Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Paman Gregor memicingkan mata, tatapannya tajam seperti sedang menguji kebenaran di balik kata-kata Yuki. “Hanya gadis biasa, katamu?” Dia mengangkat alis dengan raut skeptis. “Akan tetapi, tidak semua gadis biasa bisa mengklaim mengetahui keberadaan Putri Magitha dan Ratu Isodele dari sebuah mimpi.”
Pangeran Sera menambahkan, “Yuki mungkin memiliki caranya sendiri dalam melihat hal-hal yang kita tidak bisa, tapi dia bukan ancaman. Dia adalah orang yang kupercayai sepenuhnya, dan seperti yang baru saja kita buktikan, apa yang dia katakan mengenai Magitha dan Ibu benar adanya.”
Paman Gregor masih tampak curiga, namun dengan bukti yang baru datang dari para mata-mata, dia tidak bisa lagi membantah. Raja Jafar menginterupsi dengan nada tegas, “Cukup, Gregor. Kita tidak di sini untuk mempertanyakan kejujuran Yuki. Fokus kita sekarang adalah menyelamatkan Magitha dan Isodele. Kita akan membahas semua yang lain setelah itu.”
Suasana kembali sedikit mereda, dan Yuki menatap Pangeran Sera sekali lagi, bersyukur atas dukungannya di tengah situasi yang menegangkan.
...****************...
Ketegangan antara Argueda dan Rasyamsah semakin meruncing setelah pengakuan terang-terangan dari pihak Rasyamsah mengenai penawanan Ratu Isodele dan Putri Magitha. Berita ini mengguncang seluruh kerajaan Argueda. Para bangsawan dan prajurit bersiap menghadapi kemungkinan terburuk—perang.
Di istana Argueda, suasana rapat semakin tegang. Pangeran Sera, Raja Jafar, dan para petinggi kerajaan berdiskusi secara intensif, mencari strategi terbaik untuk menghadapi Rasyamsah tanpa membahayakan keselamatan Putri Magitha dan Ratu Isodele.
“Kita tidak bisa menyerang langsung,” ujar Pangeran Sera dengan nada tegas, “mereka pasti telah bersiap menghadapi reaksi kita. Nyawa Magitha dan Ibu dipertaruhkan di sini. Kita harus bermain cerdas, mencari cara untuk membebaskan mereka tanpa memicu pertumpahan darah yang sia-sia.”
Raja Jafar mengangguk pelan, namun kemarahannya jelas terlihat. “Rasyamsah telah meremehkan kita. Mereka pikir kita akan tunduk pada ancaman ini, tapi mereka tidak tahu dengan siapa mereka berurusan.”
Di tengah ketegangan yang terjadi dalam kerajaan Argueda, Yuki merasa semakin berat dengan situasi ini. Ia tahu bahwa waktunya semakin sedikit untuk menyelamatkan Putri Magitha dan Ratu Isodele.
Yuki teringat mimpinya tentang Putri Magitha yang memohon pertolongan. Kini, ancaman bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam istana. Rasyamsah mungkin memiliki sekutu di dalam Argueda yang siap menghancurkan dari dalam, dan itu semakin menambah kerumitan.
Dengan Rasyamsah yang berani menunjukkan taringnya, perang kini tampak semakin dekat, sementara keselamatan Putri Magitha dan Ratu Isodele semakin dipertaruhkan.
...****************...
Yuki duduk di tepi kolam, airnya tenang memantulkan langit senja yang mulai gelap. Udara dingin menyelimuti tubuhnya, namun dia nyaris tak merasakannya. Tatapannya kosong, tertuju pada langit yang berubah warna, namun pikirannya melayang jauh.
Gambaran Putri Magitha terjebak di menara Rasyamsah mengganggu pikirannya, memunculkan perasaan bersalah dan tak berdaya. Ratu Isodele yang kuat, sekarang terperangkap dalam cengkeraman Raja Trandem. Dan di tengah segala kebingungannya, pikiran tentang Pangeran Riana tak bisa ia hindari. Sosok yang pernah begitu akrab baginya, kini menjadi bayang-bayang yang menghantui, mengingatkan pada masa lalu yang menyakitkan.
Saat Yuki duduk itu, Rombongan para putri memasuki taman, suara langkah kaki mereka terdengar jelas di antara desiran angin. Yuki yang sedang termenung, tak menyadari kedatangan mereka hingga salah satu dari mereka berbicara dengan nada sinis.
“Kau di sini lagi, menatap kosong seperti tak ada yang terjadi,” kata salah satu putri dengan nada menghina. Rambutnya yang indah tertata sempurna, namun tatapan matanya penuh dengan kebencian. “Apakah kau tahu, Putri Yuki, orang-orang masih berbisik tentang dirimu, terutama tentang kematian Putri Alina dan keluarganya.”
Yuki menegang mendengar itu, tapi dia tetap diam, menahan perasaannya yang berkecamuk. Dia tahu cerita yang beredar, tuduhan-tuduhan tanpa dasar yang terus menghantuinya sejak tragedi itu terjadi. Namun, tak ada satu pun yang tahu kebenaran di balik kejadian tersebut. Tatapan para putri yang menusuknya seakan berusaha menorehkan luka lebih dalam.
Yuki sebenarnya ingin menanyakan sendiri pada Pangeran Sera. Dia tidak menyangka jika pada akhirnya Putri Alina dan seluruh keluarganya di hukum mati oleh kerajaan Argueda. Tapi Yuki belum mempunyai waktu yang tepat untuk bertanya pada Pangeran Sera. Terutama ketika suasana sedang tegang seperti sekarang.
“Putri Alina yang manis, begitu baik dan sopan… tetapi kau? Kau hidup seakan tidak ada yang salah. Muka tidak berdosa itu hanya kedok, bukan?” lanjut putri lain dengan tawa mengejek. Para putri lainnya ikut tertawa kecil, namun di balik senyuman mereka tersimpan ketidaksukaan yang mendalam.
Yuki memandang mereka sesaat, namun tak berkata apa-apa. Dia menundukkan kepalanya lagi, memilih untuk menahan rasa sakit dan tidak merespons sindiran itu. Baginya, menjawab hanya akan memperpanjang tuduhan yang salah, dan dia sudah cukup lelah dengan semuanya.
Namun, di dalam hatinya, Yuki merasakan beban yang semakin berat. Tudingan yang diarahkan kepadanya itu membawa kembali ingatan tentang kejadian-kejadian tragis yang mengubah hidupnya, termasuk peristiwa dengan Putri Alina yang hingga kini menjadi luka yang belum sembuh sepenuhnya.
“Apa kau akan tetap diam, Putri Yuki?” suara putri yang lain menantangnya. “Atau apakah kau berpikir kami akan melupakan apa yang terjadi begitu saja?”
Yuki menahan napasnya, memejamkan mata, menelan kegetiran yang terasa semakin dalam. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, tidak ada yang mengerti penderitaannya. Dan sekarang, mereka hanya melihatnya sebagai sosok yang membawa kehancuran, bukan sebagai seseorang yang juga terluka.
Salah satu putri di antara rombongan tertawa kecil, suaranya terdengar sinis. “Kalian jangan begitu,” katanya sambil berpura-pura prihatin. “Lihat wajah Putri Yuki, sepertinya dia akan menangis. Jangan sampai dia mengadukan yang tidak-tidak kepada Pangeran Sera lagi, dan menghasutnya untuk membenci kita.”
Yang lain ikut tertawa, seolah setuju dengan sindiran itu. Mereka semua tahu betapa dekatnya Yuki dengan Pangeran Sera, dan mereka memanfaatkannya untuk melontarkan komentar penuh kebencian, berharap bisa menyudutkannya lebih jauh. Tatapan mereka menusuk, sementara Yuki hanya diam, menahan sakit di dadanya yang semakin mendalam.
“Apa kau pikir dia tidak akan melakukannya?” sahut yang lain, dengan nada sarkastis. “Setelah semua perhatian yang dia dapatkan dari Pangeran Sera, aku yakin Yuki tahu betul bagaimana cara membuatnya berpihak pada dirinya.”
Yuki menggigit bibirnya, menahan amarah dan kesedihan yang bercampur aduk di dalam dirinya. Tentu saja, dia tahu mereka hanya ingin memprovokasinya, membuatnya terlihat lemah di hadapan orang lain. Namun, sindiran itu tetap terasa begitu menyakitkan. Dia tidak pernah ingin mempengaruhi Pangeran Sera dengan cara seperti itu—tidak pernah ingin menjadi penyebab kebencian antara Pangeran dan orang lain.
Namun, dia tahu bahwa tidak ada gunanya menjawab. Membela diri hanya akan memberi mereka alasan untuk menyerangnya lebih keras. Yuki tetap diam, meski perasaannya terkoyak di dalam.
“Kau tidak akan mengatakan apa-apa, Yuki?” tanya salah satu putri, mendekatinya dengan senyum licik. “Atau mungkin, kau benar-benar takut Pangeran Sera akan membenci kita jika dia tahu siapa dirimu sebenarnya?”
“Pergilah” kata Yuki memohon. Dia tidak ingin terlibat masalah apapun.
Seorang Putri mendekat pada Yuki, berlagak tersandung dengan dramatis, dan dengan sengaja mendorong Yuki hingga tubuhnya terjerembab ke dalam kolam. Suara air yang terciprat memecah keheningan, dan udara dingin musim dingin langsung menusuk tubuh Yuki saat air kolam membasahi pakaiannya. Dia terkejut, mendapati dirinya terendam dalam air yang sangat dingin.
Putri-putri lain hanya berdiri di tepi kolam, menatap dengan senyum puas dan tertawa kecil di antara mereka. “Oh, maaf, Putri Yuki,” salah satu dari mereka berkata dengan nada pura-pura bersalah. “Aku tidak sengaja. Kau baik-baik saja?”
Yuki berusaha menenangkan diri, menggigil saat air dingin meresap ke tulang-tulangnya. Sakitnya bukan hanya dari dinginnya air, tetapi juga dari penghinaan yang baru saja dia terima. Dia ingin menangis, namun menolak menunjukkan kelemahannya di depan mereka.
Dengan susah payah, Yuki berusaha mengangkat tubuhnya dari kolam. Tangannya gemetar, kedinginan, tapi dia menolak meminta bantuan. Dia harus kuat, tidak peduli seberapa dinginnya air itu atau betapa kejamnya mereka.
“Apa yang terjadi ?”
Saat Pangeran Sera tiba di taman, suasana langsung berubah. Para putri yang tadi tertawa dengan penuh kepuasan mendadak terdiam, wajah mereka memucat saat mereka melihat sosok Pangeran Sera yang jelas tidak senang. Matanya menyapu pemandangan itu, berhenti pada Yuki yang basah kuyup, menggigil di tepi kolam.
“Yuki ?.” Kata Pangeran Sera terkejut. Dia langsung berbalik dan menatap para Putri dengan marah. “Ada apa ini?” suaranya rendah namun tegas, mencerminkan kemarahannya yang masih ditahan.
Para putri, yang tadi congkak, mulai merapatkan bibir, menghindari tatapan Sera yang penuh kemarahan. Salah satu dari mereka mencoba untuk berbicara, suaranya bergetar karena ketakutan, “Kami… kami hanya bercanda, Pangeran… tidak ada yang serius…”
Pangeran Sera melangkah mendekat ke Yuki, melewati para putri tanpa menanggapi mereka. Dia mengulurkan tangan, dengan lembut menarik Yuki dari kolam, dan memeluknya erat, memberikan kehangatan dari tubuhnya sendiri.