NovelToon NovelToon
Sea Lovers

Sea Lovers

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:499
Nilai: 5
Nama Author: Humairah_bidadarisurga

Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.

Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.

Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27

Pagi itu, Sea terbangun dengan perasaan gelisah yang masih tersisa dari kejadian semalam. Ia menatap langit-langit kamar, mengingat bagaimana mereka nyaris tertangkap di gudang Hugo. Rasanya seperti mimpi buruk yang nyata.

Aldo berdiri di dekat jendela, punggungnya menghadap Sea. Pria itu masih mengenakan kemeja yang sedikit kusut, jelas belum tidur. Di tangannya, ia memegang selembar dokumen yang mereka curi.

Sea duduk perlahan di tempat tidur. "Kau tidak tidur semalaman?" tanyanya pelan.

Aldo menoleh, sorot matanya penuh dengan sesuatu yang sulit diartikan. "Tidak bisa," jawabnya jujur. "Aku mencoba mencari celah dalam dokumen ini. Ada nama-nama penting di sini... dan beberapa di antaranya adalah orang yang selama ini kupercayai."

Sea menggigit bibirnya. "Maksudmu... ada orang dalam?"

Aldo mengangguk, ekspresinya mengeras. "Aku yakin ada seseorang di dalam perusahaan yang bekerja untuk Hugo. Mereka membantu menutupi jejaknya selama ini."

Sea menelan ludah. Situasi ini jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan.

"Lalu, apa rencanamu sekarang?"

Aldo menghela napas. "Aku perlu menemui seseorang. Seorang jurnalis yang bisa membantuku menyebarkan informasi ini tanpa menarik perhatian langsung."

Sea mengernyit. "Apa itu tidak berbahaya? Jika Hugo tahu kau akan menyebarkan ini, dia pasti akan bertindak lebih agresif."

"Itulah sebabnya aku akan melakukannya dengan hati-hati," jawab Aldo. "Tapi aku tidak ingin kau ikut. Ini terlalu berisiko."

Sea menatapnya tak terima. "Aku sudah terlibat sejauh ini. Aku tidak akan hanya duduk diam dan menunggu."

Aldo menatapnya lama, lalu akhirnya tersenyum tipis. "Aku sudah menduga kau akan berkata begitu."

Tiba-tiba, ponsel Aldo bergetar. Ia mengangkatnya dan mendengar suara Leo di ujung sana.

"Kita punya masalah. Seseorang membocorkan keberadaan kita pada Hugo. Anak buahnya sedang bergerak."

Aldo langsung waspada. "Seberapa dekat mereka?"

"Beberapa menit dari tempatmu sekarang. Kau harus pergi, segera."

Tanpa ragu, Aldo menutup telepon dan menatap Sea dengan tatapan serius. "Kita harus pergi sekarang juga."

Sea menegang. "Ke mana?"

"Ke tempat yang lebih aman."

Aldo menarik Sea keluar dari vila dengan tergesa-gesa. Leo sudah menunggu mereka di mobil, wajahnya serius.

Begitu mereka masuk, Leo langsung menginjak pedal gas. "Aku sudah menyiapkan tempat persembunyian lain. Tapi kita harus berhati-hati. Mereka menyebar di seluruh kota."

Sea menoleh ke jendela, melihat beberapa mobil mencurigakan melintas di jalan yang berlawanan arah. Jantungnya berdebar kencang.

"Bagaimana mereka bisa tahu secepat ini?" tanya Sea.

"Ada seseorang yang membocorkan informasi kita," kata Leo. "Kemungkinan besar orang dalam yang bekerja untuk Hugo."

Aldo mengepalkan tangannya. "Aku akan mencari tahu siapa pengkhianatnya."

Tiba-tiba, salah satu mobil yang mencurigakan tadi berbalik arah dan mulai mengikuti mereka.

Leo melirik kaca spion. "Persiapkan diri kalian. Kita akan mendapatkan masalah."

Sea mencengkeram sabuk pengamannya saat Leo mulai mempercepat laju mobil, mencoba menghindari pengejaran.

Dari belakang, mobil hitam itu semakin mendekat.

"Tahan erat!" seru Leo sebelum membanting setir ke arah jalan kecil yang lebih sepi.

Mobil mereka melesat melewati gang sempit, tetapi mobil pengejar mereka tak mau menyerah.

Aldo mengeluarkan pistol dari dalam jaketnya, memeriksa pelurunya dengan tenang.

Sea menatapnya kaget. "Apa yang kau lakukan?"

Aldo hanya memberi Sea tatapan tajam. "Menjaga kita tetap hidup."

Saat mobil musuh semakin mendekat, Aldo membuka jendela dan mengarahkan pistolnya. Ia menunggu waktu yang tepat, lalu menembak ban mobil pengejar.

BANNGG!

Salah satu ban mobil itu meledak, membuatnya oleng dan menabrak tiang listrik.

Leo tertawa kecil. "Tembakan yang bagus."

Sea masih terengah-engah, jantungnya berdebar keras.

"Kita tidak bisa terus begini," katanya. "Hugo tidak akan berhenti."

Aldo mengangguk. "Kita harus menyusun strategi. Dan aku tahu tempat yang tepat untuk melakukannya."

Leo membawa mereka ke sebuah rumah tua di pinggiran kota. Rumah itu tampak terbengkalai dari luar, tetapi begitu mereka masuk, jelas bahwa tempat itu telah dipersiapkan sebagai tempat persembunyian.

"Kau memang selalu punya tempat darurat," kata Aldo sambil mengamati sekeliling.

Leo menyeringai. "Kebiasaan lama."

Sea duduk di sofa tua, mencoba menenangkan pikirannya. "Jadi, apa selanjutnya?"

Aldo duduk di hadapannya, ekspresinya serius. "Kita harus menyerang balik sebelum Hugo menemukan kita lagi."

Ia meletakkan dokumen yang mereka curi di atas meja. "Ini adalah kunci untuk menjatuhkannya. Tapi kita butuh lebih banyak bukti, dan kita harus memastikan informasi ini sampai ke tangan yang tepat."

Leo mengangguk. "Aku bisa menghubungi beberapa orang terpercaya. Tapi kita juga harus bersiap jika Hugo memutuskan untuk menyerang langsung."

Sea menggigit bibirnya. "Apa kita punya cukup waktu?"

Aldo menatapnya. "Kita harus membuat waktu."

Malam itu, Aldo dan Leo sibuk menyusun rencana, sementara Sea duduk di balkon, menatap langit malam yang gelap.

Aldo menyusulnya, duduk di sampingnya.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya pelan.

Sea menghela napas. "Aku masih mencoba memahami semua ini. Hidupku berubah drastis sejak bertemu denganmu."

Aldo menatapnya. "Aku minta maaf kau harus terlibat dalam semua ini."

Sea menggeleng. "Aku tidak menyesal. Aku hanya... takut kehilanganmu."

Aldo terdiam sejenak sebelum akhirnya menggenggam tangan Sea. "Aku janji, aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Sea menatapnya, merasa jantungnya berdebar lebih kencang.

Aldo tersenyum kecil, lalu mendekatkan wajahnya. "Apakah aku boleh...?"

Sea tidak menjawab dengan kata-kata, hanya menutup matanya dan membiarkan Aldo mencium bibirnya dengan lembut.

Ciuman itu bukan sekadar ungkapan perasaan, tetapi juga janji bahwa mereka akan menghadapi semuanya bersama.

Keesokan harinya, rencana mereka mulai berjalan. Leo menghubungi jurnalis terpercaya untuk menyerahkan dokumen, sementara Aldo mengatur pertemuan dengan seseorang di dalam perusahaan untuk mencari tahu siapa pengkhianatnya.

Tetapi sebelum mereka bisa bertindak lebih jauh, sebuah ledakan mengguncang rumah persembunyian mereka.

Sea menjerit saat kaca jendela pecah akibat ledakan.

"Apa yang terjadi?!" teriaknya.

Leo meraih senjatanya. "Mereka menemukan kita!"

Aldo segera menarik Sea dan membawanya ke tempat yang lebih aman. "Kita harus keluar dari sini, sekarang!"

Di luar, anak buah Hugo mulai mengepung rumah.

"Keluar atau kami akan menghancurkan tempat ini!" teriak seseorang.

Aldo menatap Leo. "Kita harus bertarung."

Leo tersenyum miring. "Itu bagian terbaiknya."

Mereka bersiap menghadapi pertempuran yang tak terhindarkan.

Sea menggenggam tangan Aldo erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu."

Aldo menatapnya dalam-dalam. "Dan aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu."

Pertarungan baru saja dimulai, dan mereka akan memastikan ini adalah akhir dari Hugo.

Suara ledakan masih bergema ketika Sea merasakan tangan Aldo menariknya dengan kuat. Mereka harus segera bergerak. Kaca-kaca yang pecah berserakan di lantai, dan asap tipis mulai memenuhi ruangan.

Leo bergerak cepat, mengintip dari celah jendela. "Mereka membawa lebih banyak orang dari yang kita kira," bisiknya. "Setidaknya ada sepuluh orang bersenjata lengkap."

Aldo mengepalkan rahangnya. "Mereka benar-benar ingin memastikan kita tidak keluar hidup-hidup."

Sea menelan ludah. Jantungnya berdebar cepat. Ia bukan orang yang terbiasa dengan situasi seperti ini. Tetapi kali ini, ia tidak bisa hanya menjadi beban.

"Apa kita punya jalan keluar?" tanyanya.

Leo melirik ke arah belakang rumah. "Ada jalur darurat di bawah lantai dapur, tapi—"

BRAAK!

Pintu depan dihantam keras dari luar. Mereka tidak punya banyak waktu.

"Kita harus melawan dulu," kata Aldo. "Jika kita langsung kabur, mereka akan mengejar kita seperti tikus di selokan."

Leo menyeringai. "Sudah kuduga kau akan mengatakan itu."

Sea menatap Aldo. "Apa yang bisa kulakukan?"

Aldo menatapnya dalam-dalam. "Percayalah padaku. Tetap di belakangku."

Sea mengangguk.

Aldo mengambil posisi di samping pintu, Leo di sisi lain. Mereka mengangkat senjata mereka.

BRAAK!

Pintu akhirnya jebol, dan pria pertama masuk dengan senapan terangkat.

DOR!

Aldo menembaknya tepat di bahu sebelum pria itu sempat menarik pelatuknya.

Tembakan pertama memicu kekacauan. Orang-orang Hugo mulai membalas tembakan, suara peluru berdesing di udara.

Sea merunduk di balik meja, jantungnya berdetak cepat. Ini bukan dunia yang pernah ia bayangkan akan ia masuki. Tetapi sekarang, ia berada tepat di tengah-tengahnya.

Aldo dan Leo bertarung dengan terlatih, bergerak cepat dan efisien. Dalam beberapa menit, mereka berhasil menjatuhkan tiga orang.

Tetapi lebih banyak yang datang.

"Kita tidak bisa bertahan di sini lama-lama!" teriak Leo.

Aldo mengangguk. "Waktunya pergi."

Mereka bergerak ke dapur, sementara Sea mengikuti dengan napas tertahan.

Leo dengan cepat membuka panel di lantai, mengungkap sebuah lorong sempit di bawahnya.

"Masuk!" perintahnya.

Sea menuruni tangga dengan cepat, diikuti oleh Aldo. Leo adalah yang terakhir, menutup panel di atas mereka sebelum turun.

Di atas, mereka masih bisa mendengar suara langkah kaki musuh yang mengobrak-abrik rumah.

Mereka berhasil lolos. Untuk sementara.

Lorong bawah tanah itu gelap dan berdebu, tetapi memberikan perlindungan yang mereka butuhkan.

Sea berjalan di antara Aldo dan Leo, napasnya masih terengah-engah.

"Kemana lorong ini berujung?" tanyanya.

Leo menyalakan lampu senter kecil. "Ada jalan keluar di sebuah gudang tua, sekitar setengah kilometer dari sini."

Aldo mengangguk. "Kita harus keluar sebelum mereka sadar kita sudah pergi."

Mereka berjalan dengan cepat, langkah kaki bergema di lorong yang sempit.

Pikiran Sea masih kacau. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Apa dia benar-benar bisa keluar dari semua ini hidup-hidup?

Tiba-tiba, Aldo berhenti mendadak.

Sea hampir menabraknya. "Kenapa?"

Aldo menempelkan jari ke bibirnya, lalu menunjuk ke depan.

Ada seseorang di sana.

Siluet pria berdiri di ujung lorong, memegang senapan dengan santai.

Leo mengumpat pelan. "Sial. Mereka sudah tahu jalan ini."

Pria itu tertawa kecil. "Kalian pikir bisa kabur dari Hugo? Kalian meremehkannya."

Aldo tidak menjawab. Ia hanya mengangkat pistolnya.

Pria itu tersenyum. "Kau bisa menembakku, tapi aku tidak sendirian."

Dari bayangan, muncul tiga orang lagi.

Sea menggigit bibirnya. Mereka terjebak.

Leo menggeram. "Kau punya rencana, Aldo?"

Aldo berpikir cepat. Mereka kalah jumlah. Tetapi...

Sea merasakan Aldo meremas tangannya sebentar, seperti memberi isyarat.

Lalu, dengan gerakan secepat kilat, Aldo menembak lampu di langit-langit lorong.

Gelap total.

Suara tembakan terdengar, diikuti oleh suara langkah kaki yang berhamburan.

Sea merasakan tangan Aldo menariknya ke samping. "Jangan lepaskan aku," bisiknya.

Sea mengangguk dalam gelap.

Dalam kekacauan itu, Aldo dan Leo bergerak cepat. Mereka menggunakan kegelapan untuk keuntungan mereka.

Suara perkelahian terdengar, dentuman keras, teriakan tertahan.

Lalu, tiba-tiba semuanya hening.

Beberapa detik kemudian, lampu senter Leo menyala kembali.

Tiga pria tergeletak di lantai. Yang keempat—pria pertama tadi—sudah menghilang.

Aldo menghela napas. "Kita harus segera pergi sebelum dia memanggil bala bantuan."

Mereka berlari keluar dari lorong, mencapai gudang tua yang dijanjikan Leo.

Begitu mereka keluar, udara malam terasa lebih dingin dari biasanya.

Sea menghirup udara dalam-dalam. Mereka selamat. Untuk sekarang.

Leo menyalakan mobil yang sudah disiapkan di dekat gudang.

"Ke mana kita sekarang?" tanya Sea.

Aldo menatapnya. "Kita tidak bisa terus berlari. Sekarang, kita yang harus menyerang."

Leo menyeringai. "Akhirnya. Aku sudah menunggu bagian ini."

Sea menatap Aldo. "Apa yang akan kita lakukan?"

Aldo menggenggam tangannya. "Kita akan menjatuhkan Hugo. Sekali dan untuk selamanya."

Malam itu, mereka merencanakan serangan balasan.

Dan Hugo tidak akan tahu apa yang akan menghantamnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!