Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Kembali
Atas paksaan dan bujukan dari keluarganya, Alea akhirnya mengundang Brian untuk makan malam bersama di rumahnya. Sempat menolak, tetapi tidak ada yang berpihak padanya, termasuk Axelio. Tidak ingin memperkeruh suasana, Alea akhirnya meminta Brian untuk datang ke rumahnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Alea masih berada di dalam kamar, berdiri di depan cermin standing, menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri untuk memeriksakan penampilannya.
Ia baru saja selesai bersiap, dress ketat berwarna hitam tanpa lengan menjadi pilihan Alea. Lekuk tubuhnya terlihat begitu indah, rambutnya yang terurai, wajahnya yang cantik semakin cantik dengan polesan make up yang tipis. Penampilannya saat ini mampu membuat orang terpana ketika melihatnya.
Setelah memastikan penampilannya sempurna, Alea keluar kamar, melangkah menuruni anak tangga dengan langkah anggun. Pandangannya, melihat ke arah luar saat telinganya mendengar suara klakson mobil Brian. Alea berjalan ke teras rumah untuk menyambut kedatangan Brian.
"Hai," sapa Brian.
"Hai," balas Alea. "Aku minta maaf sudah merepotkanmu, Brian," sambungnya.
"Don't worry, Alea. Ini hanya masalah kecil," balas Brian.
"Kau yakin tidak ada yang marah dengan hal ini?" tanya Alea.
"Tidak," jawab Brian.
"Really?" Mata Alea menyipit, seolah tidak percaya dengan ucapan Brian.
"Sungguh, Alea. Aku belum menemukan perempuan yang benar-benar tulus sama aku. Selama ini perempuan yang mendekatiku tidak lebih hanya sekadar modus," jawab Brian.
"Kau menyedihkan, Brian," ledek Alea membuat keduanya tertawa kecil. "Baiklah, aku percaya padamu," sambung Alea. "Ayo, masuk. Aku akan perkenalkan kau pada keluargaku," ajak Alea disambut anggukkan oleh Brian.
Keduanya berjalan beriringan sembari mengobrol kecil. Hingga obrolan itu harus terhenti saat Nina dan Romi menghampiri mereka. Rupanya Romi sudah mengenal Brian. Mereka sempat bertemu beberapa kali dalam pertemuan para pembisnis.
"Selamat datang, Pak Brian," sambut Romi dan Nina. Suami dan istri itu menyalami Brian secara bergantian.
"Brian saja. Saya belum setua itu," ucap Brian dibalas senyuman oleh semua orang.
"Uncle Brian," seru Axelio.
Semua orang menoleh ke asal suara. Mereka melihat Axelio berlari ke tempat mereka berdiri. Brian lantas berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Axelio.
"Apa kabar, Boy?" tanya Brian pada Axelio.
"I am fine," jawab Axelio.
Brian kembali berdiri, tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Axelio.
"Kalian ngobrol saja dulu. Aku akan melihat apakah makan malamnya sudah siap atau belum," ucap Alea.
"Ayo, Mami temani," sambung Nina dibalas anggukkan oleh Alea.
"Aku ikut, Mam," imbuh Lena.
Alea merangkul lengan Nina, berjalan bersama menuju meja makan. Tinggal sedikit lagi, mereka sengaja mengundang chef untuk menyiapakan makan malam mereka. Setelah semua makanan tertata rapi di meja makan, Nina menyuruh Alea untuk memanggil semuanya.
Alea melihat Brian dan Axelio sangat akrab, tetapi Alea justru membayangkan jika yang ada di posisi Brian saat ini adalah Xander. Sadar dengan tindakannya, Alea memejamkan matanya erat-erat untuk menghilangkan angan-angannya. Setelah itu melangkah ke tempat Brian dan Romi berada.
"Makan malam sudah siap. Ayo kita ke ruang makan," ajak Alea membuat semua orang menoleh ke arahnya. "Ayo, Axel." Alea mengulurkan tangannya mengisyaratkan pada Axelio untuk mendekat ke arahnya.
Axelio berlari ke dekat Alea, menyabut uluran tangan sang mami. Romi dan Brian pun ikut beranjak dari tempat mereka, berjalan mengikuti Alea ke ruang makan.
Semua orang sudah berkumpul di meja makan, nikmati makan malam dengan susana hangat. Alea dan Brian duduk dengan mengapit Axelio. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang sangat bahagia, tetapi tidak seperti yang Alea inginkan.
Makan malam selesai, tetapi mereka tidak beranjak dari ruang makan. Mereka tetap berada di sana untuk mengobrol. Terlihat Romi dan Nina beradu pandang, mengobrol dalam bahasa isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh keduanya.
"Ehemm." Setelah membersihkan sisa makanan yang tersisa di mulutnya, Romi berdehem, untuk memulai obrolan. Pandangannya lantas mengarah pada Brian. "Brian, apa kau mau menjadi menantu saya?" tanya Romi pada Brian tiba-tiba.
Suasana di tempat itu menjadi hening, semua orang langsung menoleh ke arah Romi dengan menunjukkan ekspresi wajah masing-masing. Nina dan Lena terlihat senang, Brian lebih ke rasa tidak percaya, dan Alea merasa sedikit kesal.
Mata Alea membulat, terkejut sekaligus tidak percaya ayahnya akan mengatakan hal seperti itu pada Brian. Ingin protes, tetapi suaranya seolah tertahan di tenggorokan. Ia hanya bisa berharap semoga Brian tidak menerima tawaran itu.
"Emmm, Om Romi. Sejujurnya saya sangat tersanjung dengan tawaran itu? Tapi …." Brian menggantungkan kalimatnya, lantas menoleh ke arah Alea. Ia bisa melihat isyarat dari Alea untuk tidak menerima hal itu. Brian mengedipkan matanya sebagai balasannya. Laki-laki itu lantas kembali menoleh ke arah Romi. "Maaf, Om. Saya tidak bisa menerima tawaran itu," tolak Brian.
"Kenapa, Brian?" Bukan Romi yang bertanya, tetapi Nina.
"Saya sahabat Xander. Saya tidak bisa berkhianat kepada sahabat saya sendiri," jelas Brian.
"Laki-laki itu saja pergi tanpa kabar. Untuk apa kau memikirkan dia," sambung Romi.
"Tapi … bagaimana jika dia kembali nanti?" tanya Brian. "Dia bisa melenyapkan saya," sambung Brian.
"Kenapa? Apa kau takut? Apa dia begitu mengerikan?" tanya Romi.
"Iya, Om. Dia bisa berubah menjadi iblis jika itu menyangkut tentang Alea," jawab Brian.
"Kalau dia begitu mencintai anak saya, kenapa tiba-tiba dia pergi meninggalkan anak saya setelah dia mendapatkan tubuh anak saya?" tanya Romi. Nada bicara Romi terdengar tidak suka.
Alea yang mendengar perkataan Romi hanya mampu menunduk sambil meremas ujung gaunnya.
"Itu yang harus kita cari tahu, Om. Karena saya sangat mengenal Xander. Dia tidak akan pernah meninggalkan Alea tanpa sebab yang jelas," balas Brian.
Romi manggut-manggut seolah setuju dengan yang Brian ucapkan. "Saya sudah mencari tahu tentang kepergian keluarga inti Bagaskara. Tapi … sampai saat ini hasilnya masih nihil," ungkap Romi. "Sepertinya mereka sengaja bersembunyi."
Alea yang sedari tadi diam sambil menunduk, mengarahkan pandangannya ke arah Romi setelah mendengar perkataan sang ayah.
Suasana kembali hening setelah itu, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, termasuk Alea. Nama Xander masih terus berputar di kepalanya.
"Axel, mau ke mana?" tanya Alea saat putranya turun dari kursi dan pergi ke kamarnya.
Alea berniat menyusul Axelio, tetapi putranya lebih dulu kembali dengan membawa selembar kertas dan juga pena.
"Uncle, ayo tanda tangan!"suruh Axelio sambil menaruh selembar kertas di hadapan Brian.
"Apa itu, Axel?" tanya Alea.
"Surat perjanjian," jawab Axelio. Pandangan Axelio mengarah pada Brian. "Jika dalam enam bulan papi kandung Axel tidak kembali, Uncle Brian harus menjadi papi Axel," sambung Axelio.
"Axelio Geovani," tegur Alea.
"Boleh Uncle pikirkan dulu?" tanya Brian, bermaksud untuk menenangkan Alea.
"No," jawab Axelio. "Axel tidak suka menunggu lama," ucap Axelio membuat Brian meringis.
"Baiklah, Uncle tanda tangan sekarang." Brian mengambil pena lantas menandatangani surat perjanjian yang Axelio berikan. Kemudian pandangannya melihat ke arah Alea. "Kau benar-benar melahirkan Xander junior, Alea," ucap Brian dibalas senyum yang terkesan dipaksakan oleh Alea.
"Cucukku memang sangat pintar." Romi tertawa lantas menarik Axelio, mendudukkan bocah itu di atas pangkuannya.
Semua orang tertawa melihat bagaimana Axelio menekan Brian, tapi tidak dengan Alea. Meskipun yang melakukan itu adalah seorang anak kecil, tetapi tetap saja Alea merasa khawatir, cemas jika Axelio benar-benar menganggap hal itu serius.
Drrrrt …
Ponsel Romi berdering membuat tawanya terhenti. Pria paruh baya itu mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel di hadapannya. Layar ponselnya menunjukkan nama Nino, asisten pribadinya. Romi lantas menerima panggilan itu.
"Halo," ucap Romi.
"…"
Entah apa yang dikatakan oleh Nino di seberang sana, hingga membuat ekspresi wajah Romi berubah, ada ketegangan, kemarahan, juga kekhawatiran.
"Baiklah." Romi mengakhiri sambungan telepon secara sepihak, kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula dengan tatapan sulit untuk diartikan.
"Ada apa?" tanya Nina.
"Bagaskara kembali," jawab Romi.
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru