ia juga sering meluangkan waktu untuk belajar tentang bisnis di perusahaan ayahnya. Ya namanya juga calon CEO muda.
Ayah Jean (Wira Hardi Anggasta) memiliki tiga orang istri. Dan diantara ke tiga istrinya, anak-anak Amira lah yang mendapat warisan dan harta kekayaan yang lebih banyak di banding yang lain. Karena pernikahan Wira dengan Amira adalah pernikahan yang berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka dimasa lalu. Terlebih lagi Amira memiliki dua orang putra dimana anak laki-laki di keluarga itu sangat dibanggakan.
"Gak usah lah ma, mama kan juga tau kalau aku gak minat keluar negeri" ucap Jean.
"Yaudah kalau gitu Je, jalanin aja. Ini juga yang terbaik buat kalian" ucap Amira menenangkan putra nya.
Setelah lima hari menghindari Luna akhirnya ia memutuskan untuk menemui gadis itu secara langsung. Karena memang Luna yang meminta. Mereka bertemu di tempat yang biasa mereka kunjungi, Cafe Kenangan.
"Kamu kemana aja sih Je? Sulit banget dihubungi" kesal Luna.
"Sibuk di kantor, maaf" jawab Jean tanpa menatap lawan bicaranya.
"Dua hari lagi aku berangkat Je" ucap gadis itu seraya memperhatikan Jean yang sedari tadi sibuk dengan handphone nya.
"Oh ya? Hati-hati..." ucap Jean cuek.
Gadis itu mengernyitkan dahi nya. "Kenapa diucapin sekarang? Emang kamu gak mau nganterin aku ke bandara?" Tanya gadis itu penuh harap.
"Banyak kerjaan di kantor jadi gak bisa, sorry"
Luna sedikit kecewa, jadi ia memilih untuk diam. Mereka saling diam dan saling membuang pandangan kearah lain demi menghindari kontak mata. Didalam diam sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka bagi dan ceritakan, namun rasa nyeri yang menjalar di hati mereka membungkam semua kata yang ingin diungkapkan.
"Maaf Je..." batin Luna.
***
Jean sampai dirumah, seperti biasa keadaan rumahnya tidak pernah hening. Selalu ada keributan dan hal-hal kecil yang terjadi. Terlebih lagi kedua ibu tirinya yang sering sekali berdebat tentang hal-hal kecil membuatnya kepalanya semakin pusing.
"Mereka kenapa lagi sih?" Tanya Jean yang sedang melihat keributan dari atas Mezzanine.
"Meributkan menu makan malam" ucap Sena, adik perempuan Jean.
"Yaudah kalau kamu gak suka ya gak usah dimakan" ucap Hanin, istri kedua Wira.
"Mbak Mira kasih tau sama Hanin jadi orang jangan egois" ucap Zarina, Istri ke tiga Wira.
"Kalian ini kenapa sih? Makanya biasakan musyawarah dulu sebelum melakukan apa-apa" ucap Amira.
"Percuma mbak, kalau si Hanin ini budek mana dengerin" Zarina sangat jengkel.
"Eh coba introspeksi diri jangan bisanya cuman nyalahin orang lain, lagian aku masak juga ngikutin menu yang tertulis hari ini. Kamu buta kah?" Hanin sangat emosi.
"Udah stop" cegah Amira.
"Aku pusing banget lihat kalian berdua, yaudah Zarina kalau kamu gak bisa makan udang yah gak usah makan, lagian masih banyak menu makanan yang lain kan?"
"Terus aja mbak belain si Hanin" Zarina pergi dengan mencak-mencak.
"Dia itu udah tua loh mbak, bukan ABG lagi tapi kelakuannya itu loh melebihi anak-anak" kesal Hanin.
"Udah biarin aja... Dia kan emang begitu"
"Mata mas Wira buta apa gimana memperistri perempuan macam dia?" Ucap Hanin.
Amira tertawa kecil dan merangkulnya.
"Mending kita siapin ini keruang makan, bentar lagi jam makan malam" ajak Amira.
***
Di meja makan.
"Hanin ini tuh terlalu pedas" omel Zarina.
Lagi-lagi Zarina memancing emosi Hanin, namun Amira menahan Hanin untuk tidak terpancing emosi.
"Zarina kalau pedas gak usah dimakan" ucap Wira.
Dan mendapat ledekan kecil dari Hanin. Zarina tidak bisa berkata-kata lagi kalau Wira sudah bicara.
Jean langsung menjauhkan makanan yang pedas dari hadapan Zarina dan mendekatkan makanan yang tidak pedas kepada ibu tirinya itu.
"Ini gak pedas, mama bisa makan" ucap Jean dengan wajah datar.
Amira selalu mengajarkan kepada anak-anak nya sedari kecil untuk menghormati dan menghargai ibu mereka yang lain.
Zarina hanya diam dan menatap istri kedua suaminya itu dengan tidak suka.
Zarina memilih pergi ketika melihat Hanin mengambilkan beberapa lauk untuk Wira, ia meninggalkan meja makan dengan tidak sopan.
Wira menatapnya tajam. "Dia gak akan pernah bisa jadi seorang ibu kalau tingkah nya seperti itu" ucap Wira pelan dan hanya di dengar oleh beberapa orang saja di meja makan itu.
***
"Justin, aku udah putus sama pacar aku. Kamu janji kan mau nikahin aku?"
Pria itu terlihat takut ingin berbicara. Namun dengan penuh keberanian akhirnya ia mengutarakan kejujurannya.
"Sorry Luna, mending kamu gugurin aja anak itu. Aku harus ikut orang tuaku ke Jepang dan kuliah disana"
"Apa?? Enak banget kamu bilang gitu? Terus nasib aku gimana? Aku gak punya uang buat gugurin kandungan"
"Udah yah lun, aku mau fokus kuliah jangan ganggu aku"
"Gak, gak bisa gitu Justin. Kamu harus tanggung jawab, nikahin aku"
Luna memegang lengan pria itu, memohon dengan penuh harap.
"Sorry, aku gak bisa"
Justin melepaskan tangan Luna.
Pria itu pergi meninggalkan Luna sendirian di cafe.
...Jean Arsa Anggasta...
...Ashana...
...Luna...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments