Menjadi pembantu bukanlah rencana awal Sukma mencari pekerjaan. Setidaknya dengan bekal ijazahnya yang hanya tamat SMA.
Dia berharap bisa bekerja menjadi buruh pabrik, atau karyawan swasta. Himpitan ekonomi memaksa dirinya untuk segera mendapatkan pekerjaan.
Hingga akhirnya seseorang menawarkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga. Tanpa pikir panjang Sukma menerima tawaran kerja yang cukup jauh dari kampung halamannya.
Gimana ya kelanjutan hidup Sukma Ajeng sebagai Asisten Majikan Bulenya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ninaammar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
First Kiss
"Londo Edan, Sa' karepe dewe. Menggan ora bosku ta balang sirahmu." (Dasar bule, gila. Seenaknya aja. Kalo bukan bosku, sudah kutimpuk kepalamu)
Umpat Sukma di dalam kamar. Dia pun kembali mengingat peristiwa yang baru saja berlalu beberapa menit. Diraihnya sebotol air mineral dari atas nakas, pemberian Richard yang masih utuh tersegel.
"Bagaimana caraku mengatakan pada pada Tuan. Jika aku ingin pinjam uang sebesar 50 juta. Bekerja disini saja belum ada 2 minggu." gumam Sukma bicara pada dirinya sendiri. Dari luar terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Herman mengetuk pintu kamar Sukma.
Tok....Tokk...
"Siapa?" tanya Sukma dari dalam.
" Ini Aku, Sukma. Tuan sudah berangkat." jawab Herman.
"Bang Herman! Ya, sebentar." teriak Sukma dari dalam, menurunkan kakinya dari atas ranjang. Meletakkan kembali botol air mineral, yang sering muncul di iklan tivi. Sukma membuka pintu kamar, Herman tersenyum saat kedua matanya saling bertemu.
''Sukma, sudah sarapan?" tanya Herman. Sukma menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Ikut Aku!" Herman menarik tangan Sukma. Memaksanya keluar. Yang diberi tatapan protes Sukma.
"Bang Herman, kita mau kemana?" tanya Sukma bingung.
"Udah ikut, aja!" ajaknya.
"Tapi Bang. Itu siapa?" tanya Sukma, menunjuk wanita yang baru saja turun, dari mobilnya di depan pintu gerbang.
"Nona Agatha!?" kejut Herman, melihat wanita yang masih dia kenal dengan baik. Meski banyak sekali perubahan darinya. Selama kurang lebih dua tahun, lamanya dia baru melihatnya lagi.
"Herman, open the gate!" teriak Agatha menekan bel tidak sabar. Herman bergegas lari, meraih kunci menuju pintu gerbang. Agatha lalu masuk kedalam mobil, menyalakan mesin kemudi. Masuk kedalam mansion milik mantan kekasihnya.
Sukma menatap kagum pada wanita berambut pirang itu. "Cantik sekali. Dia tinggi kulitnya halus, mirip artis hollywood." ekor matanya mengikuti kemana, Agatha menghilang dari balik pintu ganda.
"Namanya Non Agatha, dulu pacar bos kita. Kalo Non Agatha kesini. Mungkin Tuan CLBK lagi." seperti ada rasa tidak suka mendengar penjelasan dari Herman. Entah dibagian cerita yang mana, yang membuat hati Sukma tiba-tiba lemah.
Herman masuk kedalam yang diikuti Sukma dibelakangnya. Agatha menarik koper miliknya, Seraya menyisir seluruh ruangan mansion. Yang dulu pernah dia tempati kurang lebih hampir 3 bulan lamanya.
"Aku pikir mansion ini ikut terjual. Tapi ternyata tidak, Richard masih memiliki asetnya." lirih Agatha mengelilingi ruangan mansion.
"Mansion ini memang sempat di gadaikan. Tapi berhasil Tuan rebut kembali, seseorang telah membantunya keluar dari masalah besar. Orang itu begitu loyal, mendampingi Tuan sampai bisa kembali membangun bisnisnya." Agatha seolah tertampar oleh penjelasan Herman. Sebagai kekasih dia tidak bisa mendampingi Richard disaat terpuruk dan hancur.
Agatha melirik sekilas Herman yang berada dibelakangnya. "Diamlah! Kau tidak perlu memberitahuku. Aku tidak ingin mendengarnya." ucap Agatha menarik kopernya menuju lantai atas.
''Kamar tamu ada di bawah, Nona. Bukan diatas, siapapun dilarang masuk ke kamar Tuan. Tanpa seizinnya jika tidak, Saya akan menghubungi Tuan." Agatha terpaksa mengikuti kata Herman. Sebelum Herman memaksanya turun, dan itu akan menjatuhkan wibawanya sebagai seorang model terkenal.
"Shittt! Beraninya Herman memerintahku," umpat Agatha tidak suka.
"Sukma, antar Nona Agatha ke kamar tamu." Sukma mengangguk patuh. Membawa koper milik Agatha masuk, kedalam kamar yang dia tunjukkan.
Kali ini Herman gagal lagi, niatnya mengajak Sukma ke toko buku sambil jalan-jalan harus ditunda. Kini Sukma harus menyiapkan makan siang untuk tamu Tuannya. Baru dia bisa kembali istirahat setelah urusan pekerjaannya selesai.
***
Di kantor Richard baru ingat, selembar kertas pemberian asisten rumahnya, yang masih ada di saku kemejanya. Dia baru sempat membacanya setelah tadi melakukan meeting pagi besama staff kantor.
Membuka lipatan kertas sambil mengembangkan senyum kecil di bibir seksinya. Pria itu tersenyum bukan karena membaca isi suratnya. Tapi dia ingat pada orang yang memberikan surat untuknya.
Richard sengaja menggoda Sukma, dia ingin tahu seberapa lugu gadis kampung seperti dirinya. Atau memang benar dugaannya, gadis seperti Sukma menggunakan wajah polosnya, untuk memancing para pria untuk masuk perangkapnya. Apalagi kalo bukan karena untuk mendapatkan uang, ternyata dugaannya salah.
Richard Aku menghubungi nomor telepon mu yang lama. Tapi tidak bisa dihubungi, mungkin kamu sudah mengganti dengan nomor yang baru. Aku hubungi Jimmy, dia juga tidak mau memberikan nomor pribadimu. Jadi Aku datang ke mansion mu, Aku harap Aku bisa menemuimu disana.
Begitulah isi surat yang Agatha tulis untuknya. Wajah Richard tiba-tiba berubah masam. Dan meremas surat itu hingga menjadi bulatan yang sangat kecil sekali. Richard bergegas bangkit dari kursi kebesarannya.
Menyambar jasnya yang tersampir di kursi. Diraihnya kunci mobil, serta ponsel miliknya.
"Tuan, Anda tidak boleh pergi! Ada dokumen yang harus ditanda tangani!" panggil Jimmy yang hanya mendapat lambaian tangan dari atasannya.
"Pasti masalah perempuan lagi," pikir Jimmy setelah melihat kepalan kertas di meja kerjanya.
Richard menyalakan mesin kemudinya, hingga terdengar suara decitan rem mobil. Gesekan antara ban mobil, dengan aspal yang saling bergesekan.
Mendengar suara deru mobil, Herman segera keluar dari pos jaga. Membuka pintu gerbang untuk Tuannya.
"Tuan, tumben sudah pulang." gumam Herman menutup pintu gerbang kembali. Richard melihat mobil milik Agatha terparkir di halaman. Dia segera masuk kedalam mencari Agatha, Richard pikir dia ada di kamarnya. Membuka pintu, dan menutupnya dengan kasar.
"Nona Agatha ada di belakang bersama Sukma, Tuan." ucap Herman yang tahu isi pikiran Tuannya.
"Aku pikir dia ada di kamar atas."
"Sesuai perintah Tuan. Saya tidak akan membiarkan, seorang pun masuk kedalam kamar pribadi Tuan." ujar Herman.
"Very good. I like the way you work." Richard lantas pergi ke belakang mencari keberadaanya.
Disana Agatha berenang, yang ditemani Sukma berdiri di tepi kolam, sambil membawa minuman dingin berwarna orange.
"Hey, you are a servant. Clean my feet with a towel." Sukma yang tidak mengerti apa yang wanita bule itu katakan. Dia hanya meletakkan gelas di tangannya diatas meja.
"Ss..Saya___" kata Sukma terbata tidak tahu apa maksud dari ucapan Agatha.
"Hey, didn't you hear? I order you," Bentak Agatha, melempar handuk ke wajah Sukma. Sambil menjulurkan kaki panjangnya.
Sukma mengambil handuk yang terlempar di wajahnya. Bergerak perlahan menghampiri Agatha, untuk mengeringkan kakinya dengan handuk di tangannya.
Belum sempat Sukma menyentuh kaki wanita itu. Gerakan tangannya terhenti dengan teriakan Richard memanggil namanya.
"Sukma! Don't do it," Richard mencegah Sukma menyentuh kaki Agatha. Dan menarik tangannya hingga, Sukma berada dibelakang punggung majikannya.
"She is my future wife, not a servant." Agatha segera bangkit dari kursinya. Dia tidak percaya akan ucapan Richard. Bahwa pelayan yang bernama Sukma adalah calon istrinya.
Agatha tersenyum meremehkan. Melihat penampilan Sukma, dari atas kebawah, dari bawah keatas.
"I don't believe what you say, Richard." papar Agatha memutari Sukma yang masih berdiri di belakang punggung Richard.
"Up to you," ucap Richard cepat.
"I need proof that, she is your future wife," teriakan Agatha menginterupsi langkah Richard.
"Do you need proof?" Richard merasa tertantang akan pernyataan Agatha.
"Ya," jawab Agatha cepat, menatap Richard dan Sukma bergantian.
Tanpa pikir panjang Richard menarik tangan Sukma cepat. Hingga tubuh Sukma mendarat sempurna berada dalam pelukan Richard. Sukma yang tidak mengerti apa yang Tuannya lakukan.
Dia menatap bola mata biru yang menatapnya dalam. Hingga membuat Sukma sulit sekali menelan salivanya. Yang tiba-tiba tercekat di dalam kerongkongannya yang terasa kering.
"Aa...Apa yang Tuan lakukan?" tanyanya terbata. Masih menatap kedua netra Richard dengan perasaan bingung. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut pria dihadapannya.
Tanpa permisi Richard menyambar bibir Sukma, melumat benda kenyal bagai jelly yang terasa manis dalam penyatuan bibirnya. Kedua mata gadis itu membulat sempurna. Tidak menyangka jika majikannya telah berani merampas ciuman pertamanya. Richard menahan tubuh Sukma agar hendak bergerak berontak. Tapi pria itu cukup pandai mengunci tubuh lawan jenisnya agar diam mematung mengikuti permainannya.
Begitu pula Agatha, dia merasa hatinya bagai tertusuk panah tajam. Begitu sakit, perih dan marah. Dia menarik handuk kimono yang tersampir di kursi. Lalu memakainya asal bergegas pergi meninggalkan dua insan yang membuatnya panas terbakar cemburu.
"Sukma!" Herman tidak menyangka, jika Sukma diam saja menerima ciuman dari atasannya. Bahkan sepertinya dia menikmati apa yang Tuannya lakukan.