NovelToon NovelToon
JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Poligami / Mafia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Withlove9897_1

kumpulan fic Jaewoo

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SOULMATE JAEWOO Part 001

...Cast...

...Jaehyun as Mahasiswa/ Pemain Football...

...Jungwoo as Asisten Dosen...

...***...

Setiap bayi yang lahir, pada pergelangan tangan mereka, dipasangkan jam yang akan menunjukkan waktu sampai mereka bertemu soulmate mereka.

Tahun, hari, jam, menit, detik. Ketika semua angka berubah menjadi nol, ketika ia bertemu dengan pasangan hidupnya; jam ajaib itu akan terlepas. Dan jatuh di ujung kaki mereka.

...***...

"Harusnya kau melakukan pemanasan sebelum berlari ke tengah lapangan, Jaehyun. Sudah berapa tahun kau bermain football? Hal mendasar seperti itu saja tidak kau mengerti."

Jaehyun memamerkan cengiran lebarnya, menyeka cucuran peluh pada pelipisnya menggunakan punggung tangan. Ia menghela nafas, mengibas-kibaskan tangannya di depan muka. Sementara pemuda di depannya sibuk mengurut paha kiri Jaehyun. Matanya memicing penuh konsentrasi. Jaehyun tersenyum samar melihatnya.

"Bukan salahku kalau—aduh! Pelan-pelan, Taeyong!"

Seketika senyumannya berganti menjadi rengekan lirih.

"Kau terlalu bersemangat, seperti biasanya. Lain kali berhati-hatilah sedikit. Aku tidak akan selalu ada untukmu, Jaehyun."

Ia mengerjapkan sepasang matanya. Tangan kanannya terulur, menyentuh pipi pucat Taeyong, mengusapnya pelan. Gerakan tangan pemuda itu terhenti. Taeyong mengangkat kepalanya dan terdiam, mereka saling berpandangan.

"Aku masih berharap kalau jam sialan ini salah." Alisnya mengernyit.

Taeyong tersenyum samar, melirik kepada tangan kiri Jaehyun. Sebuah wristband mengelilinginya.

Menyembunyikan jam tangan yang ada di sana. Dalam keadaan hening seperti ini, bunyi pergantian angkanya hampir terdengar jelas.

Detik demi detik yang bergulir secara konstan. Menghitung waktu mundur hingga sang pemilik bertemu pasangan hidupnya.

"Kau tahu waktu tidak pernah salah, Jaehyun." Taeyong mengalihkan pandangannya, tangan kanannya mengusap pergelangan tangan kirinya yang kosong.

Tiga minggu lalu jam ajaib itu masih ada di sana, melingkari pergelangan tangan kirinya. Detik-detik yang berlalu dengan bunyi tik-tik-tik yang begitu lembut masih menemaninya pada malam-malam sunyi.

Ia terus mengamati angka penunjuk hari yang berganti tiap pagi; 21 menjadi 20, kemudian 19, berganti 18, hingga akhirnya berubah nol.

Pada hari itu Taeyong kehilangan konsentrasi, apalagi ketika angka penunjuk jam pun telah menjadi nol. Ia menghitung menit demi menit yang terus bergulir lambat, hingga tinggal detik; dan jantungnya berdegup semakin kencang.

Jaehyun tidak kalah gelisah. Ia menolak meninggalkan sisi Taeyong hari itu. Tidak membiarkan Taeyong pergi sendiri. Karena meski ia tahu betul jamnya tidak selaras dengan punya Taeyong, meski ia tahu Taeyong akan segera bertemu dengan pasangan hidupnya; Jaehyun tidak rela. Dia tidak percaya pada jam sialan itu. Tidak akan pernah.

Jaehyun menolak untuk percaya bahwa ia bukan pasangan Taeyong. Menolak untuk percaya bahwa Taeyong ditakdirkan untuk orang lain selain dirinya.

Tluk; jam tangan itu terlepas dari pergelangan Taeyong, jatuh di ujung kakinya. Ada jam lain yang jatuh pada saat bersamaan, beradu dengan jam Taeyong.

Ketika ia mengangkat kepalanya, siapa pun yang berada di hadapannya saat itu adalah pasangan hidupnya. Tak peduli mereka baru bertemu untuk pertama kali; asing satu sama lain.

Karena waktu tidak pernah salah.

Jaehyun menghela nafas, menarik kembali tangannya dan mengepalkannya.

Mengingat-ingat kejadian tiga minggu lalu membuatnya kesal. Karena, bagaimana mungkin Taeyong berpasangan dengan pria yang 10 tahun lebih tua darinya? Pria asing misterius yang terlihat seperti pelaku perbuatan cabul di kereta.

Jaehyun begitu kesal dan tanpa pikir panjang melayangkan tinju hingga menjatuhkan pria  itu.

Dia tidak tahu bagaimana perasaan Taeyong, tapi yang jelas, ia tidak terima. Persetan dengan waktu! Dia tidak akan membiarkan Taeyong hidup dengan pria freak tersebut.

Jaehyun dibuat begitu kesal saat pria yang bernama Siwon itu tidak segera bangkit dan membalas tinjunya. Ia berharap dapat melepaskan kekesalannya dengan berkelahi. Tapi tentu saja, Jaehyun belum dewasa. Dia hanya anak kelas 2 SMA yang labil. Sementara pria di hadapannya, seorang berusia 27 tahun, orang dewasa, pria matang; dapat berpikir dengan kepala dingin dan tenang.

Jaehyun begitu kesal karena Siwon menyikapi kemarahannya sebagai hal wajar yang dilakukan remaja dalam masa pertumbuhan. Seperti bagaimana sikap orang dewasa seharusnya.

Jaehyun berani bersumpah telah melihat mata gelap Taeyong berbinar.

Sial.

"Jaehyun, berapa lama lagi hingga kau bertemu dengan dia?"

Taeyong melanjutkan kegiatannya mengurut paha Jaehyun. Atmosfer tegang yang sempat merebak di sekitar mereka perlahan menguap.

Jaehyun mendengus, membuang muka. "Entahlah. Aku tidak peduli."

Wristband yang mengelilingi pergelangan tangan kirinya terlihat dari sudut matanya.

Terakhir ia mengecek, angka penunjuk waktu pada jamnya masih terisi semua. Dia akan bertemu pasangan hidupnya dalam hitungan tahun.

Jaehyun telah menyembunyikan jamnya sejak ia masuk sekolah menengah pertama. Dia sama sekali tidak percaya pada waktu, dan tidak ingin diingatkan kapan akan bertemu pasangannya. Dia tidak ingin menanti dengan cemas dan penuh harap. Dia tidak ingin menunggu penuh antisipasi.

Bukan sekali dua kali ia mencoba melepas paksa jam ajaibnya. Ia terlalu sering mencoba, hingga pergelangan tangan kirinya penuh luka gores. Tetap saja jam sialan itu tak mau lepas juga. Jaehyun pernah berpikir untuk memotong tangan kirinya, tapi ia terlalu takut untuk melakukannya.

Lagipula ia membutuhkan kedua tangannya untuk bermain football. Dia ingin menjadi atlet football profesional, dan tidak akan menyerahkan impiannya hanya karena jam sialan itu.

"Tak apa kalau saat ini kau belum peduli, Jaehyun. Waktu tidak pernah salah. Kau akan mengerti nanti." Taeyong tersenyum, menepuk pundaknya, kemudian bangkit sambil menenteng tasnya.

Taeyong menganggukkan kepalanya kepada Jaehyun, lalu pergi meninggalkan ruang loker gym.

Jaehyun mengerutkan kening memandangi wristband yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Samar-samar ia dapat mendengar bunyi lembut tik-tik-tik yang menandai pergantian detik.

***

Seorang pemuda menggeram kesal, berjongkok untuk memungut kertas-kertas yang tersebar di atas lantai. Jungwoo menoleh ke belakang dan melemparkan tatapan tajam pada segerombolan pemuda yang berlari sambil tertawa-tawa ke arah yang berlawanan. Para atlet football sialan itu benar-benar menyebalkan! Seenaknya pergi begitu saja, bahkan tidak minta maaf setelah menabraknya! Brengsek!

"Jungwoo, apa yang sedang kau lakukan duduk-duduk di situ? Profesor Choi sudah menunggumu dari tadi!"

Jungwoo hanya memutar bola matanya dan terus mengumpulkan kertas-kertas yang tersebar di sekitarnya. Tangan kirinya terulur untuk mengambil lembaran terakhir saat Lucas—pemuda flamboyan yang memanggilnya barusan—tidak sengaja menginjak kertasnya.

"Argh, singkirkan kakimu! Kau merusak tesisku, bodoh!"

Sebelum Jungwoo dapat memukul tulang keringnya, Lucas telah mundur untuk menyelamatkan diri.

"Whoops, kau ceroboh sekali, Puppy. Kalau kau begitu tidak menyukai tesismu, harusnya kau tidak mengajukannya dari awal, ckckck."

Selesai membereskan kertas-kertasnya, ia bangkit dan mendengus kesal. Sepasang matanya memicing tajam.

"Kau bercanda, Lucas. Gerombolan brutal itu telah menabrakku. Para bocah tengik itu—! Ah, bahuku sakit sekali setelah bersenggolan dengan mereka."

Lucas hanya tertawa, memperhatikan bagaimana Jungwoo mengusap bahu kanannya. Saat itu lengan panjang sweater yang dikenakan Jungwoo terangkat, memperlihatkan jam digital tipis melingkari pergelangan tangan kirinya. Tapi angkanya tidak terlihat, hanya garis-garis samar; seperti jam yang telah habis baterainya. Lucas tersenyum getir melihatnya.

"Kelihatannya kau semakin tua, Puppy. Aku khawatir tulangmu yang sudah rapuh itu akan patah kalau kau berpapasan dengan para atlet football itu lagi."

Jungwoo melemparkan death glare ke arahnya. Lucas hanya tersenyum simpul. "Dan— berapa lama lagi sampai kau bertemu cinta sejatimu, hm?" Lucas menarik tangan kiri Jungwoo, memperhatikan jamnya, lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan gerakan dramatis.

"Ah, waktu berjalan begitu lambat, Puppy. Aku kasihan pada orang yang akan berpasangan dengan pria tua sepertimu, ckckck."

Jungwoo menarik kembali tangannya dengan cepat. "Bodoh! Usiaku baru 24 tahun! Dan kau lebih tua dariku!"

"Oho, setidaknya aku akan bertemu pasanganku minggu ini,. Lihat, 5 hari lagi. Oh, aku harap jammu tidak selaras dengan punyaku. Aku tidak bisa membayangkan berpasangan dengan orang yang tidak punya selera fashion sepertimu! Kau terlihat seperti kakek-kakek mengenakan sweater hijau usangmu itu!"

"Aku juga tidak sudi berpasangan denganmu! Minggir, aku harus bertemu Profesor Cho!" Jungwoo pergi meninggalkan Lucas setelah melempar tatapan tajam pada pemuda itu, yang hanya bisa tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lucas memang tidak sabar untuk segera bertemu dengan pasangan hidupnya, tapi tetap penasaran dengan angka pada jam Jungwoo. Apakah pemuda itu akan segera menemukan teman hidupnya juga? Si tukang menggerutu itu memang menyebalkan, tapi Lucas telah mengenalnya sejak masuk ke universitas ini; teman satu jurusan, bahkan satu kamar di asrama.

Jungwoo memang terlihat tidak peduli, tapi Lucas tahu kalau ia merasa khawatir. Dia tidak pernah tahu kapan akan bertemu pasangannya. Sekali waktu—dalam keadaan mabuk—Jungwoo pernah bercerita bahwa jamnya memang seperti itu dari dulu. Bahkan orang tuanya sendiri heran.

Jungwoo masih dapat mendengar bunyi lembut pergantian detik dari jamnya. Ia sering memperhatikan garis-garis digit yang berubah; waktu yang menghitung mundur hingga ia bertemu pasangannya. Hanya ia tidak tahu kapan, tidak tahu masih berapa lama lagi.

Sementara ia telah menyelesaikan studinya dan memutuskan untuk meneruskan program master. Sambil menunggu dan terus menunggu, hingga bunyi lembut detik jam tak terdengar lagi. Hingga jam itu terlepas dan tluk; jatuh di ujung kakinya.

Dia tidak tahu kapan hal itu akan terjadi.

Mungkin hari ini. Mungkin besok. Mungkin tahun depan. Mungkin sepuluh tahun lagi.

***

Seorang pemuda berlari melewati koridor kampus yang sepi. Alisnya mengernyit, ia meringis getir. Waktu menunjukkan pukul 03.11 PM.

Sebelas menit lewat dari jadwal kelas sastra Inggrisnya. Berbelok di tikungan, ia memaksa kakinya berlari lebih kencang.

Oh, dia tidak lelah. Tidak semudah itu.

Jung Jaehyun, kapten tim football  kebanggaan Seoul University tidak akan lelah hanya karena berlari dari pintu gerbang hingga kelasnya yang berjarak hampir satu kilo jauhnya. Tentu saja ia lebih memilih untuk terus berlari.

Dia tidak bisa membolos karena dua kali jatah bolosnya telah ia gunakan, akibat kelelahan setelah bertanding. Jika tidak masuk kelas sebanyak 3 kali, Jaehyun tidak boleh mengikuti ujian dan harus menghadap profesornya untuk menerima omelan panjang serta hujan lokal. Dia tidak mau hal itu terjadi. Seperti pepatah yang mengatakan, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Lebih baik terlambat dan menerima omelan lima menit di depan kelas daripada menerima omelan tiga jam dan serangkaian tugas yang merepotkan. Jaehyun harus sekuat tenaga mengerem laju larinya dan berpegang pada pintu kelas, melakukan drift hingga sepatunya berdecit, kemudian melangkah masuk dengan nafas masih terengah-engah. Puluhan pasang mata tertuju ke arahnya, melihat dengan heran.

Sekilas Jaehyun bertemu pandang dengan Taeyong; pemuda itu tersenyum kepadanya. Jaehyun ingin membalas senyumannya, tapi ia sadar ada yang lebih penting dari itu.

Jaehyun menegakkan badannya dan—

Oh, bukan Profesor Choi yang berdiri di depan kelas sambil menerangkan materi.

Seorang pemuda yang mengenakan sweater hijau usang dengan mata  yang menakjubkan. Jaehyun pernah melihatnya beberapa kali. Dia mahasiswa program master sekaligus asisten Profesor Choi. Pemuda yang sering menyertai profesor dalam seminar-seminarnya.

Apa yang sedang ia lakukan di sini? Apa itu artinya Profesor Choi berhalangan hadir?

"Ehem." Asisten dosen itu—kalau tidak salah namanya Kim Jungwoo—berdehem pelan, menarik perhatian Jaehyun.

Sepasang mata Jaehyun mengerjap. "Oh? Ah, maaf! Maaf aku terlambat, err— Pak." Rasanya aneh sekali kata panggil itu meluncur turun dari mulutnya. Pemuda ini masih terlihat sangat muda, meski sudah pasti lebih tua darinya. Dan sepertinya dia juga tidak suka dipanggil pak; Jaehyun sempat melihat sudut matanya mengejang.

"Kau terlambat 13 menit, Mr—"

"Ah! Jaehyun. Jung Jaehyun." Dia tidak tahu, tapi jantungnya masih saja berdebar cepat. Mungkin efek berlari dan antisipasi untuk dimarahi Profesor Choi. Pasti begitu.

Asisten itu menganggukkan kepalanya. "—Mr. Jung. Kau masih ingat kontrak perkuliahan yang di sampaikan di awal, kan? Toleransi keterlambatan 10 menit, kalau kau lupa. Apa alasanmu terlambat?"

Jaehyun melangkah maju dengan perlahan dan hati-hati, seperti menghampiri kelinci yang dapat kabur dengan cepat kalau ia membuat gerakan tiba-tiba. Kelinci. Ya, kurang lebih seperti itu. Karena Jaehyun tidak bisa membayangkan asisten dosen ini sebagai singa yang akan menerkamnya. Ia terlihat terlalu rapuh untuk itu.

"Oh, kau kapten tim football itu, kan? Apa kau begitu bangga karena berhasil membawa timmu menjadi juara? Kau begitu bangga hingga melupakan kegiatan perkuliahanmu? Heh, tipikal berandal sekolah." Jungwoo mendengus.

Jaehyun tidak menyadarinya sebelumnya, tapi asisten ini masih memakai jamnya. Jam dengan digit angka hanya berupa garis-garis samar yang tak terlihat. Oh, pantas saja dia belum menemukan pasangannya. Kelihatannya pemuda ini memiliki masalah kepribadian. Jaehyun merasa kasihan pada pasangannya kelak.

Memang benar si mata pemuda ini terlihat cute, dengan wajah bulat dan hidung kancing, rambut hitam lembut yang menawan. Tapi kata-katanya membuat sudut mata Jaehyun mengejang. Padahal Jaehyun baru saja akan mengagumi orang ini, membayangkan seperti apa saat ia mendesah dan—

Hentikan, Jaehyun!

"Mr. Jung?"

Sepasang mata Jaehyun mengerjap.

"Ah, maaf!" Jaehyun meneruskan langkahnya untuk berdiri di hadapan Jungwoo dan menyampaikan alasannya dengan layak. "Maaf, aku sedang tidak konsentrasi dan—"

Tluk; sebuah jam terjatuh, tepat di ujung kakinya. Jaehyun mengangkat kepalanya, bertemu pandang dengan sepasang mata Jungwoo, yang terlihat begitu menakjubkan dari dekat, yang membulat.

Seketika sunyi, tidak ada yang bersuara.

Jaehyun menarik wristbandnya dan jamnya—yang semua angkanya telah berubah menjadi nol—terjatuh di ujung kakinya, mengenai jam milik Jungwoo yang jatuh lebih dulu.

Jaehyun mengerjapkan matanya, memperhatikan bagaimana dua jam itu bertemu, kemudian mengangkat kepalanya dan memandangi rona merah menyebar di sekitar pipi Jungwoo, hingga ke ujung telinganya.

Sorak sorai terdengar memecah kesunyian. Jaehyun sempat mendengar ada yang berseru 'Cium dia, Jaehyun!' dari sudut kelas.

Jaehyun hanya meringis dan mengangkat bahu, masih memandangi Jungwoo yang mukanya memerah seperti kepiting rebus.

"Ba-baiklah. K-kau boleh duduk— Mr. Jung. Ki-kita bicara lagi nanti setelah kelas berakhir."

Jaehyun tersenyum melihat Jungwoo kehilangan sikap dinginnya.

Jaehyun menganggukkan kepala dan menawarkan senyuman terakhir pada asisten profesornya. "Terima kasih. Sampai bertemu nanti— Jungwoo."

Kim Jungwoo, begitu nama pada buku penuntun yang ia pegang dengan tangan gemetar.

Dan Jaehyun melangkah untuk duduk di kursi kosong di deret belakang. Tidak mempedulikan siulan dan godaan dari teman-temannya.

Jaehyun duduk dan berpangku tangan, memandangi Jungwoo lekat-lekat dengan sepasang matanya yang bersinar-sinar. Tersenyum geli memperhatikan pemuda itu berusaha mengembalikan posturnya.

Taeyong benar. Waktu tidak pernah salah. Jaehyun mulai mengerti sekarang, dan tidak sabar untuk segera memahami pasangannya.

Oh, dan tentu saja Jaehyun tidak sabar untuk mendengar desahan pemuda itu.

Jangan jadi reader toxic, tinggalin jejak, silent reader deserve blocked🤓🤓🫵👎🖕

1
🌸 Airyein 🌸
Buset bang 😭
🌸 Airyein 🌸
Heleh nanti juga kau suka. Banyak pula cerita kau woo
🌸 Airyein 🌸
Bisa bisanya aku ketinggalan notif ini
Novita Handriyani
masak iya tiap kali selesai baca harus ninggalin jejak, Thor. saya hadir ✋️
Novita Handriyani
ngga suka cerita sedih
Novita Handriyani
kayaknya pernah baca nih cerita
kebikusi
astaga cerita ini mau dibaca berapa kali kok tetep bikin berkaca-kaca ya, untung banget punya otak pikunan jadi setiap baca selalu ngerasa kaya buat yang pertama kalinya.. NANGIS
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!