Cassandra Dumont, seorang penulis muda yang mencari inspirasi untuk novelnya, tiba di desa terpencil Valea Umbrelor, Romania. Dikelilingi oleh hutan lebat dan danau yang selalu diselimuti kabut, desa ini memancarkan aura misterius yang segera memikat Cassandra. Di sana, dia mendengar tentang legenda Lacul Negru, tempat roh-roh terkutuk mengikat janji abadi—sebuah pernikahan yang hanya membawa kematian.
Ketika Cassandra mulai menyelidiki lebih dalam, dia bertemu dengan Lucas Văduva, roh dari abad ke-19 yang terjebak oleh cinta tragis dan dendam. Tertarik oleh pesona kelamnya, Cassandra mendapati dirinya terjerat dalam ikatan supranatural yang tidak bisa dia hindari. Bersama Adrian, seorang pria lokal yang mengetahui sejarah kelam desa itu, dan Madame Elara, cenayang tua yang menyimpan rahasia tentang kutukan Lucas, Cassandra berjuang untuk memutuskan ikatan yang mengancam jiwanya. Mampukah Cassandra mematahkan kutukan ini ataukah dia akan tersesat selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibalik Kabut
Cassandra bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman. Badanya masih terasa sangat lelah. Ingatannya melayang pada bayangan putih yang melambai padanya pada malam berkabut sebelumnya. Bergegas Cassandra melihat keluar dari jendela, dilihatnya tempat bayangan putih melambaikan tangan adalah semacam tanah kosong dengan pagar tembok tinggi mengitari.
Kamar Cassandra terletak di Lantai 3 The Witch Mansion. Mansion itu terdiri dari 4 lantai dan satu basement. Lantai basement merupakan pusat pemanas yang menjadi dapur pembakaran kayu untuk memberikan hawa panas ke seluruh ruangan lewat pipa penyalur panas. Sehingga tidak lah heran, dari ketinggian kamarnya Cassandra bisa melihat pemandangan di sekitar mansion dengan jelas.
Pagi itu jam di dinding menunjukkan pukul 08.00. Kembali Cassandra melihat keluar Jendela, tampak Rudolf sedang membersihkan beberapa dedaunan yang berjatuhan di halaman mansion. Bergegas dibukanya jendela, angin dingin menerpa wajahnya. Udara sudah tidak lagi berkabut. Cassandra melambaikan tangan pada Rudolf. Rudolf membalasnya dengan mengangguk sopan.
Baru saja dia berbalik badan, didengarnya suara orang berjalan mendekati pintu kamarnya. Cassandra terkesiap, “Bukankah Rudolf ada dibawah? Lalu siapa yang saat ini berjalan tepat diluar kamar tidurnya?” Jantung Cassandra bergetar, segera dilihatnya kembali ke luar jendela, tampak Rudolf masih ada di sana, membersihkan dedaunan yang jatuh. Lalu siapa itu yang saat ini langkahnya tepat berhenti di depan pintu kamar Cassandra? Dengan jantung berdegup kencang, Cassandra melihat tepat dibawah pintu kamar. Dilihatnya siluet seseorang sedang berdiri di sana. Tak berapa lama dilihatnya knop pintu kamar berputar putar seolah ada seseorang yang ingin membuka pintunya dari luar. Cassandra makin terkesiap.
Tiba tiba ponselnya berdering. Bersamaan dengan itu gerakan knop pintu kamarnya terhenti. Segera dia meraih ponselnya, terdengar suara Ruth yang berkata,”Hai Cassandra, bagaimana tidurmu? Everything is ok? “
"Baik Ruth, semua lancar. Besok siang aku akan mulai kirim naskahku. Sabar ya Ruh,” tukas Cassandra.
“Oh Oke Cassie, mengapa suaramu terdengar bergetar? Apakah kamu baik baik saja?” kata Ruth kembali.
"Eh, ya…ya Ruth aku baik baik saja,” jawab Cassandra terbata bata.
“Okelah jika begitu Cassie. Have a nice day. Klik, “ terdengar suara sambungan ponsel dimatikan oleh Ruth.
Dilihatnya bayangan di bawah pintu kamar tidurnya sudah menghilang. Segera Cassandra menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Cassandra berjalan menuju dapur di lantai satu. Dilihatnya Rudolf sedang sibuk memasak sesuatu. Dapur itu terlihat kuno, dengan satu meja besar di sana yang biasanya digunakan untuk masak. Ada sekitar 6 Kursi di sekeliling meja. Meskipun sederhana, Dapur ini terlihat bersih dan rapi.
“Ah, Nona Dumont, baru saja saya akan mengantarkan sarapan anda ke ruang makan, “ kata Rudolf sambil membawa nampan.
“Aku makan di sini saja Rudolf. Ruang makan utama terlalu besar bagiku. Aku juga makan sendirian. Hmmm maukah kau menemaniku makan di sini Rudolf, Please?” Cassandra memohon pada Rudolf.
“Baiklah Nona, saya tidak sarapan pagi, tapi saya bisa menemani anda sambil minum teh,” jawab Rudolf sambil meletakkan nampan yang berisi makanan untuk Cassandra.
Sambil menyuap makanan ke dalam mulut, Cassandra bertanya, “Selain kita berdua, adakah orang lain di Mansion ini Rudolf?”
“Tentu tidak ada nona. Pagi ini kita hanya berdua,” Jawab Rudolf.
Cassandra lalu menceritakan pada Rudolf apa yang dialaminya di kamar, baik tentang peristiwa semalam, maupun yang pagi ini terjadi. Rudolf mendengarkan dengan seksama dan hanya diam.
“Mansion ini sudah berusia ratusan tahun, jika banyak hal aneh yang anda alami di sini, anggaplah itu bagian dari residual energi masa lalu yang masih ada. Anda tidak perlu takut. Tidak ada seorang manusia pun yang bisa memasuki mansion. Jika pun anda melihat perwujudan manusia, dapat saya pastikan itu adalah residual energi masa lalu,” jawab Rudolf.
“Apakah kau pernah mengalami hal serupa Rudolf, dan apakah benar, ini dulu Mansion milik penyihir?” Cassandra kembali bertanya.
Tiba tiba Rudolf berdiri, mengambi cangkir tehnya yang sudah kosong, dan berjalan ke arah Sink dapur. Sambil membersihkan cangkir dia kembali berkata,” Maaf nona, saya harus segera bekerja lagi. Saya rasa anda perlu membiasakan diri dengan lingkungan mansion. Hanya itu yang bisa saya sampaikan.”
Cassandra tercenung, mendengar jawaban Rudolf yang segera berlalu meninggalkan Cassandra seorang diri di ruang dapur. Bergegas dihabiskannya sarapan pagi itu dengan pikiran berkecamuk.
***
Sambil membawa buku harian Caroline, Cassandra berniat untuk berjalan menuju tempat dimana dia melihat lambaian tangan semalam. Cassandra keluar dari kamarnya, dikunci dengan pin yang diberikan oleh Ruth, lalu berjalan menuju halaman depan Mansion. Sesampainya di lantai satu, dilihatnya sebuah pintu terbuka sedikit. Cassandra berjalan menuju pintu itu, di tengoknya kedalam sebelum melangkah masuk. Ternyata itu adalah Perpustakaan Mansion.
Perlahan cassandra masuk. Dilihatnya perpustakaan itu penuh dengan ratusan buku tertata rapi berjajar di sepanjang dan sekeliling dinding. Ada sebuah Sofa yeng terlihat empuk di sudut ruangan. Sementara pada bagian lain dilihatnya meja kerja dengan lampu baca Vintage di aatasnya. Cassandra berjalan menuju Sofa yang terletak di sudut ruangan. Sambil duduk di sofa dibacanya buku harian Caroline. Baru saja dia membuka halaman pertama, dari arah pintu nampak Adrian melongokkan kepalanya dan berkata, “Permisi, Cassandra, apakah kau sedang sibuk?”
“Hai Adrian, masuklah,” jawab Cassandra sambil tersenyum.
Bergegas Adrian masuk, dan duduk di sebelah Cassandra. Pandangan mereka beradu. Lalu perlahan Adrian mengambil buku harian yang dipegang Cassandra dan meletakkannya di meja dekat sofa. Diusapnya wajah Cassandra dan berbisik hangat, “ Kau cantik sekali pagi ini Cassandra.” Suaranya bergetar, hembusan nafasnya menyapu leher dan sebagian wajah Cassandra. Cassandra bergetar, jantungnya tiba tiba berdegup kencang.
Tiba tiba Adrian meraih tubuhnya untuk lebih dekat dan masuk dalam dekapannya. Dibelai dengan lembut wajah Cassandra, lalu perlahan diciumnya bibir Cassandra dengan lembut. Ciuman yang sangat lembut, dalam, hangat dan basah. Tubuh Cassandra bergetar, sudah lama dia tidak merasakan ciuman yang begitu hangat dan mesra seperti kali ini. Terbersit dalam pikirannya untuk menyudahi kemesraan ini, tetapi setiap jengkal sel kulitnya menolak dan seolah menyihir Cassandra untuk menikmati moment itu beberapa saat.
Cassandra membalas ciuman lembut Adrian. Lidah mereka bertemu, berkelindan dalam kemesraan tak bertepi. Ruangan Perpustakaan menjadi terasa hangat. Adrian menidurkan Cassandra diatas sofa empuk itu. Melakukan apa yang sudah lama dipendam, membuka setiap helai penghalang dan menikmati setiap sentuhan dan meraih setiap jengkal kenikmatan ragawi.
Disisi lain Casandra hanyut dalam setiap desahan dan hembusan nafas hangat Adrian yang menyapu seluruh tubuhnya, setiap inci tanpa tersisa. Berdua mereka menyatu dalam penyatuan yang dalam, hangat dan bergelora. Sampai keduanya terengah dengan pelepasannya masing masing dan tergulung ombak, lalu terdampar dalam keheningan dan pelukan yang dalam.
Cassandra tertunduk malu, mengambil semua pakaiannya dan mengenakannya kembali. Adrian meraih tangan Cassandra, “ Cassie, Are you ok?” Pandangannya sayu dengan dada bidangnya yang masih terlihat jelas. Telanjang.
“Thank You Adrian,” jawab Cassandra sambil mencium bibir Adrian dengan lembut.
“Aku ingin berjalan jalan ditaman. Maukah kau menemani?’ ujar Cassandra sambil berjalan pelan menuju pintu keluar
Bergegas Adrian mengenakan pakaiannya dan berjalan menyusul Cassandra. Berdua mereka berjalan jalan menikmati aneka bunga yang tertata rapi disetiap sudut taman. Mereka bercengkrama sampai siang menjelang. Cassandra mengajak Adrian masuk dan berjalan menuju ruang makan utama. Seperti sudah di kode, tak lama Rudolf muncul dan menghidangkan makan untuk mereka berdua.
“Bagaimana malam mu di Mansion ini Cassie?” tanya Adrian sambil memasukkan sesendok salad ke dalam mulutnya.
“Everything is ok, “ jawab Cassandra, dia tidak ingin membuat Adrian cemas dan juga tidak ingin membuat perdebatan baru.
“Aku lihat, Mansion ini cukup dekat dengan Lacul Negru. Saranku, jangan kesana sendirian, apa lagi saat matahari sudah tenggelam. Sebaiknya kunci kamarmu dan tetaplah berada di sana sampai pagi menjelang,” tukas Adrian mengingatkan. Cassandra mengangguk pelan.
Berdua mereka menikmati makan siang itu dan setelahnya mengobrol tentang banyak hal, sampai menjelang sore. Waktu menunjukkan pukul 17.00 ketika Adrian berpamitan pulang. Cassandra mengantarnya sampai di depan pintu Mansion, dan melihatnya menjauh mengendarai sepeda motor milik sepupunya.
Menutup pintu depan Mansion, Cassandra merasakan sepi yang kembali menyergap. Tetapi dia bertekad menulis sore itu. Bergegas dia katakan pada Rudolf, bahwa dia akan makan malam dikamar saja, karena banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya malam itu. Rudolf mengangguk dan berjanji akan mengantar makan malam ke kamar Cassandra.
Segera Cassandra menuju ke kamarnya, mengaktifkan laptop untuk kemudian merangkai kata demi kata draft novel yang sudah dijanjikannya pada Ruth. Meja tulis di kamar Cassandra tepat menghadap ke Jendela besar yang ada di kamar. Cassandra menulis sambil sesekali mengamati pemandangan sore yang tak lama kemudian berganti petang. Entah berapa lama Cassandra bekerja, yang jelas tanpa terasa perutnya mulai berbunyi, bersamaan dengan itu ketukan halus didengarnya dari arah pintu. Segera Cassandra membuka pintu.
“Makan malam sudah siap Nona, “ tampak Rudolf membawa sepanci penuh makanan.
“Letakkan di meja dekat tempat tidurku Rudolf, “ Cassandra mempersilahkan Rudolf masuk dan menata semua sajian yang dibawanya di meja kecil dekat tempat tidur. Setelah semuanya tertata, Rudolf pun undur diri.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Cassandra menutup Laptopnya dan berniat untuk mengakhiri malam itu dan tidur. Diletakkanya piring kotor dan peralatan makan yang sudah dipakainya di sudut ruangan. Dirapikannya meja kerjanya. Sampai tanpa sengaja, dia menangkap bayangan di sudut mata kanannya. Bayangan yang berasal dari luar jendela Kamarnya.
Cassandra bergegas menoleh ke arah luar jendela, dilihatnya seorang wanita berpakaian warna biru keabu abuan, sedang memandangnya lekat lekat. Terkesiap Cassandra melihat pemandangan itu. Wanita itu seperti muncul dari antara Kabut yang sudah turun dan memenuhi lingkungan sekitar Mansion.
Wajah wanita itu kaku diam dan menatap lurus ke arah Cassandra tanpa berkedip. Jantung Cassandra seperti berhenti berdetak, dirasakannya bulu kuduknya meremang, dan ada aliran darah hangat yang mengalir dari bawah tubuhnya ke tengkuk atas, menyisakan hawa dingin di kakinya. Tanpa sadar mulut Cassandra terbuka lebar, dan berbisik, “Caroline.”
Lama mereka saling beradu pandangan. Seolah ada yang ingin disampaikan oleh Caroline. Namun tiba tiba sosok itu membalikkan badan, dan berjalan ke arah kiri, menuju Danau Lacul Negru lalu menghilang dibalik tebalnya kabut malam.
mungkin sekitar 6 bulan lagi aku baru bisa lanjutin baca ceritanya.
bye bye author see you next time tetap semangat ya dan namatin ceritanya ya
aa sumpah
ngga mampu berkata-kata
mungkin Thor bingung tapi aku adalah nadeya (akun lamaku) tapi karena ada masalah ma akunku jadinya aku pake akun baru.
tapi Thor aku selalu suka sama tata bahasamu yang nyaman buat dibaca dan semuanya itu mengalun indah bagaikan nada" kadang aku malah terhanyut dalam setiap goresan pena yang Thor tuliskan.
Tolong selesaikan cerita ini ya Thor sampai tamat soalnya aku punya trauma biasanya kalo yang pada baca sedikit dan like sedikit authornya langsung pindah atau ceritanya digantung aja.
Makasih author karena udah bertahan sampai sini walaupun yang baca cuman dikit dan makasih juga karena udah tiap hari update.