NovelToon NovelToon
Pernikahan (Bukan) Impian

Pernikahan (Bukan) Impian

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Hana Ame

Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejujuran Hati Alina

Ruang tamu rumah Alina, di malam hari. Mereka bertiga, Bu Anik, Alina dan Rudy baru saja pulang dari pengajian di masjid. Lampu temaram menerangi ruangan, bayangan mereka memanjang di dinding. Di luar, hujan turun perlahan, mengetuk jendela seperti ingin menyampaikan sesuatu yang tak terkatakan.

Rudy yang bisa membaca raut wajah ibunya buru buru masuk ke dalam kamar, karena ia yakin ada sesuatu yang ingin dibicarakan ibu bersama kakaknya itu.

Bu Anik duduk di sofa dengan wajah serius, kedua tangannya saling menggenggam seolah mencoba menahan perasaan. Alina berdiri di dekat rak buku, punggungnya sedikit menegang. Mereka sudah membicarakan ini berkali-kali, tapi malam ini, percakapan itu terasa lebih berat dari sebelumnya.

Bu Anik bersuara lembut tapi sarat kekhawatiran, "Alina, berapa lama lagi kamu mau menunda? Umurmu sudah cukup. Apa kamu mau terus-terusan sendiri?"

Alina pun menarik napas dalam dalam, berusaha tetap tenang, "Bu, aku nggak menunda apa-apa. Aku hanya… belum siap untuk menikah. Aku butuh waktu." Kata katanya seolah tercekat di tenggorokan. Dan Alina berusaha menahan air matanya meskipun akhirnya lolos karena ia terus menundukkan wajahnya.

Bu Anik menatap putrinya lekat-lekat, suaranya mengandung keteguhan seorang ibu yang hanya ingin melihat anaknya bahagia, "Waktu? Berapa lama lagi? Hati seorang perempuan bukan tanah kosong yang bisa ditanami kapan saja. Jika dibiarkan terlalu lama, ia bisa menjadi tanah tandus, kehilangan kesuburannya."

Alina tersentak. Kata-kata ibunya menusuk langsung ke dalam hatinya, tapi ia menolak menunjukkan kelemahannya. Ia membuang pandangannya ke arah jendela, menatap titik-titik air yang mengalir di kaca. Seiring dengan kilau matanya yang juga basah.

Alina menjawab lirih, hampir berbisik, "Bu, aku belum ingin menikah. Aku baru saja… mencoba membuka hati lagi. Kenapa harus terburu-buru?"

Bu Anik menghela napas, suaranya mulai meninggi, emosinya tak bisa lagi ditahan, "Karena hidup ini bukan sekadar menunggu, Alina! Jika kamu terus menunda, kamu bisa kehilangan seseorang yang seharusnya ada di sampingmu. Jangan biarkan kesempatan berlalu hanya karena takut!". Ucapan Rudy beberapa hari yang lalu telah kalah bersaing dengan dorongan seorang ibu yang ingin anaknya segera bersanding menemukan belahan jiwanya.

Alina berbalik menatap ibunya, matanya berkabut, suaranya penuh perasaan yang ia coba tahan) "Bu, bagaimana kalau aku bilang… aku sedang merasakan sesuatu? Sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah aku izinkan masuk sebelumnya?"

Bu Anik terdiam. Matanya meneliti wajah putrinya, mencari kebenaran di balik kata-kata itu.

Bu Anik berucap lebih pelan, tapi masih terasa tegas, "Lalu kenapa kamu menutupinya dari ibu? Kenapa kamu tidak bisa jujur?"

Alina tersenyum pahit, menundukkan kepala.

Alina bersuara penuh keraguan dan terasa ada luka yang belum sembuh "Karena aku takut… takut kalau aku jatuh cinta, lalu kehilangan lagi. Takut kalau aku izinkan seseorang masuk, lalu akhirnya aku harus melihatnya pergi."

Ruangan mendadak sunyi. Hanya suara hujan yang terdengar, seperti simfoni kecil yang mengiringi perasaan mereka.

Bu Anik bangkit, mendekati putrinya, lalu meraih tangannya dengan lembut. Alina menunduk. Sejujurnya ia tidak hanya ingin kecewa, namun ia juga tak mau membuat keluarganya kecewa karena ia salah pilih.

Bu Anik suara lebih lembut, penuh kasih sayang, "Nak, cinta itu bukan tentang memastikan segalanya sempurna. Kadang, kita hanya perlu percaya bahwa hati yang dipilihkan untuk kita akan tetap tinggal, meski badai datang. Jangan menunggu terlalu lama sampai akhirnya hanya penyesalan yang tersisa."

Alina menutup matanya sesaat, merasakan genggaman hangat ibunya. Di dalam hatinya, ia tahu..... ia tahu ibunya benar. Tapi mengakui itu berarti ia harus menghadapi ketakutan terbesarnya.

Ia menarik napas panjang, lalu menatap ibunya dengan mata yang kini lebih jernih.

Alina akhirnya berkata dengan senyum kecil, tapi matanya menyimpan keputusan yang ia sudah yakin dengan dirinya sendiri, "Aku akan berpikir tentang itu, Bu. Tapi beri aku waktu… setidaknya sampai aku yakin bahwa hatiku benar-benar siap menerima seseorang lagi."

Bu Anik tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Lakukanlah jika itu membuatmu yakin"

Di luar, hujan mulai mereda. Seolah alam mengerti, bahwa malam ini, ada hati yang perlahan mulai terbuka kembali.

Bu Anik menuju kamarnya untuk beristirahat, dan Alina lega karena akhirnya ibunya tidak lagi memaksakan seseorang untuk bersamanya.

Alina pun memasuki kamar dan sempat menengok gawainya. Ia tahu ada chat Roy, Marsudi dan bahkan Iwan. 'Pusing aku lihat chat kalian' batin Alina jengah. Akhirnya tanpa melihat chat, ia memutuskan untuk tidur sesaat setelah mematikan handphonenya.

1
Queen's
hii, ijin promosi ya kak,

cek profil aku ada cerita terbaru judulnya

THE EVIL TWINS

atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.

terima kasih
Mít ướt
Jleb banget ceritanya!
Kavaurei
Nangkring terus
BillyBlizz
Aduh thor, saya udah kecanduan dengan ceritanya, makin cepat update-nya ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!