NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: Duel Pembuktian

Malam di perbatasan Garis Merah tidak pernah benar-benar sunyi. Bunyi desis debu kristal yang bergesekan dengan bebatuan hitam terdengar seperti bisikan ribuan arwah yang menuntut balas. Di tengah kamp Legiun Karang yang temaram, Kaelan duduk bersila di depan api unggun yang mulai mengecil. Rasa pahit dari ramuan akar Azure yang ia tenggak beberapa jam lalu masih tertinggal di pangkal lidahnya, mengirimkan sensasi panas yang membakar jalur energinya yang belum stabil.

"Komandan, kau harus istirahat. Tubuhmu mengeluarkan uap panas," Mina mendekat, wajahnya penuh kecemasan sembari memegang wadah ramuan yang kosong.

Kaelan membuka matanya. Sinar perak redup berkilat di pupilnya sebelum menghilang. "Waktuku tidak banyak, Mina. Akar ini hanya memberi tekanan sementara agar Spark 7 milikku tidak runtuh. Jika Alaric kembali, aku harus siap."

"Dia sudah kembali," suara berat Bara memutus keheningan. Raksasa manusia itu berdiri di depan gerbang kamp, menunjuk ke arah barisan obor sihir yang mendekat dari arah lereng atas. "Mereka membawa panji eksekusi. Alaric tidak datang untuk inspeksi kali ini."

Kaelan berdiri perlahan. Setiap sendinya berderak, mengeluarkan bunyi yang menyakitkan. Bau tanah basah—bau yang selalu muncul di benaknya saat trauma pengkhianatan di lembah tambang masa kecilnya bangkit—kini memenuhi indra penciumannya. Itu adalah pertanda bahwa jiwanya sedang berada dalam bahaya besar.

Rombongan kavaleri Elf berhenti tepat di depan barisan budak dan prajurit manusia yang kini bersiaga dengan senjata seadanya. Alaric turun dari kudanya, jubah putihnya terlihat kontras dengan kegelapan malam. Di sampingnya, Lyra berjalan dengan langkah kaku, matanya tertunduk, seolah tak berani menatap kehancuran yang akan terjadi.

"Kaelan, budak yang menolak mati," Alaric memulai, suaranya tenang namun penuh racun. "Keberadaanmu di sini mulai mengganggu ketenangan pikiran tunanganku. Dia bermimpi buruk karena harus mengingat wajah kotor mu setiap hari."

Kaelan menatap Alaric, mengabaikan letnan-letnan Elf yang sudah menghunus pedang. "Jika kau datang hanya untuk menghina ras kami, kau membuang waktu, Pangeran. Katakan apa maumu."

"Aku datang untuk sebuah kesepakatan terhormat," Alaric tersenyum sinis, memainkan gagang pedang cahayanya. "Rakyatmu merayakanmu sebagai pahlawan pilar. Mereka pikir kau adalah bukti bahwa manusia bisa berdiri sejajar dengan Elf. Aku akan menghancurkan delusi itu di depan mata mereka."

"Sebuah duel?" Kaelan bertanya, rahangnya mengeras.

"Tepat. Jika kau menang, aku akan memberikan pasokan medis lengkap untuk seluruh budak di sektor ini," Alaric memberi jeda, matanya berkilat jahat. "Tapi jika kau kalah—dan kau pasti kalah—pilar ini akan disegel total. Tidak akan ada lagi kaki manusia yang boleh menginjakkan kaki di tanah suci ini. Kau akan menjadi alasan mengapa kaummu kehilangan harapan terakhir mereka."

"Jangan terima, Komandan!" teriak salah satu prajurit manusia dari belakang. "Dia hanya ingin membunuhmu secara legal!"

Kaelan menoleh sejenak ke arah rekan-rekannya yang tampak kelaparan dan lelah. Ia kemudian menatap Lyra. Melalui resonansi penderitaan yang tak terlihat, ia merasakan jantung Lyra berdegup begitu kencang, seolah-olah wanita itu sedang tercekik. Lyra sedikit menggelengkan kepalanya, sebuah isyarat kecil yang memohon agar Kaelan menolak.

"Aku terima," sahut Kaelan tegas.

"Bagus," Alaric melangkah ke tengah area terbuka yang diterangi obor. "Kaelis, siapkan lingkaran pembuktian. Pastikan tidak ada yang mengganggu jalannya keadilan."

Lingkaran sihir bercahaya biru terbentuk di tanah. Kaelan melangkah masuk, hanya membawa kapak perangnya yang sudah penuh retakan. Bahu kirinya yang masih diperban terasa berdenyut-denyut, seolah-olah perban itu ingin meledak karena tekanan energi Spark 7 yang overload di dalam tubuhnya.

"Kau tahu, Kaelan," bisik Alaric saat mereka berdiri berhadapan, cukup dekat sehingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar. "Aku akan memastikan Lyra melihat setiap detik saat aku mematahkan tulang-tulangmu. Aku ingin dia tahu bahwa penyelamatnya hanyalah seekor cacing."

"Bicaramu terlalu banyak untuk seseorang yang bersembunyi di balik nama besar ayahnya," balas Kaelan dingin.

Tanpa peringatan, Alaric bergerak. Pedang cahayanya menebas dengan kecepatan yang hampir tak terlihat oleh mata fana. Kaelan mengangkat kapaknya, menggunakan teknik Iron Bone Marrow untuk memperkuat lengannya.

TANG!

Bunyi benturan logam dan cahaya itu mengguncang udara. Kaelan terdorong mundur lima langkah, jejak kakinya tenggelam ke dalam tanah hitam. Tangannya bergetar hebat. Pedang Alaric bukan hanya tajam secara fisik, tapi juga membawa panas yang luar biasa—panas yang mencoba membakar sumsum tulangnya.

"Hanya itu?" Alaric tertawa, meluncurkan serangan beruntun. Setiap tebasan cahaya itu menciptakan luka bakar kecil di kulit Kaelan.

Kaelan mengatupkan giginya rapat-rapat. Ia tidak mengerang. Sesuai dengan martabatnya yang sunyi, ia menelan rasa sakit itu bulat-bulat. Di balkon kereta, Lyra mencengkeram kain cadarnya hingga sobek. Ia merasakan panas yang sama di lengannya, merasakan perih yang dialami Kaelan seolah-olah kulitnya sendiri yang terbakar.

"Kenapa kau tidak menggunakan kekuatan pilar yang kau banggakan itu?" Alaric terus memprovokasi sembari meningkatkan tekanan Blaze-nya.

Kaelan menyadari sesuatu. Alaric tidak hanya menyerangnya. Setiap hantaman pedang itu mengirimkan gelombang energi cahaya ke dalam tanah, mengarah tepat ke fondasi pilar yang berada di bawah kaki mereka. Alaric ingin menyabotase pilar itu agar meledak, lalu menyalahkan kegagalan Kaelan dalam menstabilkan energi.

"Kau... kau gila," desis Kaelan. "Kau akan menghancurkan tempat ini hanya untuk menang?"

"Apapun demi menyingkirkan noda sepertimu dari dunia ini," jawab Alaric dengan mata yang mulai memerah karena kegilaan.

Kaelan tahu ia tidak bisa hanya bertahan. Jika pilar itu meledak, seluruh kamp akan musnah. Ia harus melakukan apa yang tidak berani dilakukan oleh siapa pun: menyerap sisa energi pilar yang tidak stabil ke dalam tubuhnya sendiri untuk menstabilkan fondasi tanah, sembari menghadapi serangan mematikan dari Alaric.

"Bara! Mundurkan semua orang!" teriak Kaelan tanpa menoleh.

"Tapi Komandan—"

"Lakukan sekarang!"

Kaelan memejamkan mata sesaat, membiarkan energi perak dari tulang-tulangnya bangkit sepenuhnya. Ia melepaskan pertahanan pada kapaknya dan membiarkan pedang cahaya Alaric menusuk bahu kirinya—titik luka lamanya.

"Dapat kau!" Alaric berteriak penuh kemenangan.

Namun, Kaelan tidak jatuh. Ia justru mencengkeram lengan Alaric yang memegang pedang. Tangan Kaelan mulai bersinar keperakan, dan uap panas mengepul dari pori-porinya. Ia mulai menarik energi pilar melalui kakinya, melewati sumsum tulangnya, dan mengarahkannya untuk menetralkan energi cahaya Alaric yang sedang mencoba merusak fondasi dunia.

"Apa yang kau lakukan?!" Alaric mencoba menarik tangannya, tapi genggaman Kaelan sekuat baja yang telah ditempa ribuan kali.

"Aku sedang membuktikan," ucap Kaelan dengan suara yang bergetar karena menahan beban energi yang hampir menghancurkan sel-sel tubuhnya, "bahwa manusia tidak hanya bertahan... kami juga mampu menanggung beban yang kalian abaikan."

Di saat itu, Lyra berdiri dari tempat duduknya, jantungnya seolah berhenti berdetak. Ia bisa merasakan ambang kematian Kaelan. Jiwa mereka bersentuhan di titik kritis, dan Lyra tahu bahwa jika Kaelan tidak melepaskan energi itu dalam tiga detik, tubuh kekasihnya akan meledak menjadi debu.

Dunia seolah memudar menjadi putih di mata Kaelan. Tekanan energi pilar yang ia tarik paksa ke dalam sumsum tulangnya terasa seperti aliran lava yang mencoba mencari jalan keluar melalui pori-pori kulitnya. Alaric, yang tangannya masih terkunci dalam genggaman Kaelan, mulai menunjukkan raut wajah ngeri. Cahaya keemasan dari pedangnya mulai bergetar hebat, terdistorsi oleh aura perak liar yang terpancar dari tubuh budak di hadapannya.

"Lepaskan! Kau akan membunuh kita berdua, bodoh!" Alaric berteriak, suaranya melengking kehilangan wibawa pangerannya.

"Kau yang memulai ini, Alaric," bisik Kaelan, meski setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti muntahan bara panas. "Kau ingin melihat kehancuran, bukan? Maka saksikanlah bagaimana manusia menelan kehancuran itu agar orang-orang di belakangnya tetap bisa melihat fajar."

Melalui The Shared Scar, Lyra merasakan ledakan emosi Kaelan yang murni—bukan kemarahan, melainkan pengorbanan yang begitu dalam hingga membuatnya tersedak. Jantungnya sempat berhenti berdetak selama satu detik yang menyiksa saat ia melihat uap darah mulai merembes dari mata dan telinga Kaelan.

"Hentikan... kumohon, hentikan..." Lyra membatin, suaranya bergema di relung jiwa Kaelan.

Kaelan mendengar suara itu. Ia menarik napas terakhir yang terasa seperti menghirup serpihan kaca, lalu dengan satu hentakan teknik Origin Level yang belum sempurna, ia mengalihkan seluruh beban energi pilar itu ke dalam kepalan tangan kanannya.

BOOM!

Ledakan itu tidak menyebar ke arah kamp atau pilar, melainkan terkompresi dalam lingkaran sihir mereka. Tanah di bawah kaki mereka amblas sedalam satu meter. Tubuh Alaric terpental mundur seperti boneka kain, menghantam kereta kencananya hingga retak. Sementara itu, Kaelan tetap berdiri di tengah lubang, namun tubuhnya condong ke depan dengan tangan kanan yang hangus menghitam dan mengeluarkan asap.

Hening. Debu abu menyelimuti medan duel.

"Komandan!" Bara dan Mina berlari melompati garis lingkaran yang sudah pudar.

Mina segera menjatuhkan lututnya di samping Kaelan, tangannya bergetar saat menyentuh kulit Kaelan yang terasa seperti logam panas yang baru keluar dari tungku. "Kaelan! Jangan tutup matamu! Tetaplah bersamaku!"

Kaelan tidak menjawab. Ia hanya menatap langit yang gelap, di mana awan-awan hitam mulai tersibak oleh ledakan energi tadi. Di sana, ia melihat bayangan Lyra yang berlari turun dari kereta, namun dihentikan oleh barisan pengawal Elf yang diperintahkan oleh Kaelis yang tampak panik.

"Lihat..." Kaelan berbisik lemah, menunjuk ke arah pilar dengan jarinya yang gemetar. "Pilarnya... masih tegak."

Pilar batu kuno itu kini bersinar dengan cahaya biru yang lebih stabil dari sebelumnya. Kaelan telah berhasil menyerap ketidakstabilan pilar dan menetralisirnya dengan sumsum tulangnya sendiri. Namun harganya sangat mahal; energi Spark 7 miliknya kini meredup drastis, menyisakan jalur energi yang koyak.

Di kejauhan, Alaric bangkit dengan bantuan para pengawalnya. Jubah putihnya kini compang-camping dan wajahnya dipenuhi luka goresan tanah. Ia menatap Kaelan dengan kebencian yang sudah murni, tanpa ada lagi kepura-puraan martabat.

"Kau..." Alaric meludah darah. "Kau berani menyentuhku dengan energi kotor itu? Duel ini... duel ini belum selesai!"

"Cukup, Pangeran!" Suara melengking Lyra memecah ketegangan. Ia berhasil melepaskan diri dari pegangan Kaelis dan berdiri di antara Alaric dan Kaelan yang sedang sekarat. "Kau sudah kalah secara moral. Dia menahan ledakan yang seharusnya menghancurkan kita semua sementara kau hanya memikirkan egomu!"

"Lyra, minggir! Aku akan mengeksekusi pengkhianat ini sekarang juga!" Alaric menghunus pedangnya kembali.

"Lakukan saja, Pangeran," Lyra menatap Alaric dengan mata yang mulai berkilat dengan Cursed Eye yang tersembunyi. "Tapi jika kau membunuhnya sekarang, seluruh Terra akan tahu bahwa Pangeran Aethelgard menyerang pria yang baru saja menyelamatkan mereka dari ledakan pilar. Reputasimu akan hancur lebih cepat daripada tubuhnya."

Alaric gemetar karena amarah yang tertahan. Ia melihat ke sekeliling; para prajurit manusia dan bahkan beberapa pengawal Elf tampak menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia tahu Lyra benar. Membunuh Kaelan di saat seperti ini akan membuatnya terlihat seperti penjahat rendahan, bukan pahlawan.

"Bawa dia pergi dari pandanganku," Alaric memerintah Kaelis dengan nada dingin yang mematikan. "Kita kembali ke Benua Langit. Tapi ingat ini, Lyra... akan ada harga yang harus kau bayar karena membelanya."

Kavaleri Elf mulai berputar balik. Saat kereta kencana itu mulai naik kembali menuju awan, Lyra menoleh untuk terakhir kalinya. Ia melihat Kaelan yang kini pingsan di pelukan Bara. Air mata Lyra jatuh, membasahi tangannya sendiri, namun ia segera mengusapnya sebelum Alaric melihat.

Di dalam kamp yang hancur, Mina terus merapal mantra pengobatan alkimia tingkat tinggi. Ia mencium bau tanah basah yang sangat kuat dari tubuh Kaelan—bau memori Ash-Valley yang perlahan memudar seiring stabilnya denyut jantung pria itu.

"Dia selamat," bisik Mina, air mata jatuh di pipinya. "Tulangnya... tulang peraknya menyelamatkannya lagi."

Bara menghela napas lega, namun ia tahu ini hanyalah awal dari badai yang lebih besar. "Dia sudah membuktikan bahwa dia bukan budak. Dia adalah komandan kita. Tapi mulai besok, Alaric tidak akan lagi bermain dengan aturan duel."

Malam kembali menyelimuti Garis Merah. Di tengah kesunyian, sapu tangan Azure milik Lyra yang sempat terinjak debu saat duel, kini berada di genggaman tangan kiri Kaelan yang tidak hangus. Meski tubuhnya hancur, Kaelan tidak pernah melepaskan janji yang terikat pada kain itu.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!