Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seseorang Menerobos Masuk dan Tinggal di Rumah Depan Sana!
Setelah mendengar cerita Papa, aku merasa begitu ketakutan. Ketakutan karena tidak tahu apa yang sebenarnya tengah kami hadapi saat ini? Manusiakah atau ia seorang hantu? Bagiku keduanya tampak sama-sama mengerikan.
Angela siapa dia sebenarnya? Mengapa ia menghilang secara tiba-tiba? Meski begitu, aku masih ingin mencaritahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Karena kamarku sudah dipasangi tralis sehingga membuatku merasa tidak perlu khawatir. Aku tidak ingin sesuatu itu mengusik kehidupan kami, lagi. Aku tahu papa sudah membeli rumah ini dengan menghabiskan sisa tabungan yang ia punya seluruhnya. Pindah dari sini, kurasa itu tidak semudah yang dipikirkan.
Kami harus menjual semuanya lagi, dan kami harus memulainya seperti dari awal lagi. Melelahkan, bukan? Aku tidak menyetujui usulan papa yang merencanakan untuk membawa kami pergi dari sini, sedang papa memilih untuk menetap.
Aku ingin melakukan rencanaku diam-diam, tanpa orang rumah mengetahuinya, termasuk Lilian. Seperti bernasib baik, aku memiliki sebuah alat perekam yang bisa memuat gambar dan suara yang bisa diakses dari jauh hanya dengan menggunakan sebuah ponsel. Aku hanya harus meletakkannya dibagian rumah sana di bagian yang tidak terlihat. Meletakkannya diam-diam agar tidak ada satu orangpun yang melihat.
Karena hubungan kami sudah semakin dekat, Lilian sekarang sudah tidak sungkan lagi mengajakku jalan-jalan. Aku menolaknya, karena aku akan melakukannya saat ini juga_saat dimana Lilian pergi keluar dari sini.
Sedang Papa, mama memintanya untuk mengantarkannya ke pasar, yang kebetulan berada jauh dari sini. Mungkin akan memakan waktu cukup lama hingga mereka pulang. Mengawasi kondisi sekitar dari jauh, termasuk rumah di depan sana. Khawatir jika Angela tiba-tiba muncul secara mengejutkan seperti kemarin.
Aku keluar rumah seperti biasanya. Ketika akan mendekati rumah Angela. Jujur saja aku merasa takut, takut yang tiba-tiba menghampiri perasaanku. Aku merasa seseorang tengah memperhatikanku_yang entah itu benar adanya atau karena memang aku sudah takut sedari awal menginjak pekarangan rumah ini. Berjalan cepat, aku berjalan ke samping rumah untuk melihat celah yang bisa aku gunakan untuk menyimpan alat perekam ini. Alat ini kecil, jadi seseorang takkan mudah melihatnya jika ia tidak teliti.
Jendela rumah Angela terbuka, memasukkannya ke dalam dan menyimpannya dibawah meja. Ya, kurasa ini sebuah kamar. Dan aku, aku tidak punya kesempatan untuk melihat ke dalamnya dengan jelas. Khawatir jika Angela dan ibunya muncul secara bersamaan.
Keluar dari pekarangan dan berjalan menuju rumah, dan di kejauhan seseorang mengagetkanku dengan membunyikan klakson mobilnya hingga membuatku menepi, kemudian melihat ke arah pengemudi tersebut yang kudapati ternyata adalah Erick.
Ya, Erick. Dia datang kerumah seperti janjinya pada Mama dan Papa. Aku memanggilnya dengan sebutan Erick saja, tanpa ada embel-embel kakak dan sebagainya. Dia masih muda mungkin empat tahun di atasku. Memarkirkan Mobil dihalaman depan rumah, kemudian menghampiriku.
"Habis dari ngapain sih, Adel."
"Adelia." sahutku sekenanya. Karena sebenarnya aku tidak begitu dekat dengan Erick dan aku tidak begitu menyukainya, kurasa ia terlalu ingin tahu urusan oranglain. Ia baik sebenarnya, aku hanya, tepatnya tidak ingin terlalu dekat dengannya.
"Kamu habis dari rumah depan? Bukannya. .," aku menghentikan langkah kemudian berbalik melihat ke arahnya.
"Oh, maaf. Kurasa aku terlalu ingin tahu." sahutnya sekenanya. Erick menanyakan dimana Mama dan Papa. aku pun menjelaskan sebagaimana adanya jika mereka tengah ke pasar dan mungkin akan pulang sebentar lagi.
"Kenapa tidak menelpon saja?!." ujarku.
"Pengennya, sih. Tapi disini jaringannya susah." jelasnya.
"Maksudnya?." tanyaku bingung. Kemudian Erick mengatakan jika disini jaringan kadang hilang dan timbul. Oh, shit, aku baru ingat. Benar, jaringan disini sangat susah, Erick mengerutkan kening tanda tidak mengerti.
Liliana terlihat menghampiri kami sehabis ia pulang dari berkeliling di halaman belakang rumah. Sedang Erick, ia sepertinya menyukai Lilian terlihat dari ekspresi wajahnya yang tiba-tiba berubah seolah antusias, atau, itu hanya perasaanku saja. Mereka terlibat dalam obrolan dan terlihat seolah sudah lama saling mengenal. Pun disaat yang sama mama dan papa pulang dari pasarnya.
"Hai, Erick. Maaf, sudah lama menunggu?." tanya Mama pada Erick saat kami semua tengah berada diruang santai keluarga.
"Tidak, Bu." tersenyum seolah memaklumi.
"Menginap?." tanya Lilian. Mungkin disini hanya aku yang sibuk mendengarkan pembicaraan mereka. Aku bosan, tepatnya aku ingin segera mengetahui isi dari rekaman ini. Tapi pastinya, mama takkan mengijinkan aku untuk pergi begitu saja.
"Tidak sopan." itu yang biasa mama katakan seperti yang sudah-sudah.
"Ma, apa Adelia bisa ke Kamar?." tanyaku. Mama melihat ke arahku seolah bertanya, 'ada apa? Kenapa buru-buru?' dengan wajah yang seolah keberatan. Tapi sebelum aku menjawab, papa lebih dulu menyela dan mengatakan jika aku boleh pergi. Hal itu membuat mama merasa kesal pada papa.
Aku segera bergegas menaiki lantai dua dan menuju kamarku. Aku memutuskan untuk segera mengecek rekaman itu apakah ada tanda-tanda kehidupan disana? Sebelum itu, aku lebih dulu melihat ke arah rumah itu dari jendela kamarku. Keadaannya masih sama seperti saat aku tinggalkan tadi, tertutup, tapi bisa kulihat dari sini jika jendelanya sedikit terbuka. Mungkin karena tadi aku habis dari sana dan akupun ikut membukanya walau dengan sedikit mengeluarkan tenaga.
____
Aku terbangun dan mendapati jika hari sudah sore. Aku baru ingat jika aku ketiduran bahkan sebelum aku mengecek rekaman itu. Ah sial, aku melupakannya lagi. Kamarku diketuk dari luar, itu Lilian. Ia memintaku untuk segera turun ke lantai satu dan memberitahukan jika mama dan papa juga Erick sudah menunggu sedari tadi.
"Kak Adelia baru bangun tidur?." tanyanya setelah aku membukakannya pintu dan mempersilahkan ia masuk ke dalam.
"Ya, biarkan aku mandi dulu. Kemudian aku akan segera turun." ujarku. Liliana memutuskan untuk menungguku dibawah bersama yang lain.
Setelah mandi aku segera mengenakan pakaian dan buru-buru melakukannya. Aku tidak ingin membuat yang lain menunggu terlalu lama dan setelah itu aku turun ke lantai bawah.
"Maaf, Ma. Apa Adelia telat?." ujarku setibanya dibawah.
"Sangat, benar-benar tidak menghargai waktu." ujar Mama. Ya, mama paling tidak suka jika aku mengabaikan dan seolah sengaja tidak menyambut tamunya dengan baik.
"Papa sudah memutuskan agar kamu dan Lilian pergi dari sini bersama Erick. Untuk itu kami meminta ia datang!."
"Ya, jangan menunda waktu. Besok, besok kalian pergilah." ungkap Mama berbicara pada papa seolah tidak membutuhkan persetujuanku.
"Apa maksudnya? Adelia gak mau kemana-mana, tanpa papa dan mama." ujarku menatap keduanya bergantian dengan suara yang sedikit kukeraskan. Ya, aku mengucapkannya dengan penuh penekanan karena aku cukup keberatan.
"Adelia, jangan membantah. papa sudah memutuskan."
"Tapi Adelia juga berhak nentuin pilihan, Pa." ujarku tak mau kalah.
"Adelia, besok kalian akan tetap pergi dari sini." ujar Papa.
"Liliana saja yang pergi, aku memutuskan untuk tidak ikut." aku beranjak pergi tanpa meminta ijin terlebih dahulu, hal yang sangat jarang bahkan hampir tidak pernah aku lakukan, tapi hari ini aku melakukannya.
"Adelia," panggil Papa tapi aku mengabaikannya, lagi. Aku tidak setuju jika harus pergi dari rumah ini, tanpa papa dan mama. Bukankah kami keluarga? Itu yang selalu papa bilang. Sebenarnya mungkin aku memang ingin pergi, tapi bersama seluruh anggota keluargaku. Tidak hanya aku dan Lilian saja.
Aku bergegas naik ke lantai dua dan segera menuju kamarku dan menangis disana. Jujur, aku tidak ingin pergi, aku sungguh takut kehilangan papa dan mama. Kembali teringat dengan rekaman suara yang telah aku simpan, aku bergegas membuka ponselku untuk mengakses hasil rekaman itu. Sejujurnya aku takut, bagaimana jika aku mendengar sesuatu yang mengerikan.
Aku menarik napas berkali-kali dan menghembuskannya dengan perlahan. Tinggal sekali klik maka rekaman suara ini akan berputar. Benarkah ada hasilnya atau semua ini hanya akan zonk? Aku menggigit jari tanganku frustasi.
Liliana menghampiriku dikamar dan aku mengijinkannya masuk. Ia meminta maaf soal pembicaraan dimeja makan tadi. Ia juga mengatakan bahwa ia sebenarnya ingin pergi tapi tidak berani melakukan penolakan. Khawatir membuat papa marah.
"Kak Adelia, aku minta maaf." ujarnya kemudian berlalu. Karena aku mengatakan jika aku hendak tidur, sebenarnya aku sedikit kesal pada Lilian, kurasa ia hanya pandai membuat janji tapi tak berniat untuk menyelesaikannya bersamaku. Padahal sedari awal ia yang memulai semua ini.
Kembali bimbang dan mempersiapkan diri akan sesuatu yang hendak aku dengarkan sekarang. Aku memutar video rekaman itu, dan hening. Aku tidak melihat dan mendengarkan apa-apa, sama sekali tidak ada suara. Namun begitu aku masih tetap mendengarkannya dan menanti dengan seksama karena khawatir melewatkan sesuatu saat aku tidak fokus.
Tunggu, sepertinya aku mendengar sesuatu meski secara samar. Suara yang sepertinya berada cukup dekat dengan rekaman yang aku punya.
'Angela, dimana kamu, . . ' setelahnya aku tidak mendengar apa-apa, seperti potongan kaset yang rusak, aku mencoba mendengarkannya berkali-kali, tapi nihil. Suara itu masih tidak begitu jelas dan begitu samar. Karena dibanding berbicara suara itu malah terdengar seperti berbisik.
Rekaman ini juga tidak memuat gambar apapun, hanya sebuah lantai seperti saat aku meletakkannya pertama kali. Apa aku salah meletakkannya?. Tapi tak apa, yang penting adalah suaranya, kan? Benar, kurasa itu yang paling penting.
Dimenit terakhir video rekaman itu, kini terdengar lagi sebuah suara lain, seperti suara benda yang jatuh tapi videonya tidak menampilkan gambar apapun. Ah sial, aku merasa usahaku percuma.
Tapi tunggu? Suara benda jatuh? Apa mungkin bisa terjadi di sebuah rumah yang tidak terdapat penghuninya sama sekali? Atau itu hanya pergerakan dari tikus saja? Detik terakhir terdengar suara lain, 'namaku Angela, . .' yang membuatku merasa ketakutan dan setiap kali berusaha mendengarkan kalimat selanjutnya aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, karena setelah itu yang terdengar hanya suara berisik yang entah berasal dari apa.
"Sial, mengapa ini rumit sekali," ujarku kesal pada diri sendiri. Aku memutuskan untuk melihat rumah itu dari kamarku. Setelah hari dimana aku melihat perempuan bernama Angela itu pertama kali, saat itu pula aku tidak pernah lagi menyalakan lampu kamarku.
Entah bagaimana ceritanya, rekaman itu berputar dengan sendirinya, mungkin karena gesekan tidak sengaja saat meletakkannya diatas meja. Kali ini terdengar suara seperti kaca yang dipecahkan, dan video menampilkan bayangan seseorang yang sepertinya tengah berusaha memasuki rumah itu dengan paksa.
Ah sial! Sepertinya seseorang hendak menerobos masuk dan tinggal di rumah depan sana!