Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat Belas
Dengan terpaksa Dinda mengambil gawai miliknya yang berada dalam tas. Seperti dugaannya, mata Vina memandangi tak berkedip ke arah ponsel pintar miliknya.
Sudah terlanjur basah, Dinda dengan tanpa ragu akhirnya mengangkat telponnya. Dia melihat nama Alvaro tertera di layar.
"Ada apa, Om?" tanya Dinda.
"Kamu sudah sampai, Sayang?" Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Alvaro justru balik bertanya.
"Baru saja sampai. Om jangan kuatir," jawab Dinda.
"Oke, aku juga mau jalan ke tempat anak dan mantan istriku," balas Alvaro.
"Hati-hati, Om."
Setelah mengucapkan itu Dinda mematikan sambungan ponselnya. Dia ingin memasukan kembali gawai itu ke dalam tas, tapi di raih Vina.
Vina membolak-balikkan gawai milik Dinda itu dengan wajah penuh tanda tanya dan keheranan. Dia lalu menatap sahabatnya itu dengan tatapan menyelidik.
"Ini ponsel pintar terbaru dan cukup mahal harganya. Besar juga gajimu, dalam waktu dua bulan mampu membeli ini!" seru Vina dengan tatapan menyelidik.
"Aku beli dengan kredit," jawab Dinda berbohong. Karena tak salah jika Vina curiga karena harga gawai yang dia miliki saat ini mencapai tiga puluh juta rupiah.
"Siapa yang kamu panggil Om tadi? Jangan bilang kalau kamu jadi simpanan Oom-oom sekarang!" seru Vina.
Dinda menarik napas dalam mendengar ucapan Vina. Dia bukannya marah dengan sahabatnya itu. Dia juga mengerti, siapa pun yang melihat perubahan penampilannya saat ini pasti akan berpikir begitu.
Tiba-tiba Vina meraih tangan Dinda. Dia memegang cincin pernikahan yang Alvaro berikan padanya. Lagi-lagi gadis itu lupa menyimpannya. Dia tak berpikir akan menjadi masalah.
"Ini cincin berlian?" tanya Vina kembali menyelidiki.
"Hanya cincin titanium," jawab Dinda. Lagi-lagi dia harus berbohong.
Vina melihat tanpa kedip ke arah cincin Dinda. Gadis itu tak mungkin menarik tangannya yang akan membuat sahabatnya itu makin penasaran.
Dinda kembali menarik napas dalam. Seandainya saja perceraian Alvaro telah diumumkan pasti dia akan jujur. Bukankah suaminya berkata akan menyimpan rahasia ini hingga pengumuman.
"Dinda, sebenarnya ini privasi kamu. Kamu mau jadi simpanan, mau jadi apa pun, aku tak berhak melarang karena aku bukan siapa-siapa kamu. Tapi, perlu kamu tau, jika aku menyayangi kamu seperti adikku sendiri. Sayang banget, kamu yang cantik dan pintar harus jadi simpanan. Seorang CEO aja pasti bisa kamu dapatkan!" seru Vina dengan wajah serius.
Dinda terdiam mendengar ucapan Vina. Dia jadi berpikir apakah keputusannya menikah dengan Alvaro salah. Tapi dia melihat pria itu sangat baik dan perhatian. Anggap saja dia bisa dapati seorang CEO, apakah nanti bisa menyayangi dan mencintai dirinya seperti suaminya saat ini. Bukti jika pria itu baik, dia tak pernah meminta atau menodai dirinya padahal sudah banyak memberi. Sampai kemarin mereka telah sah sebagai suami istri pun, dia tak memaksa untuk meminta haknya.
Semua bukan hanya soal status. Memang bagi orang yang melihat, dia pasti akan dikatakan bodoh, karena memilih duda yang usianya sepantaran dengan ayahnya.
"Terima kasih, Vin. Karena telah menganggap aku sebagai adikmu. Aku juga menyayangi kamu," ucap Dinda. Mereka lalu berpelukan.
Beristirahat setengah jam, Dinda lalu mandi dan mengganti pakaiannya. Vina mengajak gadis itu untuk makan siang. Di ruang makan telah berkumpul beberapa orang sepupunya, termasuk Satria.
"Sat, kenalkan ini Dinda. Yang pernah aku katakan dulu," ucap Vina.
Pria yang bernama Satria itu berdiri dan mengenalkan dirinya.
"Satria ...," ucap Satria dengan mengulurkan tangannya.
"Dinda," balas gadis itu.
"Cantik banget. Lebih dari yang aku bayangkan," ucap Satria.
Membalas ucapan Satria, Dinda hanya memberikan senyuman saja. Dia jadi risih saat Satria memandanginya tanpa kedip.
Dua orang sepupu Vina yang pria juga memandangi wajah Dinda tanpa kedip. Membuat gadis itu malu. Entah apa yang Vina katakan tentang dirinya sehingga para sepupunya menatap dirinya tanpa kedip.
Vina menarik kursi yang berada di samping Satria dan mempersilakan Dinda duduk. Sepertinya dia memang ada niat mendekatkan sahabatnya itu dengan sepupunya.
Mereka semua makan dalam diam, hanya sesekali terdengar suara candaan. Satria dengan ramahnya melayani dan mengambil makanan untuk Dinda. Gadis itu merasa tak enak karena sadar jika saat ini statusnya telah menjadi istri seorang pria. Tak pantas dekat dengan pria. Namun, untuk menolaknya itu tak mungkin.
Setelah makan mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Menonton sambil mengobrol. Dinda tampak banyak diam. Dia hanya menjawab jika ada yang bertanya.
Hingga sore, semua bubar karena persiapan untuk acara malam ini. Begitu juga dengan Vina dan Dinda. Mereka masuk ke kamar dan beristirahat sebentar sebelum mandi dan berdandan sedikit.
"Nanti aku panggil kamu, kita sama-sama ke taman ya," ucap Satria sebelum Dinda masuk ke kamar.
"Boleh, nanti aku tunggu di ruang keluarga," jawab Dinda.
"Oke, kamu bisa beristirahat sesaat sebelum kita bertemu lagi," ujar Satria.
Dinda mengangguk tanda setuju. Setelah itu masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya di samping Vina.
"Satria itu akan mewariskan semua harta orang tuanya. Dia itu akan menjadi CEO muda. Kamu bisa dekati dia. Sepertinya dia tertarik denganmu," ucap Vina.
"Vin, aku belum berpikir ke sana," jawab Dinda. Dia menolak secara halus begitu agar Vina tak tersinggung.
"Kamu bisa saling mengenal lebih dekat dulu, bukan langsung nikah juga kali!" seru Vina. Dinda tertawa mendengar ucapan sahabatnya itu.
Mereka mengobrol hingga tak sadar terlelap. Jam enam, Dinda terkejut saat mendengar suara Vina yang membangunkan dirinya.
"Bangun ...! Sudah jam enam. Kamu harus mandi. Aku baru saja selesai," ucap Vina.
"Aduh, nyenyak banget tidurku," jawab Dinda.
Dinda bangun dan langsung menuju kamar mandi. Dia lalu membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, gadis itu lalu mengenakan gaun yang dia dibelikan Alvaro. Dinda tampak makin cantik dengan gaun putih itu.
"Gaun kamu bagus banget. Apa itu hadiah dari seseorang?" tanya Vina.
"Aku beli kemarin," jawab Dinda.
"Pasti mahal banget. Aku senang, sejak bekerja kamu mampu membeli barang-barang branded," ucap Vina dengan suara pelan.
Dinda tak menanggapi hanya tersenyum sebagai balasan ucapan sahabatnya itu. Dia tahu jika gadis itu pasti penasaran dengan gajinya.
Setelah berdandan sedikit, mereka berdua keluar dari kamar. Satria tenyata telah menunggu di ruang keluarga. Mereka bertiga berjalan menuju taman yang telah disulap menjadi indah. Lampu bersinar dari setiap sudut.
Di atas panggung telah berdiri maminya Vina. Mereka menunggu Daddy-nya saja.
"Daddy kemana sih, kok belum muncul. Apa belum datang?" tanya Vina dengan Satria.
"Tadi aku lihat telah datang. Mungkin sebentar lagi muncul," jawab Satria.
Dari arah villa tampak seorang pria berjalan menuju ke atas panggung. Sepertinya semua menanti kehadiran pria itu, terbukti semua mata tertuju padanya. Termasuk Dinda. Pandangannya saat ini tertuju pada pria yang berjalan dengan gagah menuju panggung.
Bonus Visual
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...