Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Mencari celah
“A-aku, aku ingin memberi kejutan untukmu, Mas. Maaf … ” Aura sedikit takut jika rencananya itu justru salah di mata Ryo.
“Ck! Maksudku, kenapa pakai uangmu, kau bisa minta uang padaku, kan?” tukas Ryo.
“Tidak apa Mas, aku tidak ingin merepotkan”
“Hah, sejak kapan kau sungkan begitu padaku”
Aura diam sesaat, kemudian ia mengalihkan pembicaraan.
“Apa mau coba duduk disini, Mari kubantu” Aura mengangkat lengan Ryo dan memapahnya menuju sofa barunya.
Ryo mencoba rileks dengan bersender dan menjulurkan kakinya. Mata pria itu dipejamkan perlahan, seakan menikmati suasana baru yang ia rasakan. Aah … memang nyaman berada disana, bersama angin malam yang sejuk, seolah seluruh penat hilang.
Tiba-tiba mata Ryo terbuka, walau hanya gelap yang bisa ia lihat. Ia merasakan nyaman di bagian kakinya, ‘Apa ini?’ batin pria itu.
Ternyata Aura memijit kakinya dengan lembut dan dalam. Benar-benar suatu kenikmatan yang belum ia rasakan sebelumnya dengan Jesica ketika ia masih sehat.
“Kau memijitku?” tanya Ryo.
“Enak kan Mas?” tangan Aura yang lembut masih memijit kaki pria itu dengan telaten.
Ketika Aura memijit di bagian atas lutut, Ryo merasakan sedikit sakit di bagian itu.
“Akh!, disitu agak sakit” pekik Ryo sedikit mengangkat betisnya.
“Ah, coba ku pijit perlahan ya Mas, kakinya diluruskan dulu” gumam Aura.
Aura terus memijit di bagian yang sakit tadi, terus, dan terus hingga Ryo tertidur di sofa.
Di tengah malam, Ryo terbangun dari tidurnya. Ia masih berada di luar teras balkon apartemennya. Tapi jemarinya menyadari memegang sesuatu.
“Ah, apa dia tertidur?” ucapnya pelan.
Tangan lembut wanita itu berada di atas perut Ryo, sementara nafasnya bisa terasa di pipi pria itu. Ya, Aura juga tertidur di sebelah Ryo satu sofa dengannya.
“Hey kau tertidur?” ucap Ryo lembut membangunkan Aura.
Tiba-tiba Aura bangun dengan kagetnya. “Ah!, Mas, maaf aku ketiduran.” Aura yang terlihat panik, buru-buru menarik tangannya dari tubuh Ryo, dan seketika itu juga ia berdiri walau masih terasa mengantuk. “Kita masih diluar ya, ayo masuk kedalam Mas”
‘Sial!, bagaimana aku bisa ketiduran di sebelah Mas Ryo’ gumamnya di batin Aura.
Aura buru-buru mengambil kursi roda, kemudian memapah Ryo ke kursi roda dan mendorongnya ke kamar.
Sesampainya di kamar, Aura membaringkan posisi Ryo dan menyelimutinya dengan selimut tebal.
Wanita itu kemudian beranjak akan keluar kamar.
“Mau kemana?!, apa kau tidak tidur disini?” tanya Ryo yang mengetahui langkah Aura yang akan menuju pintu.
“Oh, ya ... um, iya aku akan berganti pakaian dulu” jawab Aura yang berharap ketika ia berganti pakaian, Ryo sudah tertidur dengan sendirinya.
Aura sengaja berlama-lama mengganti pakaiannya, agar pria itu tertidur.
“Apa sudah selesai?”
Aura menepuk sebelah wajahnya dengan telapak tangan. ‘Duh, kenapa Mas Ryo belum tidur juga, sih’ gumamnya.
Ketika malam tiba, Aura selalu menjadi panik, takut jika kakak iparnya akan mengajaknya berhubungan.
“Ah, ya! Sudah” Aura kembali ke sisi Ryo di ranjang.
Wanita itu menatap wajah Ryo sesaat, entah ada perasaan apa di benaknya. Ia menyadari wajah tampan Ryo sebenarnya memang benar-benar menggoda, ia juga iba mengingat kelakuan kakaknya pada Ryo. Tapi biar bagaimanapun, Ryo tetap kaka iparnya, ia harus menjaga agar tidak terjadi hal diluar yang dibayangkannya.
Aura perlahan mendekati Ryo di ranjang. Tiba-tiba mata Aura membulat, dia terperanjat. Pria itu duduk dan bersandar di sandaran ranjang, kemudian membuka kaosnya dari arah atas. Dadanya yang bidang, dan penampakan tubuh Ryo yang menggoda iman para wanita tersibak di hadapan Aura.
‘M-mau apa kakak iparku ini?’ batin Aura yang mulai panik.
“Hey, kenapa tidak mendekat?” ujar Ryo yang mengetahui bahwa Aura masih berada di bibir ranjang.
Aura menelan sesuatu di tenggorokannya. ‘Duh, apa malam ini aku harus berbuat dosa, atau aku harus mengatakan yang sebenarnya. Akh, tidak … aku bingung!’ gumam Aura berkutat dengan pikirannya sendiri.
Aura perlahan mendekati Ryo. Pundaknya hampir menyentuh pundak pria itu yang tanpa pakaian atasnya.
“Kau tahu?, ketika pertama aku pulang dari Rumah Sakit, aku sangat putus asa dan tidak ingin melanjutkan hidup. Aku merasa kehilangan segalanya. Tapi kau merubah semuanya, kau memberiku semangat untuk terus menjalani kehidupanku, kau seolah telah menjadi mata dan kakiku. Dokter juga kaget dengan perkembangan kesehatanku, membaik dengan pesat kata Dokter, ini semua tidak lepas dari bantuanmu.” Ujar Ryo.
Ryo kemudian merangkul Aura, lagi-lagi meletakkan kepala Aura di pundaknya, kemudian Ryo mendekapnya begitu erat, Ryo mengecup kepala Aura dengan lembut.
“Terimakasih telah mengurusku, aku merasa jauh lebih baik dan memiliki semangat hidup kembali,” ucap Ryo masih duduk menempel di sandaran ranjang.
“Iya, Mas. Aku juga ingin Mas cepat sembuh” kepanikan terjadi lagi di diri Aura. Wajahnya sangat tegang, dan kondisinya benar-benar diluar yang dibayangkannya.
Aura menyetujui perjanjian dengan kakaknya karena menurut perkiraaannya jika malam tiba ia akan pulang digantikan Jesica, dan ia kembali ke rumahnya dan besok paginya baru kembali mengurus Ryo. Tapi ternyata ia harus menghadapi saat-saat malam hari bersama kakak iparnya.
“Aku tidak tahu jika orang lain yang mengurusku dan bukan kau, apakah sama hasilnya akan seperti sekarang ini, aku rasa tidak akan sama.”
“Aku senang bisa membuat semangat Mas Ryo bangkit kembali.” Suara Aura terdengar sedikit gugup, walau Ryo tidak terlalu menyadarinya.
“Hey, sudah lama kita tidak melakukannya kan?” ucapan Ryo bagai petir yang menyambar Aura.
Mata Aura terpejam kasar. ‘Duh … ‘ wajahnya tegang penuh kepanikan, bingung dengan situasi genting di depannya.
“Eng, …” suara Aura gugup.
“Jangan remehkan aku, aku masih bisa melakukannya dengan kakiku yang seperti ini” goda Ryo.
Ryo mulai meraba wajah Aura, kemudian lagi-lagi pria itu mencari bibir Aura, menyentuhnya dengan lembut. Ibu jari Ryo menyentuh bibir bawah Aura, merasakan lembutnya bibir wanita itu. Kemudian Ryo mendekatkan wajahnya ke wajah Aura.
Tapi Aura berada dalam kebimbangan, apakah ia harus berpura-pura memberikan bibirnya untuk Ryo, atau justru menghindari hal yang menurutnya salah, yang akan terjadi padanya.
Aura menunduk menghindari Ryo. Kemudian Aura mengangkat wajahnya dan memegang pipi Ryo dengan sisi penuh telapak tangannya. “Mas, maaf, tapi aku- aku belum siap … “ kilahnya.
“Belum siap apanya?” tanya Ryo sedikit heran.
Ryo tidak mendapat sentuhan dari bibir Aura, karena Aura masih saja menghindar.
“Ck!, kenapa menghindar terus, sih?” ucap Ryo sedikit kesal.
Akhirnya Ryo merebahkan tubuh Aura agar berbaring di ranjang. Aura semakin panik. Tapi ia masih bingung harus berbuat apa.
“Um, Mas, … ta-”
Ryo dengan hasratnya yang terus menanjak, mengacuhkan kalimat Aura. Pria itu kini telah berada disamping Aura, sangat dekat, pria itu mulai berbuat sesuatu yang lebih pada Aura.
Walaupun lumpuh dan buta, Aura bisa merasakan tenaga pria itu.
‘Ah! Tidak, tidak! … aku tidak bisa membiarkannya …’ gerakan Ryo semakin liar. Hembusan nafas pria itu sampai terasa oleh Aura.
‘Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya, akh, sial!’ gerutu Aura yang harus cepat berfikir.